Selasa, 12 Mei 2009

A STORY ABOUT GANG DOLLY: "YANG KECIL ASYIK BERMAIN, YANG MELACUR ASYIK DIPEJENG.."

Selama melancong ke Surabaya, saya nggak pernah menginjakkan kaki ke gang Dolly. Saya yakin, pasti Anda berkomentar: "Ah, bohong, loe!" Terserah apa kata mulut atau jogong Anda. Yang pasti, saya benar-benar belum pernah menyusuri jalan Dolly street yang dikenal legend itu. Kalo Kramat Tunggak di Jakarta yang kini tinggal memori itu, saya kebetulan sudah pernah.

Malam itu, saya dan teman-teman minta diantar ke kawasan "bisnis lendir"yang paling terkenal di Surabaya, Jawa Timur bahkan di seluruh Indonesia ini. Rasa penasaran bercampur rasa ingin melampiaskan hasrat seksual itulah yang mengantarkan hati saya ke gang dolly. Oh, salah ding! Tentang melampiaskan hasrat seksual mah NO WAY! Becanda lagi! Apalagi kebetulan dalam mobil yang kami tumpangi ada seorang wanita, jadi malu-maluin image saya. Lebih dari itu, "jajan" model begini mah nggak masuk dalam kamus saya lah yau! Makanya jangan heran, karena nggak pernah "jajan" dan begitu buat SMS iseng saya dianggap melakukan pelecehan seksual...hehehe


Salah seorang pelacur yang asyik memejengkan diri, sementara di samping "aquarium" ada banyak anak kecil yang asyik bermain. Bener-bener ironis!

Saya dibuat geleng-geleng kepala begitu sang sopir memberitahu lokasi yang disebut Gang Dolly itu. Bahwa kawasan "bisnis lendir" ini bukanlah lokalisasi, tetapi perkampungan padat penduduk, yang kebetulan tempat lokasi para pelacur. Oleh karena perkampungan penduduk, maka di tempat itu banyak anggota keluarga yang punya anak. Nggak cuma anak yang berusia di atas 17 tahun, tetapi anak-anak kecil ingusan ada di situ.

Sambil menyusuri jalan yang penuh dengan lalu lalang kendaraan dan manusia, saya melihat anak-anak kecil yang sedang asyik bermain. Ironisnya, di samping anak-anak bermain, ada sebuah rumah dimana di situ terdapat wanita-wanita menor yang seksi sedang dipajang. Yap! Wanita-wanita itu adalah para pelacur. Mereka duduk di sebuah sofa panjang yang biasanya berbentuk huruf "L", dimana sofa tersebut ada di ruang depan rumah. Lampu menerangi ruang tersebut, sehingga orang-orang yang ada di jalan bisa melihat dengan jelas para pelacur itu.

Saya dan teman-teman melihat para pelacur itu dari balik kaca jendela mobil. Mereka mirip kayak ikan-ikan yang ada di aquarium. Dengan warna-warna pakaian mereka (ada yang berwarna merah, orange, hitam, dll), mengingatkan pada ikan-ikan mas yang berwarna-warni. Sayangnya kalo ikan nggak bikin nafsu birahi kita muncul. Kalo para pelacur itu, dengan pakaian yang superseksi, kita yang di mobil pasti akan dibuat ngiler.

Kawasan "bisnis lendir" Dolly ini mengingatkan saya di Prumpung, Klender Jakarta Timur. Memang sih para pelacur di Prumpung nggak pake dipejeng kayak ikan di aquarium. Tetapi kawasan Pumpung bukan sebuah lokalisasi, tetapi kawasan pemukiman penduduk padat.

Terus terang saya herman, eh heran. Kenapa sih Gubernur atau Walikota membiarkan "bisnis lendir" di sebuah kawasan padat penduduk? Mereka ngerti nggak ya kalo anak-anak yang ada di situ bakal rusak? Saya ngerti, omset "bisnis lendir" ini gede minta amplop. Pemerintah Daerah (Pemda) Surabaya, khususnya Walikota yang ngurusin gang Dolly ini pasti dapat setoran yang barangkali sampai miliaran rupiah per bulan. Namun saya heran apa otak mereka memang nggak ada kali ya? Sehingga membiarkan ada anak-anak kecil asyik bermain, sementara di samping tempat mereka main ada pelacur-pelacur yang siap diajak ML.

Memang luar biasa Indonesia ini ya...

all photos copyright by Jaya

0 komentar: