Minggu, 05 Februari 2012

IBU (ALM) ADE NAMNUNG SERBU RUMAH RAMON

Inilah pesan singkat saya dari Ramon Papana pada Sabtu, 3 Februari 2012 pukul 21:51 wib kemarin:

Segala umpatan dan cacian yang mendeskriditkan saya di media masa tidak saya hiraukan, karena saya masih berkabung untuk putra saya tercinta Ade Namnung dan akan saya jelaskan setelah 40 hari berduka dan berdoa. Tapi hari ini ibu kandungnya menyerbu rumah saya dan melakukan pengrusakan dan perbuatan tidak menyenangkan, karena ingin meminta harta benda Ade Namnung di hari ke-4 kematiannya ini. Karena sudah di luar batas, terpaksa saya melaporkannya ke pihak Kepolisian dan saya bersedia melakukan penjelasan kepada teman-teman media besok, Minggu, 5 Februari pukul 3 sore di Comedy Cafe, Kemang. Terima kasih bila bisa berjumpa. Ramon Papana




Begitu pesan itu masuk, saya langsung membalas. Berikut hasil SMS-an saya dengan Ramon Papana:

Bejo (B) : Apa saja yang dirusak mas?

Ramon (R): Hanya vas dan gebrak meja. Tapi maki makian dan kemarahan meminta harta benda pada saat kami sedang berkabung sangat keterlaluan. Ada 12 orang dengan polisi dan preman. Begitu lihat sertifikat rumah atas nama saya langsung ngamuk.

B : Polsek mana mas ngelapornya?

R : Babakan Madang, Bogor. Padahal aku bilang tunggu 40 hari akan akan jelaskan semua. Kasihan Ade.

B : Rumah mas Ramon yang di Sentul ya?

R : Iya, Sentul City.

Pagi ini, saya kembali SMS Ramon, menanyakan konfrensi pers yang dilakukan di Comedy Cafe Minggu, 4 Februari kemarin. Berikut petikan SMS-an saya dengan Ramon.

B: Gimana konfrensi persnya mas?

R: Cukup ok mas.

B: Maksudnya? Bagaimana tangagpan wartawan, lalu pihak keluarga Ade?

R: Yang saya tangkap sih wartawan juga mengakui keterlaluan baru 4 hari sudah ribut soal harta peninggalan.

B: Memang apa saja sih harta Ade yang diributkan itu? Memang banyak ya mas?

R: Cuma personal effect dan beberapa elektronics.

Kamis, 02 Februari 2012

MELAYAT KE RUMAH ADE NAMNUNG: SUASANA DUKA JADI CERIA

Ibu berkerudung hitam dan berkaos pink itu nampak sigap. Sambil duduk di bangku di antara pelayat lain, matanya selalu memandang setiap tamu yang datang. Begitu sebuah mobil mulus masuk tepat di depan rumah duka, ia langsung berdiri dari kursi dan siap mengabadikan tamu yang datang itu.

Itu Parto…”

Eh…itu Aziz Gagap…”

Itu Nunung…”

Ucapan-ucapan itu muncul seketika “pasukan” Opera van Java (OvJ) yang memasuki halaman rumah duka. Ibu berkerudung tadi langsung mengabadikan kedatangan para pemain OvJ tersebut. Setiap ada orang yang menghalangi, ia langsung mengusir.

Sule-nya kok nggak ada ya?

Begitulah suasana di rumah duka di rumah almarhum Ade Namnung saat melayat di Pondok Bambu, Jakarta Timur. Riuh sekali. Kebetulan bukan cuma ibu berkerudung hitam itu ingin mengambil foto para artis yang datang, tetapi ada sejumlah remaja juga turut mengabadikan bintang-bintang itu dengan camera dari telepon seluler mereka. Sementara ada pula beberapa bocah yang sudah memegang buku dan pensil, berharap bisa mendapatkan tanda tangan dari artis-artis tersebut

Entah apa yang harus saya katakan melihat kondisi seperti itu. Haruskah saya memaklumi? Atau geleng-geleng kepala dan bertanya: “Tidak ada lagikah rasa simpati pada keluarga yang sedang berduka?” Sebab, terus terang suasana duka yang seharusnya terjadi, justru rasanya berubah menjadi ceria. Hal ini baru saya alamai saat melayat ke rumah duka Ade Namnung. Warga Gang H. Ahmad R. no 1 RT 06/ 04, Pondok Bambu menjadikan suasana duka semalam sebagai ajang jumpa fans.

Saya belum banyak mendapat foto-foto artis yang datang. Habis tadi sibuk di ngajar di PAUD dulu,” ujar ibu berkerudung yang ternyata ibu RW itu.

Tadi malam, saya hanya melihat tiga sampai empat orang yang membacakan Yasin di depan jenazah. Warga kampung, entah itu para orangtua, remaja, apalagi anak-anak, lebih suka duduk-duduk di bangku pelayat. Sebagian warga berdiri di pinggir jalan di depan rumah duka sambil mengawasi tamu-tamu yang masuk ke rumah duka atau siapa orang yang keluar dari mobil. Maklumlah, mereka tidak mau kehilangan momentum melihat langsung bintang-bintang idola yang selama ini hanya melihat di televisi, mampir ke kampung mereka.

Baru juga punya satu artis, eh sudah meninggal,” ujar seorang bapak yang ucapannya ini saya dengar sebelum meninggalkan rumah duka.

Terlepas dari suasana tersebut, menurut sejumlah warga gang H. Ahmad, Ade Namnung yang bernama asli Syamsul Effendi ini adalah orang yang baik. Kesimpulan ini setelah saya bertanya ke beberapa warga. Menurut seorang bapak yang rumahnya persis di samping almarhum, setiap sebulan sekali almarhum selalu mengundang anak yatim untuk makan bersama. Tak hanya anak yatim, almarhum juga kerap mengundang orangtua jompo dan janda-janda. Luar biasa!

Kebaikan hati almarhum itulah yang membuat keluarga merasa sangat kehilangan, bahkan ibunya sempat shock. Namun Allah tentu sudah menentukan takdir bagi umat-Nya. Semoga Ade Namnung di terima di sisi Allah SWT. Amin.