Minggu, 24 Mei 2009

PASTI GARA-GARA DI MENARA BANDARA NGGAK ADA YANG NGAWASIN...

Ibarat kayak disamber gledeg, Sentot tiba-tiba marah. Dia menendang baskom yang ada di dapur di rumahnya. Koran baru yang sebelumnya dibaca, disobek-sobek. Kucing yang nggak bersalah, yang biasa duduk di depan pintu utama ditendang seperi Maradona menendang bola ke gawang lawan. Untung kucing itu nggak kenapa-kenapa, cuma nyangsang di pohon duren tetangga.

"Gw nggak bisa terima!"

Pagi ini kelakuan Sentot memang aneh. Keanehannya gara-gara dia sebel dengan tragedi jatuhnya pesawat Hercules tanggal 20 Mei 2009 lalu. Pesawat milik TNI AU ini jatuh dan terbakar di areal persawahan Desa Geplak, Kecamatan Karas Magetan. Pesawat yang dikemudikan oleh Pilot Mayor Danu, dan co-Pilot Kapten Younan ini mengangkut 120 penumpang. Dari jumlah itu, 93 orang di antaranya meninggal dunia dan sisanya luka-luka.



"Gw sedih, cong! Kenapa pada saat mau diterbangkan pesawat nggak diperiksa dulu," ucap Sentot sok tahu.

"Udah kalee!" kata temannya yang juga sok tahu.

"Elo yakin udah diperiksa?"

"Kalo belum diperiksa, gebleg aja kali si Pilot mau mengendarai pesawat. Logikanya kalo Pilot tahu pesawat nggak layak terbang dan doi memaksa terbang, itu sama aja bunuh diri!"

"Iya juga sih?"



Lepas dari masalah layak dan nggak layak terbang, peristiwa tersebut buat Sentot sangat mengenaskan. Apalagi, sepanjang bulan ini saja, nggak cuma sekali ini pesawat Hercules TNI-AU bermasalah. Sebelumnya, pesawat C-130 Hercules juga mengalami kecelakaan, yakni saat mendarat di Lanud Sentani, Papua. Beruntunglah, peristiwa itu nggak sempat menelan korban jiwa.

"Kalo bukan gara-gara soal kelayakan terbang, ini pasti gara-gara nggak ada yang mengawas selama pesawat terbang!"

"Maksud loe?"

"Pengawasnya pada tidur kayak anggota DPR," kata Sentot. "Dengan nggak diawasi, pesawat jadi nggak tahu kemana arah mendaratnya atau mendaratnya udah betul atau belum..."

"Wah, ngaco loe!"

"Cong, temenin gw buat menyelidiki kejadian ini! Kita pergi ke menara pengawas pesawat terbang!"

"Dimana?"

"Di Kemayoran!"

Sentot dan Gunawan kemudian pergi ke Kemayoran. Sebenarnya Gunawan nggak mau, karena doi tahu di Kemayoran udah nggak ada lagi pesawat yang mendarat. Lagipula apa ada menara pengawas di situ? Tapi Gunawan ternyata nggak bisa protes. Tangannya keburu ditarik-tarik oleh Sentot.



Dari rumah Sentot ke Kemayoran nggak makan waktu lama. Ya, kira-kira dua hari dua malam lah. Eh, bohong ding! Cuma seperempat jam. Dengan gaya sok Detektif, Sentot mulai pasang aksi. Kalo Detektif bahuela menggunakan kaca pembesar, Sentot menggunakan netbook alias laptop mini. Lho apa manfaatnya?

"Netbook ini serba bisa," jelas Sentot. "Netbook ini bisa mencari jejak masa lalu. Bisa tahu berita-berita terkini atau berita-berita zaman dahulu kala. Bisa melakukan komunikasi secara cepat dengan orang yang kita inginkan. Semua itu bisa kita lakukan cuma dalam satu klik..."

"Klik apa?"

"Klik internet!"

"Yaiyalah! Lewat internet semua elo bisa dapatkan kalee!"

"Ssssttt!" Sentot meminta Gunawan jangan berisik. Ini ditandai dengan jari telunjuknya yang ditempelkan ke mulutnya. "Kita sekarang klik Google. Kita cari kenapa menara pengawas ini nggak ada orang. Jangan-jangan alibi gw soal jatuhnya Hercules gara-gara nggak ada Pengawas yang mengawasi pesawat benar..."

Gunawan menggelengkan kepala. Sentot mengklik google. Di Wikipedia, Sentot mendapatkan info, bahwa menara pesawat di Kemayoran ini pernah dipakai ketika Kemayoran masih menjadi bandara udara. Bandara udara ini adalah bandara udara pertama di Indonesia yang dibuka buat penerbangan internasional.



Bandara Kemayoran dibangun pada tahun 1934 dan secara resmi dibuka pada tangga 8 Juli 1940. Padahal dua hari sebelumnya, yakni tanggal 6 Juli 1940, bandara ini udah mulai beroperasi. Pesawat pertama yang mendarat di sini jenis DC-3 Dakota milik perusahaan penerbangan Hindia Belanda, KNILM (Koningkelije Nederlands Indische Luchtvaart Maatschapij).

Bandara Kemayoran punya dua Landasan pacu yang bersilangan, yakni landasan pacu utara-selatan (17-35) dengan ukuran 2.475 x 45 meter dan landasan pacu barat-timur (08-26) dengan ukuran 1.850 x 30 meter. Di landasan inilah sempat dilaksanakan pameran udara (Air Show) pada tanggal 31 Agustus 1940, tepat di hari ulang tahun Raja Belanda. Pameran udara itu menjadi pameran kedirgantaraan pertama di Indonesia.

Pemerintah Indonesia mengambil alih bandara ini dari pihak Belanda pada tahun 1950-an, setelah selesai perang kemerdekaan. Sejak tahun 1958 mulai dikelola oleh Djawatan Penerbangan Sipil. Antara tahun 1962-1964, pengelolaan diserahkan kepada BUMN yang bernama Perusahaan Negara Angkasa Pura Kemayoran.

Dalam rangka mengembangkan bandara, pemerintah melakukan investasi. Modal awal pembangunan bandara sebesar Rp 15 Juta Rupiah. Hah?! cuma 15 juta?! Hi, cong! Zaman itu 15 juta itu gede kalee! Modal ditambah lagi buat membangun bangunan penunjang lain, runway, taxiway, apron, hanggar dan peralatan operasional lain.



Sebagai bandara, Kemayoran banyak disinggahi pesawat dalam penerbangan domestik dan internasional. Kepadatan jumlah pesawat, memaksa pemerintah memindahkan jalur internasional ke bandara Halim Perdanakusuma yang resmi dibuka pada 10 Januari 1974.

Pada 31 Maret 1985, bandara Kemayoran berhenti beroperasi. Bener-benar resmi berhenti beroperasi pada tanggal 1 Oktober 1985. Yang menjadi pengganti bandara Kemayoran adalah bandara Internasional Soekarno-Hatta yang dibuka secara resmi pada tanggal 1 April 1985 dan juga bandara Halim Perdanakusuma. Kalo bandara Soekarno-Hatta buat penerbangan komersial, sedang bandara Halim buat pangkalan militer dan VVIP serta bandara sipil terbatas.



"Jadi kecelakaan pesawat Hercules di Magetan itu nggak ada hubungannya dengan menara bandara di Kemayoran ini cong!" papar Gunawan.

"Jadi memang udah kosong lama ya?"

"Lah, iya lah! Nah elo lihat sendiri di Wikipedia, bandara ini udah nggak beroperasi sejak tahun 1985. Itu artinya udah 24 tahun! Anak gw aja sekarang udah 25 tahun..."

"Lho, elo emangnya umurnya berapa?"

"Tigapuluh tahun..."

"Tigapuluh tahun?! Emang elo kawinnya umur berapa?"

"Hehehehe...itu anaknya orang ding! Bukan anak gw..."

Akhirnya Sentot dan Gunawan memutuskan untuk pulang. Namun sebelum pulang, mereka sempat menikmati berada di puncak menara bandara, dimana di menara tersebut, kita bisa melihat arena Pekan Raja Jakarta (PRJ)yang sebelumnya berada di Monas dan sejak tahun 90-an diselenggarakan di Kemayoran.

Di atas menara, mereka juga bisa menikmati beberapa kondominium yang berjajar di jalan raya Kemayoran. Nggak ketinggalan, melihat lapangan golf. Sayang, nggak bisa ngeliat para caddy sedang berhubungan dengan para Golfer. Soalnya terlalu kecil dari jarak pandang mereka berdua.

Sejak ada Keputusan Presiden RI no 53 tahun 1985 jo Keppres no. 73 tahun 1999, seluruh opersional Kemayoran ditangani oleh Badan Pengelola Komplek Kemayoran (BPKK). Badan ini menunjuk pihak swasta di Indonesia buat melakukan pembangunan. Pembangunan dimulai tahun 1990-an, dimana dimulai dengan pembangunan rumah susun sederhana tahun 1992 di bekas Apron bandara. Setelah itu barulah bermunculan kondominium-kondominium.



"Itu rumah gw," kata Sentot sambil menunjuk ke arah sebuah titik kecil di antara kondominium.

"Yang mana?" Gunawan merasa nggak melihat titik itu berupa rumah tinggal.

"Itu! Masa elo nggak kelihatan?"

"Lah, itu kan pos hansip!"

"Emang!"

"Jadi selama ini elo tinggal di pos hansip cong?!"

Sentot tersenyum.

"Gara-gara gw diusir sama istri gw. Kata istri gw, makan tuh netbook! Istri gw memang cemburu gw terlalu sayang sama netbook daripada sama istri. Karuan aja gw diusir..."

"Elo sih!"

"Habis netbook ini gw beli murah cong, padahal feature-nya banyak dan cangih!"

"Oh ya?"

"Berapa loe beli?"

"Lima juta!"

"Hah?! Lima juta buat netbook merek Toshiba terbaru? Wah, gw harus beli!"

Tanpa ba-bi-bu, Gunawan langsung menarik tangan Sentot untuk segera turun dari menara. Kejadian ini mirip kayak Sentot menarik tangan Gunawan ketika mau pergi ke Kemayoran. Agaknya Gunawan nggak sabar buat membeli netbook. Sentot nggak bisa ngomong, karena udah terlanjur ditarik-tarik tangannya. Padahal Sentot mau ngomong sama Gunawan kalo netbook ini belinya di Amrik. Di Indonesia belum ada. Baru ada kira-kira 6 bulan lagi. Tapi bodo ah!


all photos copyright by Jaya

0 komentar: