Senin, 23 Februari 2009

KENAPA NGGAK BILANG DARI TADI, CIN?

Manusia paling bingung saat ini nggak lain bernama Gatot. Lebih tepatnya, Gatot dan istrinya. Mereka berdua sama-sama pusing. Kenapa? Sekarang ini mereka pusing memilih mobil mana yang akan mereka beli.

“Saya suka Alphard, Pap.” Itu suara istri Gatot, Amel. “Soalnya Alphard itu keren. Mobil eksklusif. Bertubuh besar dan canggih. Pintunya aja bisa nutup sendiri. Yang pasti, antibanjir, karena tinggi.”



Gatot geleng-geleng kepala. Istrinya terlalu naif menilai Alphard cuma segitu aja. Kalo cuma bertubuh besar dan canggih, sebenarnya nggak usah Alphard. Banyak mobil yang punya tubuh besar dan canggih. Truk salah satunya. Badan truk besar dan cukup canggih. Kendaraan ini serba guna. Bisa menaikkan pasir, bisa pula membawa sekumpulan sapi. Bisa membawa ayam-ayam potong, bisa pula membawa anak-anak singkong yang numpang.

“Lagipula Alphard udah nggak eksklusif, Ma,” jelas Gatot. “Alphard itu udah dijadikan taksi. Masa mobil eksklusif dijadikan taksi? Itu namanya udah nggak eksklusif lagi dong?”

Amel mikir. Betul juga kata suaminya yang berwajah bulat itu. Alphard udah nggak bisa dikategorikan eksklusif lagi. Bukan cuma dijadikan taksi, Alphard juga udah dijadikan komoditi orang-orang Jakarta yang mau ke Bandung atau sebaliknya. Kalo mau ke Bandung, tapi nggak mau naik kendaraan pribadi atau bus antarkota antarpropinsi (AKAP), bisa naik Alphard.

“Kalo gitu kita beli Avanza aja, Pap.”

Gatot terdiam. Otak istrinya kinclong juga. Pilihannya kali ini rada-rada mirip dengan pilihan Gatot. Selain nggak dipake jadi taksi atau jadi angkutan umum buat pergi ke Bandung, Avanza punya mesin bandel. Sistem EFI dan DOHC berkareakter RPM tinggi, sangat mendukung peningkatan tenaga mesin lewat rekayasa teknologi. Meski CC mesin terbilang kecil, 1300 CC, namun kenyataannya mesin model ini bisa menghasilkan tenaga 86 ps. Ini membuktikan, rekayasa mesin pada sistem pamasukan bahan bakar Twin Cam, Multi Valva, maupun sistem pengapian yang dikendalikan oleh komputer, sangat efisen.



”Tapi itu kan mobil sejuta ummat, Ma.”

“Maksud Papa?”

“Banyak orang yang pakai. Temen-teman aku banyak yang pakai. Nggak cuma itu, di kantor Papa Avanza-Xenia dijadikan mobil operasional. Jadi nggak eksklusif kalo pake Avanza-Xenia..”

“Jadi Papa maunya beli mobil apa dong?”

“Hmmm...apa ya?”

Gatot mikir lagi. Bingung lagi. Memilih mobil memang susah-susah gampang. Giliran keren dan tampak eksklusif, eh dijadikan taksi. Giliran mesinnya bandel dan after sales service-nya oke, eh mobil sejuta umat. Ini sama kondisinya kayak Honda Jazz yang dipake sejuta umat. Tapi mending Avanza sih. Nggak egois. Bisa masuk banyak orang. Juga bisa masuk banyak barang.

“Ya beda dong Pap. Yang satu MPV, satunya lagi city car,” jelas Amel. “Jadi bisa dimaklumin kalo city car lebih egois dari MPV yang serba guna. city car cuma mikir gimana caranya lolos dari kemacetan. Sementara MPV lebih mikirin gimana keluarga dan barang-barang bisa terangkut semua.”

“O...begitu. Jadi kita beli city car atau MPV nih, Ma?”

“Grand Livina aja deh, Pa.”

“Bagus nggak tuh?”



“Ya, bagus lah! Soalnya ada salah satu Executive Producer salah satu televisi swasta pake mobil itu. Kata doi, mobil itu nggak rewel. Yang rewel biasanya yang nyupir. Rewelnya kalo lagi macet. Ada motor yang nyenggol. After sales service-nya keren juga, kok”.

“Gitu ya?”

“Ngomong-ngomong Papa punya duit berapa sih?”

“Tigapuluh lima juta, Ma...”

“Kenapa nggak bilang dari tadi, Cin?”

Tiba-tiba wajah Amel memerah. Percakapan yang berlangsung hampir satu jam, nggak ada artinya. Mentah semua. Bicara ngalor-ngidul soal mobil yang akan mereka beli, ternyata cuma ngimpi. Even mobil Carry QQ buatan China pun nggak mampu mereka beli.

“Lebih baik kita beli Bajaj mesin gas aja deh, Pa,” tawar Amel.

“Kayaknya begitu deh, Ma.”

Finally mereka pergi ke dealer Bajaj terdekat dengan riang gembira.

Rabu, 18 Februari 2009

WANITA PILIHAN SERIBU PRIA

Presiden tiba-tiba mengeluarkan kebijakan gokil. Kebijakan ini seperti menyulut api kemarahan rakyat. Kebijakan sang Presiden itu adalah memerintahkan kepada rakyat agar menekan angka kelahiran. Caranya: mengalakkan kembali program yang sudah sukses di zaman Soeharto, yakni melakukan Keluarga Berencana.

Setiap pasangan wajib hukumnya melakukan KB. Bagi yang belum hamil, boleh hamil asal perkembangan kehamilan harus dicatatkan di Ketua RT masing-masing secara rutin on paper. Buat yang sudah punya dua anak, harus menggunakan alat kontrasepsi, baik spirat atau suntikan. Alat kontrasepsi itu harus yang cespleng, kelas satu. Hal itu supaya sperma gak bocor mengenai indung telur. Nah, bagi wanita ternyata ketahuan atau tertangkap basah hamil anak ketiga, dipaksa untuk melakukan aborsi.

Gokilnya, Pemerintah akan mengerahkan ribuan aparat keamanan untuk mengawasi perkembangan KB ini. Ada satuan khusus yang akan mengawasi. Namanya FBKB: Federasi Biro Keluarga Berencana. Satuan ini sama job description-nya dengan FBI di Amrik sana. Kalo di dalam negeri, satuan yang memiliki keahlian menembak jidat jitu ini sederajat dengan Tentara-Tentara bermobil. Jadi, otoritasnya tinggi dan jangan harap, rakyat bisa memberontak.

“No way for Pemberontak! Pemberontak go to hell!”

Kebijakan baru tadi itu, ternyata masih ada lanjutan kebijakan berikutnya. Bagi mereka yang hamil, harus dipastikan memiliki anak berjenis kelamin Pria. Presiden yang ngaku sayang sama Wong Cilik ini memang gender banget. Sok megangkat derajat kaum wanita, padahal di parlemen sendiri gak banyak wanitanya.

Ada alasan kenapa Presiden mengeluarkan kebijakan edan tenan ini. Menurutnya, pria adalah kepala keluarga. Yang namanya kepala keluarga ya harus mencari nafkah. Jangan sampai kayak wanita yang kerja, bapak-bapaknya cuma nongkrong doang, cuma ngopi-ngopi.

Kalo lihat visinya Presiden seperti itu, cukup wise juga sih. Ya, gak? Wanita harus menjadi ibu rumah tangga, karena anak-anak sekarang sudah banyak kehilangan waktu berkualitas dengan para ibu. Ibu lebih banyak keluar rumah, menjadi wanita karir yang katanya dilakukan untuk anaknya juga, dan banyak lagi.

Meski visinya relatif wise, ada hal sadis yang akan Presiden lakukan. Wanita yang tertangkap basah melahirkan bayi Wanita, terpaksa dibunuh. Oleh karena itu, pada saat ada Wanita hamil, kudu di-USG agar tahu apakah bayi yang akan lahir Pria atau Wanita. Kalo Wanita, janin yang dikandung Wanita itu kudu diaborsi.

Suatu hari di malam hari, seorang wanita terpaksa kabur. Wanita itu sedang mengandung anak yang sudah dipastikan anak wanita. Dia bernama Ibu Brindil. Itu diketahui setelah Dokter Kandungan melihat di-USG Ibu Brindil itu. Detik pertama ketahuan anak yang dikandung berjenis kelamin wanita, baik Bu Brindil dan Dokter Kandungan kaget tujuh keliling. Mereka saling berpandangan. Freeze. Awalnya gak tahu harus berbuat apa. Tapi begitu sadar, Dokter itu langsung menghubungi aparat FBKB untuk melaporkan ada pasiennya yang akan melahirkan anak wanita.

“Cepat datang kemari, Pak! Ada yang melahirkan bayi wanita!”

“Siapa? Kok Bapak melahirkan?! Sejak kapan Laki bisa melahirkan?”

“Bukan saya goblok! Yang melahirkan Ibu-Ibu. Makanya cepat kemari! Ditunggu ya kehadirannya...”

Sayang, selagi Dokter melapor, Bu Brindil sudah lebih dulu cabut dari ruang praktek. Sambil mengendap-endap dan membawa bayinya, Bu Brindil cabut. Supaya anaknya nggak berisik, ia menyumpal mulut sang bayi.

“Maaf ya Nak, Ibu harus menyumpal mulut kamu pake BH ibu. Habis nggak ada bahan yang cocok buat menyumpal mulutmu,” kata Bu Brindil sambil mengeluarkan air mata, karena merasa bersalah menyumpal anaknya dengan BH-nya. Padahal seharusnya bisa disumpal pakai celana dalamnya kek, atau taplak meja yang ada di depat situ.

Beberapa hari berikutnya...

Seluruh aparat FBKB seperti kebakaran jenggot. Tim taktis yang sudah biasa melakukan latihan perang di daerah operasi militer ini ternyata gak bisa menemukan Bu Brindil. Ibu yang rambutnya kriting brindil-brindil ini sudah lebih dulu lolos melewati gerbang perbatasan. Padahal mudah sekali menemukan Bu Brindil kalo aparatnya punya niat menangkap. Cukup bersiul enampuluh kali, rambutnya brindilnya pasti akan berdiri dengan sendiri. Jika sudah berdiri, aromannya akan tercium oleh anjing pelacak. Dengan begitu, bukan tak mungkin bersama anjing para aparat akan mampu menangkap Bu Brindil.

“Kalian semua tolol!” Itu kata Komandan FBKB dengan nada mengelegar kayak gluduk di siang hari. “Kenapa nangkap Ibu-Ibu aja gak becus! Gimana mau menangkap Koruptor?”

Cerita di atas adalah cerita beberapa tahun lalu. Negara ini sudah beberapa ini kena karma. Tuhan nggak mau lagi menurunkan bayi berjenis kelamin Wanita. Ini akibat kemarahan Tuhan. Masa kalo lahir Wanita, dibunuh? Masa kelihatan di-USG janinnya berjenis kelamin Wanita, dipaksa aborsi? Ini gokil! Daripada dibunuh atau diaborsi, mending Tuhan nggak menciptakan bayi Wanita.

Presiden sudah berkali-kali ganti. Seperti biasa, tiap ganti Presiden pasti ganti kebijakan. Meski kebijakan KB sudah dihilangkan, semua orang bisa seenaknya hamil dan melahirkan, namun angka kelahiran tetap saja sepi sepoi. Kalau pun ada yang hamil, pasti yang brojol laki lagi laki lagi. Padahal para suami istri sudah ditraining bagaimana cara mendapatkan bayi wanita, tetap saja gak ada bocah wanita yang lahir. Training maupun seminar gak ngaruh.

“Apa yang salah ya?” tanya Presiden.

“Salah nungging kali, Pak!” kata Penasehat senior yang berwajah dan berotak mesum.

“Udah ditraining kok! Warga kita udah hafal mati gaya yang ada di buku Kamasutra.”

Para Motivator sudah memberikan motivasi-motivasi prima pada pasangan, bahwa mereka pasti bisa. Ya bisa punya anak wanita tentunya. Sampai berbusa-busa Motivator sekelas Tung Desem atau Mario Teguh sudah memberikan apa yang dia punya ke peserta seminar. Bahkan Motivator ini bisa-bisanya memberikan praktek eksklusif bagaimana mendapatkan anak wanita secara instan.

Beberapa tahun kemudian...

Tanpa diketahui Presiden, Ibu Brindil tiba di airport dengan pesawat Adam Air. Kedatangan Ibu Brindil ini karena kekangenannya pada tanah air yang sudah ditinggalkan beberapa tahun lalu. Yang spesial dari kedatangan Bu Brindil adalah seorang wanita cantik yang tak lain adalah anaknya. Wanita cantik itu bernama Ika.

Melihat Ika sama saja melihat Luna Latjuba. Model kondang dari negeri ini yang selalu laris manis tanjung kimpul. Laris sebagai model telepon selular, model portal, sampai model pompa air. Rambutnya yang panjang terurai memang bikin gemas untuk menjambak. Bibirnya yang tipis, mirip buku tulis tipis tebal, dan matanya yang jalang membuat jantung para pria dag dig dug dor.

Begitu menginjakkan kaki di airport, mata-mata laki langsung melihat Ika. Nggak cuma laki hidung belang, atau hidung pesek, tapi laki yang sudah beristri dan tentu saja laki yang belum married. Tahu dong kenapa begitu? Yaiyalah! Sejarah mencatat, negeri ini nggak punya lagi Wanita single yang siap dijadikan Istri dan diharapkan punya anak Wanita.

Mirip kayak selebriti papan atas, Ika menjadi pusat perhatian. Dimana pun dia berada, terjadi kehebohan. Mobil banyak yang saling bertabrakan. Gara-gara para Pengemudi terlalu takjub memandang Ika. Mereka lupa kendaraan di depan atau di belakang. Telepon di beberapa kantor berdering-dering tak ada Pegawai-Pegawai yang mau angkat. Mereka tak mau melewatkan momentum Ika lewat di depan kantor mereka itu. Yang paling menyesakkan, beberapa Tentara yang sedang melakukan latihan menembak, berhasil membunuh beberapa warga. Mereka lebih peduli melihat Ika dibanding sasaran tembak mereka.

Ibarat pepatah: bau busuk pasti akan tercium juga. Kehebohan atas kedatangan Luna Latjuba akhirnya sampai ke kuping Presiden. Gara-gara Luna, Presiden langsung membuat kebijakan baru. Kebijakan ini diangap akan menguntungkan para pria, khususnya pria yang masih membujang. Isi kebijakannya begini: Barangsiapa lelaki yang berhasil menjadikan Luna suami dan membuahkan anak wanita, lelaki itu akan diberikan kursi di majelis tertinggi di negeri ini. Jika suami Luna gak berhasil memiliki anak wanita, suami itu harus dibunuh. Untuk cara pembunuhannya pun silahkan dipilih, mau ditembak mati, dikursi listrik, atau dikelitiki sampai lemes.

Hari cerah. Luna duduk berdampingan dengan Presiden. Sudah diinfokan ke seluruh negeri kalo hari ini adalah hari, dimana para pria bisa melamar Luna. Presiden membebaskan cara melamarnya. Yang penting, Luna mau dan tertarik dengan salah seorang pria sehingga pria itu akan menjadi suaminya kelak.

“Silahkan Dik Luna pilih cara melamarnya,” kata Presiden.

“Aku mau dicium! Soalnya kalo dicium, rasanya gimana gitu...” kata Luna sambil memonyongkan bibirnya yang seksi itu.

Sayang seribu kali sayang. Akhir dari kisahnya tragis. Luna meninggal. Gara-gara ia terlalu lelah meladenin para pria yang hendak melamarnya. Bayangkan, pagi itu yang sudah ngantri hendak melamar ada sekitar limaratus orang. Sampai dengan sore menjelang malam, masih ada limaratus lagi yang baru datang dari desa. Dan sudah dari pagi, Luna diciumi pria-pria itu, baik dicium di pipi maupun di bibir. Ia kehabisan oksigen. Terlalu banyak virus yang masuk ke mulutnya.

“Apa yang harus kita lakukan lagi, Pak?” tanya Menteri Kesehatan urusan Kesehatan Mulut pada sang Presiden.

“No comment!”

“Ah, Pak Presiden kayak Dessy Ratnasari aja,”

Presiden loyo. Sampai saat ini belum ada lagi wanita cantik yang memasuki negerinya. Ketika tulisan ini diturunkan, Presiden sedang ada rapat kabinet, dimana agendanya membuat publikasi di media cetak maupun elektronik untuk mengundang para wanita hadir di negerinya. Menteri Pariwisata sampai membuat slogan: Visit Female Year!

Selasa, 17 Februari 2009

NATIONAL PRIDE



Beside the Building, this vanue of Center of Jakarta is so poor. It's not about the money, but it's a part of responsibility. Yaiyalah! Uang Pemda itu banyak, bo! Dari parkir aja mungkin bisa beli pulau. Tapi sayang, korupsi ada dimana-mana. Semua diproyekkan. Mending proyeknya kelar dengan rapi dan tahan lama. Ini mah udah ditambal, nggak sampai setahun udah rusak lagi.

Can you imagine big city like Jakarta still has street like this? What a shame!


video by Brillianto K. Jaya

Senin, 16 Februari 2009

THINK BEFORE YOU SWIM




video by Brillianto K. Jaya

Kamis, 12 Februari 2009

DIA TETAP MEMILIH ATHEIS

Seharusnya dia sudah mengerti tak ada yang sanggup melawan kekuasaan Tuhan. Seharusnya dia mulai sadar, tiba waktunya untuk dia dekat dengan Penciptanya. Namun dia lebih memilih menjadi seorang tanpa agama: Atheis!

Hujan hari ini benar-benar luar biasa. Derasnya melumpuhkan hampir sebagian besar jalan raya. Kendaraan terpaksa harus memperlambat laju kecepatan. Genangan air di beberapa ruas jalan membuat kendaraan terpaksa harus antre satu per satu. Dari dua jalur menjadi satu jalur, yakni jalur yang genangan airnya tidak sampai menutupi lubang knalpot.

Jangan ditanya rumah-rumah yang ada di dekat kali ataupun sungai, sudah pasti terendam. Boleh jadi banjir hari ini termasuk banjir besar setelah lima tahun lalu. Namun manusia-manusia yang di bataran kali tak akan pernah menyesal dengan banjir. Sampai kapanpun mereka memilih untuk tinggal di dekat sungai. Jika hujan dan banjir, mereka menyingkir beberapa hari, seperti hari ini.

“Sudah biasa!”

Nan jauh di sana ada dia. Dia masih ada di dalam rumah. Di sebuah ranjang tua dalam kondisi sakit parah. Membiarkan aliran air hujan masuk ke dalam rumahnya. Sementara di luar rumahnya, hujan masih sangat deras. Tak ada jeda buat sang hujan untuk beristirahat sesaat. Daya tampung air hujan yang turun di sekitar rumahnya, sudah melebihi lokasi itu sendiri. Tak ada lagi resapan air. Pasalnya, semua pohon sudah ditumbangkan. Semua tanah sudah ditutup oleh aspal. Dijadikan aparteman. Dijadikan ruko. Dijadikan Mall. Keadaan ini yang menyebabkan banjir. Namun dia masih cukup beruntung dibanding tetangga-tetangganya atau teman-temannya, dimana rumah mereka cuma terlihat atapnya. Sedang dia, baru sekitar rumahnya yang tergenang. Setidaknya untuk beberapa saat ini.

Bencana yang bertubi-tubi datang, menurutnya, bukan karena kuasa Tuhan. Termasuk banjir-banjir yang sudah dan sedang melanda negeri ini, di Kabupaten Trenggalek, Jatim yang menewaskan 16 orang, di Kecamatan Panti dan Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember, Jatim yang menewaskan 31 orang, atau di Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, dan Sinjai, Sulawesi Selatan yang menewakan 128 orang, dan beberapa bencana lain. Menurutnya, Tuhan tak punya wewenang untuk mengatur alam.

Buatnya, hujan hari ini tak ada yang istimewa. Sama saja seperti tahun-tahun sebelumnya. Hanya sebuah peristiwa alam biasa, seperti yang pernah dia pelajari saat bersekolah dulu. Dimana seluruh air yang ada di permukaan bumi -di kali, sungai, dan laut- menguap, karena ada panas matahari. Air kemudian berkumpul di dalam awan dan kemudian memenuhi perut awan itu. Begitu awan sudah penuh dengan air, hujan pun turun.



“Nothing special bukan?”

Tinggi air sudah satu meter. Dia masih tenang menghadapi situasi ini. Sebenarnya buat sebagian besar orang, kondisi ini sudah masuk ke Siaga 1. Artinya: sudah gawat! Namun dia masih percaya diri. Bahwa sebentar lagi hujan pasti segera akan berhenti. Air yang perlahan-lahan masuk ke rumahnya, yang kini sudah setinggi dada, akan surut.

“Jadi apa yang harus dikawatirkan?”

Buatnya, hujan bukan tragedi, bukan musibah. Padahal hujan dan banjir adalah salah satu bentuk ujian Tuhan. Ujian buat manusia, terutama buat dia yang memposisikan dirinya sebagai seorang Atheis. Sebuah ujian kepercayaan akan Ketuhanan. Bahwa tiada manusia yang sehebat Tuhan. Manusia cuma mahkluk kerdil, yang bodoh, yang tak tahu apa-apa tapi sok tahu, sok mempertanyakan keluarbiasaan Tuhan, mempertanyaan keberadaan Tuhan.

“Tolong tunjukan kalo Tuhan benar-benar ada?”



Air sudah mengurung seluruh lantai dasar di rumahnya. Dia masih tetap terkulai di sebuah ranjang tua dalam kondisi sakit parah. Lemari kaca berisi buku-buku yang mayoritas mengenai faham komunis dan sosialis, sudah terendam air. Dia sedih melihat air perlahan-lahan melumatkan buku-buku favoritnya itu. Namun dalam kondisi fisiknya yang lemah, dia masih bisa menyelamatkan tiga buku. Ketiga buku itu adalah Atheis karya Achdiat K. Mihardja, buku Karl Marx, dan buku Friedrich Nietzsche (1844-1900), orang yang latang sekali mengatakan: "Tuhan Sudah Mati". Buku itu dia pegang erat, seolah berpegang pada tangan Tuhan.

“Bukan! Buku itu bukan Tuhan. Aku tidak mengatakan buku adalah Tuhan. Itu sama saja mengkultuskan buku seperti Tuhan. Tapi buku itu menginspirasi diriku tentang eksistensi ketuhanan. Bahwa Tuhan itu tidak ada!”

Keputusannya untuk Atheis berawal dari kritikan Karl Marx (1818-1883). Menurut penggagas pemahaman komunis itu, dengan nada setengah bercanda, agama itu seperti candu. Bila menikmati, akan terus mengisapnya, mencobanya. Dalam agama, itu disebut fanatik. Dia pikir, kritik Marx keras sekali, tapi ada betulnya. Kalau kita hanya belajar agama dari segi ritualnya, kita bisa saja tersesat dengan keasyikan ritual. Tak heran Atheisme menjadi satu dogma yang wajib diikuti orang setiap warga negara komunis, yang kini tinggal segelintir.

“Dan aku tidak suka asyik dengan ritual. Aku lebih asyik menolong orang yang membutuhkan. Bukankan tanpa perlu agama aku bisa menjalankan perintah agama?”

Sebagai orang yang Atheis, dia percaya, aktivitasnya adalah sebuah bentuk moral. Tak perlu wujud rasa takut pada Neraka, dimana dianggap oleh agama sebagai tempat ganjaran manusia-manusia tak bertuhan. Padahal, kalau kita bisa melakukan aktivitas yang baik pasti akan mendapatkan ganjaran kenikmatan hidup yang abadi di Surga.

Dia percaya, hidup manusia diatur oleh manusia itu sendiri. Ada sebab-akibatnya. Kalau manusia melakukan kecurangan, pasti akan mendapatkan kecurangan di lain waktu. Sebaliknya kalau berbuat kebaikan, pasti akan berbuah kebaikan. Semua itu bukan kuasa Tuhan. Bukan Tuhan yang mengatur. Tapi manusia yang mengaturnya.



Jauh sebelum Marx atau Nietsche, dia sudah lama terpengaruh buku Atheis. Buku-buku itu serasa menyentil dirinya. Dia berpikir keras: “Apa betul orang baik seperti teman-temannya yang tak beragama itu otomatis masuk neraka? Sementara orang beragama yang selalu melakukan hal-hal ritual, tapi justru tidak baik karakternya bisa masuk surga?”

"Kok, Tuhan tidak adil sekali kalau begitu. Kalau Tuhan itu memang benar-benar ada seharusnya Tuhan bisa melihat siapa manusia yang layak masuk surga mana yang layak masuk Neraka tanpa perlu melihat manusia itu beragama atau tidak..”

Ketidakadilan itu yang membuatnya tak percaya lagi pada Tuhan. Tuhan yang akan menerakakan orang-orang yang baik, hanya karena sejak lahir dia tidak beragama. Hanya tidak mengikuti perintah ritualnya, padahal tetap mengerjakan amal kebaikan. Meski manusia-manusia beragama itu seringkali membakar cafe-cafe, membunuh manusia lain, korupsi, berzinah, berbohong saat kampanye, dan lain sebagainya, namun tetap berpotensi masuk Surga. Sungguh tak adil!

Keyakinan untuk tidak mempercayai Tuhan itu lama-lama mengental, mengental, dan semakin mengental. Pertanyaan-pertanyaan soal ketuhanan yang tidak bisa dijawab oleh manusia yang mengatakan dirinya bertuhan, tak bisa merobek keteguhan hatinya untuk tetap konsisten untuk Atheis.

“Jadi tidak ada alasanku untuk mempercayai kalau Tuhan itu benar-benar ada!”

Kini air banjir sudah melebihi tinggi ranjang yang dia tiduri. Tubuh mungilnya yang cuma 155 cm itu tenggelam. Lebih tepatnya dia menenggalamkan diri. Dia mati masih dengan prinsip keatheisannya yang tak tergoyahkan. Kumandang Adzan Magrib dari sebuah surau kecil dekat rumahnya, sudah tak berarti lagi. Percuma saja. Dia memang benar-benar sudah mati. Padahal sebelumnya Tuhan masih memberikan kesempatan dia untuk bertobat. Tuhan masih memberikan waktu agar dia insyaf dan mengakui eksistensi Tuhan.




Kalau saja dia mengucapkan Syahadat Tauhid untuk mengakui keesaan Tuhan, barangkali Allah akan menolongnya. Kalau saja dia megucapkan Syahadat Rasul untuk mengakui Nabi Muhammad sebagai utusan Allah SWT, mungkin Allah juga akan memaafkannya. Asyhadu an-laa ilaaha illallah. Wa asyhadu anna muhammadar rasulullah. Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi, Nabi Muhammad utusan Allah SWT.

Tengelam dalam banjir dalam kondisi sakit di sebuah ranjang, adalah akhir dari kesempatannya. Kesempatan yang diberikan Tuhan. Dua peristiwa sebelumnya, tak membuatnya berpikir dan percaya akan eksistensi Tuhan. Kecelakaan pesawat beberapa tahun lalu, yang menewaskan puluhan orang dan dia berhasil selamat. Tabrakan beruntun di tol itu, juga belum membuatnya kapok. Nafas buatan, bantuan darah segar, kaki yang patah, masih belum mengubur semangatnya untuk tetap menjadi Atheis. Sampai akhir ajalnya ditelan banjir besar hari ini, merupakan bukti konsistensi prinsipnya. Sekali lagi dia tak mau berpikir, apalagi berdzikir pada Tuhan.

Agama memang diciptakan agar manusia mau berpikir. Bukan untuk mereka yang bodoh seperti dia.


all photos by Brillianto K. Jaya

Senin, 09 Februari 2009

KADO VALENTINE TERINDAH

Mungkin ini yang dinamakan hukuman bagi anak durhaka. Aku yang ganteng ini begitu tersiksa. Mau melakukan apa-apa salah alias serba salah. Mau marah-marah, nggak ada manusia yang layak buat dimarahin. Mau ngajakin berantem, nggak ada satu manusia pun yang membuat diriku tersingung. Mungkin beginilah mementum saat Malin Kundan dikutuk sama Mama-nya jadi batu sebagai anak durhaka.

Sebenarnya sudah lama aku dinasehati Mama dan Papaku agar selalu makan buah dan sayur. Soalnya buah-buahan serta sayur-sayuran ciptaan Tuhan itu sumber vitamin. Yang bisa membuat segala kebutuhan yang ada di tubuhku bisa berjalan dengan sempurna. Kayak lagu Andra and The Backbone: “Sempurna”.

“Tapi aku nggak suka sayur, Ma,” kataku pada Mama.

“Tapi kamu harus makan sayur, Nak,” kata Mama padaku.

“Tapi aku nggak mau, Ma,” kataku lagi.

“Tapi kamu harus mau, Nak,” kata Mama lagi.

Adu ngotot seringkali terjadi. Namun, adu ngotot nggak pernah berakhir dengan tawuran sebagaimana Mahasiswa Indonesia tercinta ini, dimana ngotot sedikit atau aspirasinya nggak diterima berubah jadi Monster yang menjadi anarkis. Adu ngotot aku dengan Mama juga nggak berakhir jotos-jotosan sebagaimana para sepakbola PSSI yang terhormat, dimana gara-gara hal sepele wasit bisa benjol atau ditimpuki supporter norak. Adu ngotot aku dan Mama tetap dengan hati dingin, kepala jernih.

“Tapi aku nggak suka buah, Ma,” kataku pada Mama.

“Tapi kamu harus makan buah, Nak,” kata Mama padaku.

“Tapi aku nggak mau, Ma,” kataku lagi

“Tapi kamu harus mau, Nak,”kata Mama lagi.



Inlah yang aku rasakan sekarang. Berada di tengah kemacetan lalu lintas Jakarta yang menyengsarakan. Tepatnya di pintu masuk tol Kebon Jeruk. Untung aku nggak punya rumah di sekitar situ. Najis banget tiap hari berjumpa dengan kemacetan kayak begini. Untung nggak ada yang pernah menawari rumah atau apartemen di sepanjang area situ. Nggak banget! Ini belum bayar tol di gerbang tol. Ini belum juga masuk ke gerbang tol berikutnya, gerbang tol dalam kota. Gokil!

Inilah yang aku rasakan sekarang. Menahan sakit perut yang gokil di tengah kemacetan. Padahal aku harus mencarikan hadiah Valentine buat kekasihku yang tercinta. Ini hadiah pertama dan harus spasial. Karena aku baru merayakan Valentine yang pertama di tahun ini dengan kekasihku yang wajahnya mirip Susi Susanti. Tapi perutku sakit. Aku sakit perut.

“Kalo makan buah setiap hari, Pup kamu pasti lancar setiap hari.” Nasihat Mama saat ini selalu membayang-bayangiku. Nasihat itu jadi begitu penting. Very important!

Mungkin benar, kalo saja aku mengikuti nasihat Mama untuk makan buah setiap hari, perutku nggak akan sakit. Pup akan lancar selancar kayak jalanan Jakarta kalo lagi Lebaran. Mungkin benar, kalo aku ikuti nasihat Mama, nggak mungkin aku akan menderita lahir maupun bathin seperti sekarang ini. “Rasain anak durhaka!”

Aku tipe orang yang cuek sama Pup. Buatku, Pup is only pup. Nothing spesial. Aku menjalankan ibadah Pup nggak rutin. Terserah kapan aku mau, kapan perutku mulai sakit. Padahal aku yakin, Pup sangat tesiksa di dalam perutku, sebagaimana aku tersiksa menahan sakit perut ini.

Aku bukan tipe yang memaksakan kehendak. Kalo memang perut nggak sakit, ngapain kita harus Pup? Bukankah itu tandanya Pup nggak mau keluar? Nggak boleh dipaksa dong si Pup buat keluar? Memaksa sama saja melanggar hak asazi, dalam hal ini hak asazi Pup yang sudah dilegalisasikan dalam Undang-Undang (UU) HAP alias Hak Asazi Pup. Namanya UU, ya kudu dipatuhi dong?

“Kalo makan sayur setiap hari, Pup kamu pasti lancar setiap hari. Serat-serat yang ada di sayur, membantu melonggarkan Pup kamu. Pup kamu akan keluar mulus, semulus jalan tol Cilengsi,” kata Mama.

Aku melihat jam tangan yang baru aku beli kemarin, jam tangan merek Jean Richard. Jarum pendeknya menunjukkan angka 4 dan jarum panjangnya menunjukan angka 6. It means pukul 15:30 wib. Padahal toko yang menjual aneka kado Valentine itu tutup 16:00 wib. It mean waktu tinggal 30 menit lagi.

“Bisa nggak ya mengejar 30 menit menuju toko itu?”

Pertanyaanku dalam hati hampir dipastikan 90% bisa dijawab. And the answer is IMPOSIBLE! Yaiyalah! Jarak toko dengan lokasi kemacetanku masih 5 kilometer. Mending kalo laju mobil bisa digeber sampai 200 km/ jam, bisa dipastikan aku bisa cepat sampai. Ini mah jalan mobilku kayak kura-kura. Jalan cuma setengah meter, setelah itu berhenti setengah jam, sehingga menyebabkan setengah edan.

Akhirnya aku bisa sampai ke gerbang tol dan membayar tol. Seperti biasa, aku harus membayar uang tol dan menyerahkan kartu tol. Sebuah rutinitas yang menyebalkan. Kenapa? Pertama karena aku harus membayar tol. Padahal tol ini sudah untung. Then why do we have to pay? Buat membayar gaji Pegawainya kale! Lho?! Pajak-pajak yang dipungut Pemerintah memangnya nggak cukup buat membayar para Pegawai BUMN ini?




Rutinitas menyebalkan kedua, membayar untuk sebuah kemacetan. Terkadang aku dan beberapa pengguna tol seringkali ngedumel, tapi tetap dilakukan. Masuk tol, membayar tol, dan mendapatkan kemacetan. Begitu di tol macet, protes. Kok jalan bebas hambatan pada kenyataan jalannya tetap terhambat? Begitulah manusia. Salah sendiri, menyalahkan orang lain, kayak diriku yang ganteng ini.

“Mbak di tol ini ada WC nggak?” tanya aku ke Petugas tiket tol yang kebetulan berjenis kelamin wanita.

“Kalo di sepanjang tol ini sih nggak ada,” kata Petugas tol itu. “Kalo mau nanti di Cibubur Pak. Di situ ada rest area. Di situ ada WC-nya. Bapak puas mau ngapain aja di WC itu.”

“Itu mah saya tahu, Mbak. Masa saya harus menahan Pup sampai Cibubur? Memangnya Mbak mau bertanggungjawab pada Pup saya?”

“Kalo gitu, mending Bapak keluar tol aja sekarang dan cari Pom Bensin atau restoran. Numpang Pup deh.”

Ide Petugas tol terpaksa aku lakukan. Ini barangkali konsekuensi logis dari anak durhaka kayak diriku. Yang nggak mau mengikuti nasihat Mama untuk makan buah dan sayur. Yang nggak mau memaksakan diri Pup setiap hari. Yang sok mengangkat masalah hak asazi dalam persoalan Pup ini. “Rasain anak durhaka!”




Aku kini berada di Pom Bensin. Bukan Pom Bensin di Plumpang. Tapi Pom Bensin di Kebon Jeruk. Di WC situ, aku melakukan aksi Pup besar-besaran. Kenapa disebut besar-besaran? Karena perutku sudah menjadi besar gara-gara Pup sudah aku tahan selama tujuh hari tujuh malam. Sekarang saatnya melahirkan. Bukan melahirka manusia. Tapi melahirkan Pup agar aku nggak sakit perut.

“Eeeeeeeeeeeeeee.” Itu suara saya ngeden. Bahasa Indonesia yang baik dan benar sebagai pengganti kata “ngeden” adalah memaksa Pup supaya keluar.

“Eeeeeeeeeeeeeee.” Ngeden part dua. Ada air sedikit dari lubang pantat.

“Eeeeeeeeeeeeeee.” Ngeden part tiga. Ada darah sedikit dari lubang pantat.

“Eeeeeeeeeeeeeee.” Ngeden part empat. Ada air dan darah dari lubang pantat.

“Pluk!” Akhirnya keluar juga.



Ajaib. Entah Tuhan mendengar keinginanku atau memang akibat kelakukan dari anak durhaka, sesuatu keluar dari pantatku. Bukan Pup. Tapi sebuah kado. What?! Iya sebuah kado warna pink yang aku bayangkan selama kemacetan tadi. Mungkin aku akan memberikan kado ini pada pacarku. Pasti pacarku akan menyukainya. Sebaiknya mereka yang merayakan valentine melakukan hal yang sama kayak diriku. Pup!

“Inilah kado valentine terindah yang pernah aku lihat!” Kataku sambil memegang dan menciumi kado itu.

all photos by Brillianto K. Jaya

PRESIDEN FRUSTRASI

Presiden Sugeng akhirnya frustrasi juga. Bapak Pembangunan Nasional ini benar-benar nggak nyangka kalo menjadi Presiden susah juga. Nggak kepikiran, mengatur Negara sama susahnya kayak Tuhan mengatur manusia buat masuk ke Surga. Sama beratnya kayak ngajarin Mahasiswa atau LSM supaya aksi demonstrasi yang mereka lakukan nggak anarkis.

Ketika awal-awal sebelum menjadi Presiden, Sugeng memiliki hasrat luar biasa untuk memimpin Negara. Dia sudah punya blue print bentuk Negera seperti apa yang akan dijalankan jika kelak jadi Presiden. Begitu visoner-nya Sugeng, sampai-sampai dalam blue print-nya itu, dia membuat sebuah prototipe warga negara yang akan mengisi negaranya kelak.

”Saya nggak mau ada warga negara saya yang menjadi Koruptor,” tegasnya. ”Warga negara yang saya pimpin harus bersih sebersih-bersihnya. Kayak tagline sebuah iklan: bersih bersinar, Sunlight!”



Sugeng sudah merancang alat yang membuat bersih warga negara agar terbebas dari virus korup. Alat tersebut mirip Detector yang seringkali ada di gedung-gedung perkantoran atau pusat perbelanjaan. Alat itu akan bunyi kalo ada warga yang tertangkap memiliki hati yang korup. Detector itu bernama Detector of Hati Nurani.

Begitu canggihnya kah Detector itu?

Itulah kehebatan blue print Sugeng. Otaknya mirip Habibie. Badannya mirip Ade Rae. Klop! Namun terus terang, alat canggih itu pasti supermahal, karena supersensitif. Mana ada alat yang bisa mendeteksi hati nurani manusia? Lie Detector pun cuma sanggup mendeteksi kebohongan, bukan hati yang jelas-jelas nggak bisa diajak berbicara.

Perjalanan karir Sugeng sampai akhirnya menjadi Presiden berawal dari Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Beberapa tahun lalu, Sugeng bersama pasangannya Mudjiono mengikuti pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat. Media masa menyingkat pasangan ini sebagai pasangan Sugmud. Saingan mereka cuma pasangan Muzani dan Charles (Muzchar).

Dalam pemilihan pertama, Muzchar berhasil menang tipis. Kemenangan Muzchar menimbulkan protes pasangan Sugmud. Menurut Sugeng, ada kecurangan di satu daerah. Kecurangan itu adalah pengelembungan suara.




“Harus diadakan pemilihan ulang!” Protes Sugeng.

Awalnya Organisasi Pemilihan Umum Kampung (OPUK) nggak setuju melakukan pemilihan ulang. Kenapa? Ngabis-ngabisin duit kali! Mending uang pemilihan itu diberikan ke rakyat miskin atau buat rakyat yang kelaparan. Tapi Sugeng nekad. Dia tetap ingin pemilihan ulang.

“Sekali merdeka tetap merdeka! Sekali ulang tetap ulang!”

Akhirnya OPUK melakukan pemilihan ulang di satu daerah yang dianggap angka pemilihnya digelembungkan oknum. Eh, pemilihan ulang itu ternyata memenangkan kembali pasangan Muzchar. Angkanya 216.293 suara untuk Muzchar dan 195.115 untuk pasangan Sugmud.

Kalo Sugeng memiliki hati yang lapang, kekalahan itu pasti akan diterima dengan rasa hormat. Dala sebuah pemilihan, pasti ada yang kalah ada yang menang. Ada yang dianggap curang ada yang dianggap jujur. Kalo di dunia jujur dikalahkan oleh curang, itu memang takdirnya. Kalo di dunia ada kejujuran, bisa-bisa Pedagang nggak laku, Politisi nggak akan dipilih Rakyat, bisa-bisa Pemilik SIM nggak akan mudah punya SIM.

“Tapi di negara hukum, kekalahan ini harus dihadapi dengan hukum juga!” kata Sugeng berapi-api. “Saya akan gugat perkara ini sampai titik darah penghabisan dan saya akan minta pemilihan ulang lagi...”

Pemilihan ulang berlangsung lagi untuk kedua kalinya. Kali ini di daerah lain yang konon juga diragukan keabsahan suarannya. Sayang, lagi-lagi pasangan Muzchar menang. Kalo Sugmud cuma mendapat 144.238 suara, Muzchar mendapat 253.981 suara. Dalam pemilihan ulang itu, ada suara nggak sah, yakni 8.862 suara.

Seperti sebelumnya, Sugeng nggak puas dengan hasil penghitungan itu. Akan terlihat tolol kalo dia minta diulang untuk ketigakalinya. Mending kalo menang, kalo kalah lagi? Wajahnya yang sudah tebal kayak tembok gara-gara nggak tahu diri dan nggak besar hati ini akan semakin tebal. Kekesalan itu mengakibatkan Sugeng akhirnya memutuskan keluar dari pulau yang melahirkannya. Pulau tempat dimana ia pernah pacaran, kawin, cerai, kawin lagi, cerai lagi, lagi-lagi kawin, lagi-lagi cerai, dan memutuskan diri bujangan again. Nggak cuma pulau. Ia juga keluar dari kewarganegaraan yang pegangnya selama ini.




I’m quit!” katanya. “Saya sudah muak diperlakukan nggak adil oleh Pemerintah. Silahkan ambil KTP saya, SIM saya, STNK mobil saya, dan Paspor saya. I’m out of here!”

Sugeng berkelana keluar pulau dan akhirnya terdampar di sebuah pulau yang indah jelita. Di pulau yang masih perawan ini, Sugeng akhirnya mendirikan sebuah negara kecil. Nama negara itu United State of Sugeng (USS) atau bahasa Indonesia yang sudah melalui ejaan yang disempuranakan bernama Sugeng Serikat. Sugeng pun sekarang layak dipanggil Presiden Sugeng.

Pada saat Sugeng Serikat berdiri, belum ada satu orang pun di pulau itu. Cuma Presiden Sugeng seorang. Tapi dia nggak peduli. Dia tetap menciptakan lagu kebangsaan dan bendera negara. Oleh karena Presiden Sugeng nggak bisa menciptakan lagu, maka lagu kebangsaan Sugeng Serikat dicomot dari lagu Project Pop, dimana hak royaltinya nanti akan diberikan setelah perekonomia Sugeng Serikat maju.

Andai aku Pasha Ungu
semua wanita kan memburuku
Bila aku Ariel Peterpan
kau yakin ngefans karena urang keren

Sexy badannya.. Mulan Jameela
cantiknya dia seperti aku
Giring Nidji sahabat aku
dekat denganku.. dialah aku..

Tapi kenyataan aku bukan siapa-siapa
kuingin engkau mencintaiku apa adanya

Reff:
Ku bukan superstar kaya dan terkenal
Ku bukan saudagar yang punya banyak kapal
Ku bukan bangsawan, ku bukan priyayi
Ku hanyalah orang yang ingin dicintai

Haa haa haaa… Haa haa haaa…

Andai ku Letto wis pasti aku wong jowo
Tapi kenyataan aku bukan siapa-siapa
kuingin engkau mencintaiku apa adanya

Back to reff

Kata orang ku mirip Glenn Fredly
suara merdu, wanita jatuh hati
Namun semua itu hanya mimpi bagimu woohoo~

Jadi… semua itu hanya mimpi?
Ya iya laah… masya ya iya dong
duren aja dibelah bukan dibedong

Back to reff

Kamu bukan super, kamu bukan setar
Kalo digabungin kamu bukan supersetarr..
Ku bukan bangsawan, ku bukan priyayi
Ku hanyalah orang yang ingin dicintai
Haa haa haaa… Haa haa haaa…





Lagu kebangsan ini nantinya harus dinyanyikan setiap kali warga negara Sugeng State melakukan aktivitas apa saja. Misalnya naik angkot. Sebelum naik angkot, Penumpang harus menyanyikan lagu kebangsaan ini dihadapan Supir dan Penumpang lain. Begitu pula pada saat makan bakso, si Customer harus menyanyikan ke Tukang Bakso. Ini dilakukan supaya jiwa patriotik tetap bersemi.

Satu per satu orang masuk ke pulau itu. Setiap kali masuk, Presiden Sugeng selalu mengintrograsi orang-orang itu. Kalo setuju dengan peraturan yang diterapkan Presiden Sugeng, orang itu boleh tinggal di pulau yang kini kita sebut sebagai negara Sugeng Serikat. Kalo yang nggak setuju, orang tersebut harus segera angkat kaki meninggalkan pulau. Sebelum diusir, biasanya orang tersebut dikasih tato terlebih dahulu. Tulisan di tato itu adalah: Endangered Species.

Kini jumlah warga Sugeng Serikat sudah 2.000 orang. Mereka hidup berpasang-pasangan. Tapi ada juga yang masih Bujangan dan Perawan. Buat mereka yang belum married, dipaksa buat married. Di Sugeng State, nggak boleh ada yang berzinah atau selingkuh. Pasangan harus melakukan hubungan intim dengan pasangannya. Yang bukan pasangannya akan dicambuk pakai ular kobra. Selain itu, mereka yang tertangkap basah homo atau lesbian akan disiksa. Tangannya akan diikat lalu dijatuhkan dari halikopter dengan ketinggian 2.000 mil dari atas laut.
“Semua harus mematuhi peraturan yang saya buat. Ingat! Saya mendewakan hukum. Saya membuat negara ini menjadi negara hukum gara-gara dahulu saya diperlakukan tidak adil oleh hukum negara saya terdahulu.”

Menurut Presiden Sugeng, dia nggak mau lagi mengulangi kesalahan negaranya terdahulu. Bahwa hukum selalu dipermainkan. Bisa dibeli dengan uang. Ada uang hakim sayang, nggak ada uang hakim marah-marah. Semua Keputusan Hakim bisa berlandaskan uang. Masa Pencuri ayam waktu tahanannya lebih lama sama Koruptor yang mengambil uang rakyat sebanyak trilyunan?

Hukum di negaranya terdahulu bullshit! Masa ada Menteri Hukum bisa bebas dari jeratan hukum? Padahal jelas-jelas Korup. Padahal jelas-jelas nilep uang. Masa ada mantan Presiden yang terlilit kasus Korupsi trilyunan masih bisa cuap-cuap seenak udelnya? Aneh!

Itulah kenapa Presiden Sugeng ingin membuat negara Sugeng State ini menjadi negara jujur. Negara hukum yang bebas korupsi. Bebas kemaksiatan. Bebas asap rokok. Dan bebas dari perselingkuhan. Untuk hal yang terakhir, Sugeng State menjamin para Istri nggak akan menemukan suami tidur dengan Istri orang. Menjamin pula, suami nggak akan melakukan poligami. Sementara buat Suami, UU Sugeng State menjamin Istri akan selalu menjadi Bidadari selama menjalin rumah tangga. Menjamin Istri jago di ranjang sebelum bertarung dengan Suami, sehingga Suami akan merasa puas.

Dalam tatanan ekonomi, UU Sugeng State menjamin seluruh anak sekolah. Nggak boleh ada anak yang nggak sekolah. Kalo ketahuan anak nggak sekolah, orangtuanya akan dipanggil ke Pengadilan SIM. Kenapa Pengadilan SIM? Karena SIM adalah singkatan dari Surat Izin Mengemudi. Lho itu kan sama saja dengan negara tetangga? Apa hubungan SIM dengan anak sekolah?

“Mengemudi itu sama saja mengendalikan,” jelas Presiden Sugeng. “Mengendalikan berarti kita harus sadar apa yang akan kita kendalikan. Kalo kita sadar, kenapa kita nggak bisa mengendalikan diri untuk menjaga anak-anak agar bisa sekolah. Harusnya sebagai orangtua mereka harus bisa menggendalikan anak-anak?”

Sayang seribu kali sayang. Visi Presiden Sugeng untuk menjadikan negara Sugeng Serikat menjadi negara bebas korupsi, bebas polusi, dan bebas perselingkuhan, nggak sesuai kenyataan. Praktek di lapangan, Korupsi merajalela. Asap rokok mengepul dimana-mana sehingga menyebabkan polusi. Perselingkuhan di sana-sini, karena Suami nggak tahan melihat Istri orang yang lebih seksi.



Ekonomi morat-marit. Warga Negara banyak yang nggak patuh akan UU. Penyogokan pada Hakim terjadi. Bahkan lebih dahsyat dari negara tetangga. Anak-anak yang nggak sekolah makin banyak. Polisi kewalahan menyidangkan orangtua anak-anak yang nggak sekolah itu. Warga jadi malas menyanyikan lagu kebangsaan “Bukan Superstar”. Padahal Project Pop belum menerima royalti barang seperak pun.

“Aku frustrasi!”

Nggak adanya instansi yang mengawasi roda pemerintahan Sugeng Serikat, membuat Presiden Sugeng frustrasi. Dia merasa orang yang sudah melewati Detector-nya akan jujur dengan hatinya, ternyata asumsinya salah. Hati ditambah nurani belum tentu sama dengan ucapan. People change! Nggak ada yang absolut.

Perjalanan karir Presiden Sugeng berakhir di sebuah iklan print ad. Setelah berkonsultasi dengan beberapa Menteri, Presiden Sugeng memutuskan untuk menjual Negara Sugeng Serikat. Seperti apa bunyi iklannya itu?

Dijual sebuah Negara berdaulat beserta 2.000-an Warga Negara. Peminat diutamakan mereka yang belum memiliki Negara, tapi ingin sekali menjadi Presiden. Negara ini cocok untuk Anda yang tersingkir menjadi Presiden atau mantan Presiden yang masih ingin jadi Presiden. Segera hubungi no 0819-0809XXXX karena butuh uang cepat.


all photos by Brillianto K. Jaya

NOTHING IS MORE IMPORTANT



Nothing is more important than feeding. Not only feeding the human, but also feeding the animal. Can you see that? Spending most of their time to feeding these animal is very cool. They are so happy and I'm so crazy. Feeding mean also giving. Did you ever give someone who need something? Not only money, but attantion. Don't ever feel successful before giving something to someone, at least your children and your wife. Family is so important to me


video by Brillianto K. Jaya

HOW MUCH DO YOU KNOW?



Hi! Come see a place where you can see many old buildings. For those who like old building or old cafe, this area give you possible to imagine the old story. This is tough and seems impossible to keep all same as they be. Because of Modernism. Because of Money. Because of Capitalism concept. And everything can ruin all of these. Are you the one who want to destroy the history? Don't ever think of it! Enjoy while you can see all. Staring what you want to stare.


video by Brillianto K. Jaya

IS THERE ANY SPACE FOR MY LOVE



Sad but true. For one reason or another, relationships don't always work out. Is time to split? And try to find another one? Better not. It's a sad fact, but please keep your partner be with you. Really! Relationship need process. Relationship need patient. Sometimes never fun, somtimes a lot of crazy things we make. Give a space for love for you and your partner. Everything gonna be alright!


video by Brillianto K. Jaya

Jumat, 06 Februari 2009

KONSULTAN BUNUH DIRI

Apapun akan dilakukan Yusril asal nggak ditembak mati. Menurutnya, ditembak mati nggak lebih asyik dibanding hukuman gantung. Nggak lebih nikmat pula disuntik mati atau dihukum mati via kursi listrik.

Yusril hari ini harus memutuskan mana yang cocok buat mengakhiri hidupnya. Tanpa keputusan dari dirinya sendiri, Pemerintah yang akan memutuskan. Buatnya, Keputusan Pemerintah bisa membuat malu dirinya di depan seluruh keluarganya, seluruh mantan anak buahnya, seluruh anggota Partai, seluruh ummat yang pernah menghadiri ceramah-ceramahnya, dan seluruh-seluruh lain.



“Nama Anda mengingatkan saya pada salah satu Menteri Kabinet....,” kata Djoko Legowo, pemilik biro konsultan PT Lemes Nikmat.

“Oh, tidak! Tidak!” Yusril memberhentikan kalimat Djoko. Yang Anda maksud Prof. DR. Yusril Adinegoro itu kan?”

“Yap!”

“Saya bukan dia, Bung! Dia orang baik sedang saya orang jahat. Dia pernah menjadi Menteri HAM, sedang saya cuma Mantri yang Tukang nyuntikin orang dan Ustadz.Kebetulan aja namanya sama...”

"Tapi kayaknya sih wajah keren kamu dibanding dia ya?"

"Yaiyalah! Masa yaiyadong?! Gini-gini saya bekas Cover Boy majalah Kloset..."

"Oh, pantas! Wajah kamu kayak WC..."

Begitu jujurnya Yusril membeberkan biodatanya. Begitu naif-nya pula doi mengaku penjahat. Seberapa jahat Yusril sehingga doi tega mengecap dirinya jahat atau Penjahat? Memangnya apa saja yang dilakukan doi sehingga begitu jujurnya mengaku Penjahat? Bukankah doi seorang Mantri yang memiliki segudang reputasi indah menolong orang lain? Bukankah doi juga seorang Ustadz yang selalu memberikan ceramah-ceramah dengan bahasa Indonesia yang indah plus ayat-ayat suci Al-Qur’an?

“Yusril penjahat!” Kata-kata kasar dan tendensius itu ditulis di media cetak beberapa hari lalu. Ketika warga RW 07 menemukan bukti-bukti otentik keterlibatan Yusril dalam melakukan beberapa modus korupsi. Apa saja modusnya? Datang telah dan pulang cepat. Itu adalah modus korupsi waktu.

Sebagai Karyawan yang baik, seharusnya datang dan pulang sesuai ketentuan kantor. Kalo kantor menetapkan masuk kantor pukul 08.30, ya harusnya datang pada jam segitu. Nggak boleh kurang dari jam segitu, atau melebihi dari jam segitu. Harus pas. Sebab, dengan keterlambatan datang dan kecepatan pulang, akan mempengaruhi jumlah produktivitas kerja.

“Bukankah kita wajib kerja minimal 8 jam setiap hari?” kata staff RW 07 di lingkup Departement HRD yang melaporkan modus korupsi yang dilakukan Yusril.

“Kalo lebih dari 8 jam tapi nggak ada kompensasinya?” bela Yusril.

“Hitung-hitung pengabdian ke kantor. Kalo nggak cocok dengan kantor yang nggak ngasih kompensasi, resign aja. Gitu aja kok repot?!”

Modus korupsi kedua yang dilakukan Yusril adalah mengeluarkan kalimat nggak sesuai dengan kenyataannya. Ini dianggap sebagai “korupsi ucapan”. Ada Undang-Undang (UU) yang melarang warga RW 07 yang “korupsi ucapan”. Bunyi UU-nya begini: “Barangsiapa yang berjanji pada anggota warga sesuatu hal namun tidak sesuai kenyataan sehingga anggota warga tersebut marah dan kecewa, maka orang yang berjanji ini disebut sebagai Koruptor, karena sudah mencuri kata-kata yang tidak benar agar terlihat benar”.




Sebenarnya di luar RW 07, soal “korupsi ucapan” sudah sering diperdendangkan oleh para Politisi. Sekali-sekali hadirilah kampanye Calon Gubernur dan Wakil Gubernur di sebuah daerah. Atau datangilah pula kampanye Calon Bupati dan Wakil Bupati di sebuah kampung. Di situ akan bertebaran janji-janji yang akan dikorupsi oleh mereka sendiri. Ada 1000 janji di kampanye. Tapi cuma direalisasikan 20 janji ketika mereka terpilih.

“Jadi sebaiknya saya mati dengan cara apa, Pak?” tanya Yusril pada Pak Djoko.

Pak Djoko yang Yusril temui siang ini memang bukan sembarang orang. Doi ahli di bidang hukuman mati. Setiap Politisi, Pengusaha, Ustadz, Kiai, Pastur, Guru Honorer, Pekerja Seks Komersial, Tante Girang, dan profesi-profesi lainnya yang hendak mati selalu berkonsultasi dengan Pak Djoko.

Entah apa yang membuat bisnis Pak Djoko begitu menggurita seperti sekarang ini. Bahkan jumlah outlet bisnis yang di-franchise-kan olehnya ini hampir mencapai 100 outlet. Gokil nggak seh? Padahal sebelumnya, nobody peduli dengan bisnis konsultan ala Pak Djoko ini. Mereka menghina bisnisnya dan menyamakan bisnisnya kayak bisnis Tuyul yang nggak jelas.

“Mana bisa sukses? Bisnis kok bisnis konsultan bunuh diri?” Itu kata seorang Pakar Telematika yang rada sok tahu dan kerjaannya mengutak-atik urusan orang, padahal ngurusin diri sendiri nggak becus.

“Harusnya bisnis yang nggak aneh-aneh. Bisnis kodok ngorek gitu!” Kata Pengusaha Cabe Rabit yang nggak suka makan sambal ini.

“Sing boten-boten ae...” kata orang Jawa kelahiran Sumatera.

Bisnis konsultan bunuh diri. Nama yang ada di logo kartu nama Djoko itu seringkali membuat orang-orang tertawa terpingkal-pingkal. Seringkali membuat orang-orang memegang jidat Djoko dan menyamakan jidatnya dengan pantat mereka.

Sebuah penghinaankah? Sebuah tanda mengijak-injak harga diri?

Itu dahulu saudara-saudaraku yang budiman. Sekali lagi itu dahulu. Seperti yang sudah dikatakan di atas, kini Djoko hidup tenang di sebuah rumah besar dengan puluhan mobil mewah yang besar-besar, termasuk memiliki istri berdada besar. Doi sudah sukses. Sekali lagi outletnya sudah mencapai 100 outlet.

“Dahulu orang nggak punya visi,” kata Djoko yang dikutip dari interview-nya dengan televisi CNN. “Seharusnya orang-orang punya otak bisnis. Kematian memiliki secercah peluang bisnis yang bisa mengeruk keuntungan lumayan. Alhamdulillah, saya sudah merasakan kesuksesan dari visi saya ini”.

“Anda yakin mau bunuh diri?”

“Yakin Pak!” tegas Yusril.

“Anda punya keluarga, lho. Istri Anda cantik luar dalam. Anda punya anak-anak yang lucu-lucu dan menggemaskan. Anda pun seorang Ustadz bukan?”

“Ustadz juga manusia Pak. Seperti lagunya Seriues ‘Ustadz Juga Manusia’. Sudah pernah dengar kan Pak?”



“Judulnya bukan itu tolol!” Pak Djoko sewot. Dia merasa dikorupsikan pengetahuannya oleh Yusril. Padahal selain Konsultan, Pak Djoko juga Musisi yang jelas mengikuti tren musik, termasuk lagu yang dinyanyikan Cendil dan kawan-kawan itu: “Rocker Juga Manusia”.

“Kalo Bapak sudah yakin, saya juga yakin, dan kita sama-sama yakin. Bukan begitu?”

“Betul, Pak. Jadi apa saran Bapak untuk mengakhiri hidup saya di dunia fana ini?”

Pak Djoko sejenak berhenti bicara. Kayak-kayaknya sedang berpikir. Yusril nggak berani mengganggu Pak Djoko yang lagi berpikir. Takut dikemplang, ditonjok, atau setidak-tidaknya dicium pipinya pake bakiak.

Akhirnya...

“Selama beberapa hari ini, Bapak nongkrong di Salemba...”

“Nongkrong? Saya ingin mati Pak! Kok disuruh nongkrong?”

“Diam dulu! Bapak mau mati apa nggak?” Pak Djoko marah. Kalimatnya yang belum selesai itu sudah dikorupsi oleh Yusril. Yusril kaget bukan kepalang atas kemarahan Pak Djoko. Kekeliruan itu diakhiri dengan permintaan maaf Yusril karena telah mengkorupsi penjelasan Pak Djoko.

“Nggak akan lama lagi, akan ada tawuran antarmahasiswa di Salemba. Kalo tawuran itu terjadi, Bapak berdiri di tengah-tengah tawuran itu. Dijamin Bapak akan mati. Batu-batu yang diterbangkan para intelektual muda itu akan mengenai kepala Bapak. Kepala Bapak akan pecah dan berdarah-darah. Begitu berdarah, please jangan boleh ada orang yang menolong Bapak, even Petugas dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo...”

“Baik, Pak...”

“Bapak setuju dengan hasil konsultasi ini?”

“Sangat sangat sangat setuju! Seharusnya Koruptor-Koruptor lainnya berdiri kayak saya ya? Biar ditimpuki mahasiswa...”

“Moga-moga nanti akan begitu. Sekarang dimulai dari Bapak saja dulu...”




Yusril begitu ceria sekembalinya dari biro konsultan milik Pak Djoko itu. Beberapa hari setelah konsultasi, Yusril nongkrong di Salemba buat menunggu ada tawuran mahasiswa. Tapi nongkrongnya ditemani oleh dua orang Aparat Keamanan. Sambil mengisi waktu, doi ngobrol dengan para Pedagang Kaki Lima yang berada di sepanjang trotoar. Dari Pedagang ini, Yusril baru tahu kalo mereka sangat senang berjualan di situ. Meski menyusahkan para Pejalan Kaki yang penting mereka untung. Apalagi keberadaan mereka didukung oleh para Mahasiswa.

“Bapak nggak takut sering ada tawuran?” kata Yusril sok memancing.

“Ah, itu biasa. Namanya juga manusia. Ada yang kaya, ada yang sirik. Yang kaya ditimpuk yang sirik. Yang kaya sok pamer-pamer membuat dongkol si sirik. Jadinya ya tawuran deh. Tapi biasalah! Sudah bukan hal yang perlu ditakuti...”

“Tapi kok lama banget sih nggak ada tawuran?”

“Sabar lah Om. Katanya orang sabar disayang Tuhan. Bentar lagi juga ada...”

Sampai tulisan ini diturunkan, Yusril masih menunggu terjadinya tawuran. Hayo dong tawuran! Masa nggak terjadi sih? Katanya intelektual muda? Katanya mahasiswa yang punya otak? Mana tunjukan kejantananmu!

"Mending saran saya, Om pergi juga ke Sumatera Utara..." usul Pedagang itu.

"Ngapain ke sana?"

"Om berdiri di gedung DPRD sana. Nungguin Mahasiswa-Mahasiswa melakukan aksi demonstrasi anarkis lagi. Kayak Selasa kemarin itu lho Om. Siapa tahu aja Om bisa mati ditimpukin batu atau kursi..."

Jenius! Rupanya Pedagang yang biasa mangkal di Salemba ini bukan cuma punya otak dagang, tapi otak jadi Konsultan kayak Pak Djoko Legowo. Konsutan bunuh diri. Jangan-jangan Pedagang ini salah satu pemilik outlet usahanya Pak Djoko?


all photos dok.

Kamis, 05 Februari 2009

AN EVENING AT BALAI KARTINI





















all photos by Brillianto K. Jaya

Rabu, 04 Februari 2009

CUMA INGIN CARI MAKAN

Aku bukan Manusia sembarang Manusia. Aku Monyet yang berhati lapang dan punya nurani. Kalo saja ada pemilihan Kepala Daerah dan kalah, aku akan berlapang dada. Aku akan mengakui kekalahanku terhadap musuhku. Mungkin musuhku kuat. Mungkin musuhku punya banyak fans. Kalo pun musuhku banyak uang dan orang-orang disuap, itu pun artinya musuhku cukup kuat dalam segi finansial bukan?

Kenapa aku harus minta pemilihan diulang segala? Kenapa aku harus menggugat ke Komisi yang ngurusin pemilihan Kepala Daerah?

Itu tandanya manusia memang nggak berlapang dada. Coba serahkan ke aku, pasti soal lapang dada akan beres. Atau manusia yang nggak punya lapang dada itu ingin bergantian jadi Monyet seperti aku?



Wajahku memang nggak bisa disejajarkan sama Ariel Peter Pan, karena aku berjenis kelamin wanita. Pun wajahku juga nggak bisa disamakan dengan Luna Maya. Namun aku masih punya hati nurani. Perlu diingat, hati nurani milikku bukan basa-basi. Bukan cuma slogan. Bukan lips service. Hati nuraniku murni benar-benar asli dari sebuah hati yang memiliki nurani.

Tengoklah track record-ku. Aku nggak pernah punya catatan menjadi seseorang yang memerintahkan untuk membunuh orang. Lihat CV-ku, nggak ada dalam deretan pengalamanku yang menginstruksikan anak buahku untuk menyekap para pembangkang dan menyiksanya. Paling-paling aku agak sedikit nakal dengan memanjat-manjat pohon. Paling-paling aku cuma menggigit-gigit flora-flora mentah agar perutku nggak kelaparan. Tapi itu kan nggak dosa?

Kini aku dikerangkeng di sebuah kandang. Aku nggak tahu apa salahku? Aku kan cuma Monyet yang ingin bebas. Aku seorang Ibu dari anak-anak yang udah nggak jelas dimana mereka berada. Aku lapar kebebasan dan lapar beneran. Sekarang aku ingin mencari makan. Kebetulan makan yang tersedia sebungkus nasi Padang. Kebetulan aku memang nge-fans berat dengan orang Padang, sehingga nasinya aku makan. Hai orang Padang, maaf ya kalo nasinya aku makan. Aku kan cuma mau cari makan. Aku kan juga cuma Monyet. Masa Monyet nggak boleh mencari makan?


video by Brillianto K. Jaya

MENITI JALAN

Mencari jalan di tanah lapang seperti ini sulit kulakakuan tanpa bantuan Dia. Kehebatanku, keperkasaanku, dan kepintaranku, akan percuma. Akan sia-sia. Dia lebih hebat dariku. Dia lebih perkasa dariku. Dia lebih pintar dariku.



Even Rambo. Even Bill Gates. Even Megawati. Nggak ada yang bisa mengalahkan Dia. Nobody! Itu sudah jaminan. Nggak bisa diperdebatkan. Meski Dia tak terlihat oleh kita. Meski Dia tak nampak oleh mata saya, kamu, dan Anda. Dia eksis. Oleh karena itu, berpeganglah pada-Nya. Untuk meniti jalan, kemana pun kita akan berjalan. Tanpa Dia, kau akan selalu jatuh. Kalaupun tak jatuh, kau akan tersesat. Percayalah jalan-Nya sebagai jalan yang luar biasa hebatnya.


video by Brillianto K. Jaya

BB-KU, BB-MU, BB KITA SEMUA

Menjangkitnya wabah Blackbarry menjadikan Antariksa tersiksa. Doi jadi merasa minder gara-gara nggak punya piranti kecil mungil canggih yang biasa disingkat BB ini. Maklum, di lingkungan kantornya, udah pada punya BB. Bos-nya punya BB. Teman dekatnya, juga punya BB. Even bawahannya yang gajinya jauh lebih kecil dari Antariksa, juga punya BB.

"Gw kudu punya BB sebelum kesabaran gw habis?" kata Antariksa.



Sebenarnya nggak nyambung banget ngomongin "BB" dan ngomongin "kesabaran". Dua hal yang berbeda. Tapi buat doi, maksudnya Antariksa, "BB" dan "kesabaran" tetap nyambung. Persis lagu yang liriknya berbunyi: "Sambung-menyambung menjadi satu, itulah Indonesia. Indonesia tanah airku. Aku berjanji padamu. Menjunjung tanah airku. Tanah airku Indonesia..."

"Lihat dong BB-ku keren," pamer Rokayah memperlihatkan BB-nya yang dibungkus dengan penutup terbuat dari karet warna pink dan dikasih pita warna merah. Persis kayak kado ulangtahun.

"Kemarin gw juga ikut acara BB-ku," kata Robert yang punya kuping budeg kayak si Bolot. Orang ngomong apa, jawabannya apa. Orang ngomong soal BB yang Blackbarry, eh si Robert ngomong soal lain.

"Maksud loe Bet?"

"BB yang dipanggang itu kan? Yang binatangnya kalo nggak kambing atau babi kan?"

"Yang loe maksud BB-ku itu Barbeque kalee. Ah, tolol amat, loe, Bet!"


Robert memang tolol. Kalo nggak tolol, pastilah orang itu nggak bernama Robert, tapi Bill Gates. Mari kita tinggalkan Robert yang tolol untuk beralih ke Antariksa yang sekarang makin rewel minta dibelikan BB.



Lihatlah Antariksa yang umurnya udah tua, tapi kelakukannya masih minus. Masa minta dibelikan BB sampai nangis meraung-raung begitu? Duduk di lantai sambil menendang-nendangkan kaki kayak anak kecil? Mintanya sama Ibunya pula. Dasar anak Mami! Padahal si Antariksa udah punya gaji. Gajinya cukup buat nyicil kulkas dua pintu. Harusnya doi beli BB sendiri dong? What's happend kalo gitu? Aya wae?

"Gaji kamu buat operasional rumah tangga kita udah habis, Pap. Masa kamu tega mau cicil BB lagi?" Itu istri Antariksa menasehati dengan tulus iklas tanpa pamrih. "Sutralah! BB itu cuma untuk konsumsi gadget mania. Cuma untuk konsumsi manusia-manusia dunia yang mau berlaku autis. Lebih baik kamu tobat deh, Pap!"

"Tapi aku butuh BB. Mobilitasku tinggi, nih! Aku harus ngecek email setiap detik. Upload foto-foto tiap jam. Gonta-ganti status di Facebook tiap melakukan pergerakan-pergerakan..."

"Emang penting ubah status di Facebook? Nggak penting tahu! Emang seluruh dunia harus tahu kamu mau sedang apa, makan apa, isi hatimu sedang gimana, lagi nonton film apa. Emang penting? Pap, kita ini manusia-manusia modern. Mereka itu manusia-manusia norak. Nggak usah ikut-ikut mereka. Kita harus punya prinsip! Ngerti?!"

"Tapi aku butuh BB, Ma..." Antariksa tetap mengiba. Minta uang operasional rumah tangganya diberikan sedikit buat nyicil BB. "Jangan buat aku tersiksa begini. Malu kan sama Bos-ku. Anak buahku. teman-teman seperjuanganku. Mereka semua udah punya BB. Masa aku nggak punya?"

"Begini deh, Pap. Kamu nggak usah beli BB, karena selama ini kamu udah punya BB?"

"BB? Papa punya BB? Mama ngaco!"



"Papa udah punya BB. BB Papa juga banyak mempengarhui hidup orang-orang di sekitar. Mereka jadi mabuk dan mau muntah....."

"Papa nggak ngerti!"

"Apa Papa selama ini nggak sadar punya BB?"

"Enggak!"

"Ya beginilah manusia. Kalo mempunyai sesuatu yang jelek, sok nggak sadarkan diri. Pap, mending sekarang ikut Mama ke warung..."

"Ngapain, Ma?"

"Kita beli deodoran..."

"Deodoran?"

"Iya. Buat menghilangkan BB Papa yang bau busuk itu..."

Begitulah Antariksa. Doi sama dengan teman gw yang ada di kantor yang nggak pernah sadar-sadar kalo udah punya BB. Nggak tahu apa yang menyebabkan teman sekantor gw nggak sadar-sadar. Padahal BB-nya mengganggu seisi kantor. Tiap kali berkeringat, BB pria berwujud gendut dan berperut buncit ini selalu muncul. Mau gw kasih deodoran, kayaknya nggak mempan. Apa kita semprot pake baygon aja kali ya?

all photos by Brillianto K. Jaya

Senin, 02 Februari 2009

MALARIA MALARINDU

Merindukan nyamuk Malaria, itu sama aja nyari penyakit. Namun buat Didu, Aides Aegypi adalah spesies yang perlu dirindukan. Sangat dinantikan kehadirannya di saat-saat sekarang ini.



"Kamu udah yakin mau bunuh diri?" tanya sang Nenek.

"Yakin 100%, Nek," jawab Didu.

"Kalo kamu bener-benar yakin, kenapa nggak minum Baygon? Atau minum obat-obatan terlarang? Atau mungkin menembakkan kepala gitu?"

"Nek, Nenek kan tahu aku anti kekerasan," jelas Didu dengan nada pelan. "Aku ingin mati dalam keadaan smooth. Tanpa kekerasan. Aku bukan penganut aliran yang suka merubuh-rubuhkan tembok MPR/ DPR. Bukan pula pengikut organisasi yang seringkali mengacak-acak kafe. Aku cinta damai, Nek,"

"Lalu bagaimana kamu mati?"

"Aku ingin mati gara-gara nyamuk Malaria..."

Begitulah kisah Didu dan sang Nenek yang bukan Nenek sihir. Sampai kini, Didu masih menantikan nyamuk Malaria dengan penuh kerinduan yang membara. Sayang, kerinduan itu mungkin akan dipatahkan oleh Pak RT 02 RW 07 yang sangat rajin melakukan fogging. Sebuah aktivitas penyemprotan dalam rangka mengusir jentik-jentik nyamuk Malaria.

Sebenarnya penantian Didu juga sia-sia kalo mengikuti teknologi yang dilakukan negara Malaysia soal pembasmian nyamuk. Kalo Indonesia masih memakai sistem kuno buat mengatasi demam berdarah dengue via fogging atau pengasapan, bubuk abate, ataupun pemberantasan nyamuk via MLM (Mulut Lewat Mulut), yaitu program 3M (menguras bak air, menutup tempat air, dan mengubur barang-barang bekas), Malaysia udah lebih maju, cerdas dan kreatif. Negara yang menjadi musuh dalam selimut kita ini membuat pasukan nyamuk yang akan membunuh nyamuk Aedes Aegypti.

Gimana caranya?

Jutaan nyamuk mutan yang berjenis kelamin jantan ini akan disebar dan akan membawa gen pembunuh. Begitu nyamuk ini bertemu dengan nyamuk betina dan kawin, nyamuk-nyamuk jantan ini akan menularkan gen mematikan itu ke nyamuk betina. Canggih kan?

Tentu aja nyamuk yang dipakai bukan nyamuk sembarang nyamuk. Nyamuk-nyamuk ini Ssmuanya udah diseleksi, mirip penyeleksian American Idol. Jutaan pasukan nyamuk Aedes Aegypti ini juga udah dimodifikasi secara genetik, dimana mereka dipersenjatai gen pembunuh.

Uji coba penyebaran nyamuk mutan ini dilakukan oleh Institut Penyelidikan Perubatan Kementerian Kesihatan Malaysia yang bekerja sama dengan Oxitec, perusahaan bioteknologi Inggris.

"Jadi saya nggak bisa mati pake nyamuk, nih, Nek?"

"Nggak bisa! Jadi mending elo back to biasanya manusia-manusia bunuh diri deh. Pake baygon. Oke?"

"OK!"

"Sana cepat beli di warung Bu Maysaroh mumpung belum tutup warungnya!"

"OK! Tapi pinjam uang ya, Nek..."

"Duh gimana sih Cucuku ini?! Udah mau mati, masih nyusahin juga..."


video by Brillianto K. Jaya

Minggu, 01 Februari 2009

EX-BOYFRIEND

“Yang ini dibuang gak, Non?” tanya Mbok Sum, sambil mempelihatkan sebuah surat bersampul pink bergambar hati, pada Dinar.

“Buang!”

“Yang ini, Non?” Mbok Sum bertanya lagi. Kali ini, yang dipegang Mbok Sum sebuah boneka beruang mini. Di leher boneka itu tergantung kartu kecil. Tulisannya: “Happy Valentine’s Day to Dinar. Love Rendy”.

“Buang!”

“Benar, nih, Non?” Mbok Sum menggoda. Matanya melirik-lirik nakal. Pembantu berusia setengah abad yang sudah menemani Dinar sejak kecil ini memang punya kebiasaan seperti itu: menggoda.

Barangkali kebiasaan itulah yang membuat dirinya masih tetap tegar sampai sekarang. Padahal track record hidupnya begitu lirih. Tiga kali ditinggal kabur sang suami yang kawin dengan wanita lain. Menyakitkan lagi, kelima anaknya tak ada seorang pun yang pernah menemuinya. Anak-anaknya semua dibawa ketiga suaminya ke tempat yang sampai saat ini tak diketahui.

“Iya, buang!” Dinar sedikit membentak.

“Gak nyesel?” Mbok Sum masih nakal menggoda Dinar.

“Ihhh! Si Mbok! Kalo aku bilang buang, ya buang!” Dinar geram.

“Buat Mbak Sum aja, ya, Non,” pinta Mbok Sum.

“Buat apa?”

“Buat cucu, Mbok. Habis, bonekanya lucu,” jelas Mbok Sum, sambil memperhatikan boneka yang ia pegang.

“OK, boneka itu boleh Mbok Sum ambil, tapi boneka itu jangan sampai kelihatan di depan mataku ya, Mbok?”

“Beres, Non!”

Dinar sebenarnya suka banget sama boneka beruang mini. Habis, selain lucu, kebetulan beruang adalah binatang favoritnya. Trus kenapa juga boneka itu dibuang? Memangnya gak sayang? Jawabannya: nggak! Kalo sudah terlanjur sakit hati, apapun bisa jadi dibenci, termasuk sama boneka beruang mini itu.

Dinar memang sedang sakit hati. Gak heran, kalo hari ini lagi ada pembersihan besar-besaran. Bukan bersih-bersih kamar, yang rutin biasa dilakukan Dinar saban minggu. Tapi pembersihan kali ini, edisi khusus. Maksud? Demi melupakan masa lalu yang menyebalkan, Dinar membersihkan segala hal yang ‘berbau-bau’ Rendy Ia berharap, hal ini mampu mengubur rasa sakit hatinya.


* * *


Kantin Fakultas Sastra sudah nampak sepi. Beberapa warung sudah tutup. Padahal, waktu masih belum begitu sore. Matahari saja masih memancarkan sinarnya tepat di atas kepala, terik sekali. Satu per satu mahasiswa, meninggalkan bangku kantin. Cuma ada dua atau tiga pasang mahasiswa, yang masih betah di kantin, yang letaknya persis dekat rektorat.

Para mahasiswa biasa menyebut kantin itu sebagai “kantin cinta”. Entah sudah berapa puluh pasang mahasiswa, merasakan kemanjurannya. Kemanjuran mendapatkan cinta, tentunya dong. Kalo perkara menyatakan cinta, dan kemudian pacaran, itu mah sudah biasa. Atau yang paling sering, kenalan, tukar-tukaran HP, kencan, dan selanjutnya jadian. Ada juga kejadian, mengucap janji, pacaran, putus, dan akhirnya berhasil nyambung lagi, gara-gara mereka makan di kantin ini. Ajaib, kan?!

Makanan yang paling ngetop di “kantin cinta” ini adalah, siomai dan es sekoteng. Hmm, yummi! Sudah enak, murah pula. Gara-gara terkenal enak dan murah, siomai dan es sekoteng itu, jadi cepat ludes. Mereka seharusnya sudah tutup dari tadi. Tapi gara-gara Bayu dan Dinar, para pedagang ini terpaksa harus menunggu. Sebab, siomai dan es sekuteng yang dipesan Bayu dan Dinar, masih banyak.

“Maaf, mas...mbak, siomainya sudah?” tanya pedagang siomai, untuk yang kesekian kali. Berharap Bayu dan Dinar segera menyelesaikan makan somainya. Tapi dasar tak tahu diri...

“Belum, mas. Bentar ya,” jawab Bayu.

Sambil menggerutu, pedagang siomai terpaksa mundur. Setelah beberapa langkah pedagang siomai mundur, giliran maju pedagang es sekoteng. Kali ini pedagang sekoteng berharap gelas berisi sekotengnya bisa segera diambil dan dicuci. Dengan penuh keyakinan...

“Es sekutengnya sudah kan, Non?”

“Belum, mas. Bisa tunggu sebentar lagi, kan?” kali ini Dinar yang merespon.

Dua wajah pedagang cemberut. Mereka gak berhasil mengambil piring dan mangkuk. Serba salah juga, siomai dan es sekoteng memang kebetulan masih belum habis, tapi durasi mereka makan sudah melebihi deadline. Udah gitu, Dinar adalah salah satu pelanggan setia dua pedagang itu. Menurut mereka, kalo pelanggan dikecewakan, pasti gak akan mau beli lagi, dong. Biar cuma satu orang pelanggan, kalo pelanggan itu bisa promosi ke teman-temannya alias getok tular, bukan gak mungkin akan ada pelanggan-pelanggan lain yang mencoba somai dan es sekoteng. Lagipula bukankah ada moto: pelanggan harus diperlakukan dengan baik? Pelanggan adalah raja.

“Maafin aku, Din, please...”

Entah sudah berapa kali, Bayu mengucapkan kata please. Kalo mau dihitung, cuma dalam waktu tigapuluh menit, sekitar delapan kali, Bayu kira-kira mengucapkan kata itu. Dinar bosan mendengarnya. Apa gak ada kata lain aja?

“Sudahlah, Bay. Kamu kan bilang sendiri, kalo hubungan udah gak fun, ngapain lagi dipertahankan? Ngabis-ngabisin waktu, bukan?”

“Iya. Tapi aku gak pingin kita putus...”

“Lalu mau kamu apa?”

“Hmm...”

“Tuh, kan?! Kamu aja gak tahu mau apa? So, buat apa hubungan kita dipertahankan lagi? Percuma!”

“Please, Din. Jangan putusin aku...”

Oh my God, please lagi, please lagi. Bosen! Rupanya Bayu gak ngerti juga, kalo Dinar benar-benar bosan sama kata berbahasa Inggris itu (please maksudnya). Dinar ngerti, Bayu sangat berharap, kata permohonan itu, bisa meluluhkan hatinya. Tapi yang ada, Dinar justru bete. Persis lagunya Dewiq sama Ipank yang lagi ngetop sekarang ini.

“Aku tahu, aku yang salah. Aku janji gak akan mengulang kesalahan itu lagi...”

“Gini aja deh. Kita cool down aja dulu,” Dina memotong penjelasan Bayu. Tujuannya supaya pembicaraan mereka cepat selesai, supaya kata please gak ia dengar lagi. Bosan tahu! “Kita introspeksi diri kita masing-masing. Kalo nanti memang berjodoh, pasti kita akan bersatu lagi...”

Bayu terdiam. Kali ini gak ada kata please-please-please lagi, yang keluar dari mulutnya. Kayaknya, keputusan Dinar itu, lebih bijak, lebih masuk ke hati Bayu, ketimbang benar-benar harus putus cinta.

Bayu sadar, barangkali Dinar benar. Ada baiknya, mereka vakum pacaran dulu. Daripada ‘perang’ terus menerus? Gak enak kan ‘perang’ terus. Dikit-dikit ‘perang’, dikit-dikit marahan. Hmm...apa asyiknya pacaran kayak begitu, yak gak? Bukankah pacaran itu tujuannya cari pasangan yang cocok? Yang bisa buat have fun?

Bayu tahu, mayoritas kesalahan hubungan mereka, itu karena dirinya. Ia dikenal Mr. Ngaret. Sering melanggar janji. Mending dua kali, tiga kali. Bayu mah, sering banget! Janji jam tujuh, eh baru muncul jam delapan. Selain Mr. Ngaret, Bayu juga mendapat cap Mr. Batal. Tahu dong maksudnya? Yap! Bayu memang sering membatalkan janji. Alasan pembatalan, yang paling sering dan mengecewakan Dinar, gara-gara urusan kantor mendadak.

“Menurut kamu begitu?” tanya Bayu.

“Ya, lebih baik kita cool down dulu,” Dinar yakin.

Bayu akhirnya setuju, dengan berbagai pertimbangan. Ia berharap, selama melakukan introspeksi diri, ia dan juga Dinar bisa mereformasi diri. Maksudnya, setelah introspeksi, Bayu harus bisa membuktikan, kalo ia gak lagi mengecap Mr. Ngaret atau Mr. Batal. Sementara itu sebaiknya, Dinar harus bisa menjadi cewek yang lebih sabaran dan gak selalu jadi Mrs. Perfect, karena nobody's perfect.

“Tapi selama cool down, kamu janji gak akan pacaran sama cowok lain?”

“Moga-moga begitu...”

“Kok jawabannya begitu?”

“Habis kamu maunya gimana jawabanku?”

“Aku mau, janji gak pacaran selama introspeksi, bagian dari komitmen...”

“Gimana kalo kita jalanin aja dulu masa vakum pacaran ini dulu...”

“Baik!”

* * *

“Kriiiiiing! Kriiiiiiing!”

Ring tone HP-nya, tiba-tiba menghentikan lamunan Dinar. Padahal, sebelum HP-nya berdering, ia tengah membayangkan Bayu. Sedang apa ya cowok itu? Kangen juga, gak dapat SMS dari dia seharian ini. Hiks! Namun, semua bayangan tentang cowoknya, hilang sekejap, gara-gara bunyi HP-nya itu.

“Halo, bisa bicara dengan Dinar?”

“Hmm...dari siapa ya?”

“Apa kabar, Din?”

Suara itu begitu familiar. Unsur bas-nya begitu kental, penuh wibawa. Artikulasinya juga sangat jelas. Dinar coba mengingat-ingat. Kayak-kayaknya, ia pernah kenal, sama pemilik suara ini. Tapi gak tahu dimana dan kapan.

“Ini aku, Rendy...”

“Rendy? Kamu gak becanda kan?”

“No, I’m not, Din. Aku benar-benar Rendy..”

“Ya ampun! Apa kabar Ren? Aku gak sedang mimpi, kan?”

“Gak, Din. Kabarku baik-baik aja. Kamu gimana?”

“Aku baik-baik juga, Ren...”

Long time not see ya?”

“Iya-ya. Sudah ada dua tahun kali ya?”

“Lebih...”

Oh my God! Gak terasa ya, Ren. Kamu lagi dimana sekarang?”

“Kita bisa ketemu gak, Din?”

Rendy dulu sempat mengisi hari-hari Dinar begitu indah. Nonton bioskop, makan di restoran, nongkrong di kafe, atau sekali-kali ke diskotek. Hmm...rasanya begitu indah. Hampir setiap hari, Rendy juga menjemput dan mengantar pulang sekolah. Tentu, setelah Rendy resmi menjadi cowok Dinar. Sebenarnya, Dinar gak pernah meminta Rendy, buat melakukan kebiasaannya itu. Tapi Rendy sendiri yang ingin, ya mau bagaimana lagi?

Rendy selalu mengirim SMS, yang sebenarnya isinya sudah ‘basi’, habis itu-itu terus. Kalo gak kalimat: “Selamat pagi sayang”, pasti yang Rendy kirim kalimat: “Sudah makan belum?”. Buat Dinar, SMS-SMS-nya, dianggap sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang.

Namanya juga sedang pacaran, apa yang dilakukan kekasih, dianggap no problem. Ngerti dong? Selain sebagai bentuk perhatian, buat Dinar, SMS-SMS ‘basi’ itu juga dianggap sebagai motivasi. Yang namanya motivasi, tentu memberi semangat. Kalo sudah semangat, hidup akan terasa indah.

Baik Dinar, maupun Rendy, gak peduli sama ‘angin-angin’ sirik yang berhembus kencang, seirama dengan perjalanan hubungan mereka. ‘Angin’ yang paling kencang, justru datang dari teman-teman Dinar. Mereka memprediksi, hubungan Rendy dan Dinar, gak bakal awet. Usia pacaran mereka, pasti cuma seumur jagung, alias sebentar. Kalo pun awet, pasti ada keajaiban yang terjadi.

“Ayo taruhan?”

“Ah, ada-ada saja loe, orang pacaran kok dijadiin taruhan?”

“Takut?”

“Hmm...gimana ya?”

“Gue yakin mereka cuma pacaran sekitar tiga bulan. Kalo bisa bertahan sampai enam bulan, wah itu sebuah keajaiban...”

“Segitu yakinnya loe?”

“Berani taruhan gak?”

“Taruhan lagi, taruhan lagi! Cape, deh!”

Begitulah teman-teman kuliah Dinar. Hubungannya sama Rendy, jadi pasar taruhan. Sebenarnya apa sih yang menyebabkan teman-temannya begitu negatif? Mengapa juga teman-temannya memprediksi hubungan cinta mereka gak awet? Konon, gak lain, gak bukan, gara-gara kepribadian Rendy dan Dinar, jauh beda. Yang satu Mr. Over Protective dan Mr. Jelous, yang satu lagi Mrs. Perfect.

Dinar baru sadar, apa yang dilakukan Rendy, sebenarnya merupakan upaya pengekangan diri. Maksudnya begini, lho, kelihatannya Rendy memang perhatian, selalu mengantar dan menjemput, mengirim SMS, atau mengecek SMS dari teman-teman Dinar. Tapi apa yang Rendy lakukan itu keterlaluan, over protective! Latar belakang itulah yang menyebabkan Rendy dicap Mr. Over Protective. Selain itu, Rendy juga punya julukan Mr. Jelous.

Kini, Rendy hadir lagi. Siapa yang menyangka, di saat Dinar menjalankan waktu introspeksi, ex-boyfriend-nya hadir kembali. Pengalaman pahit pacaran bersama Rendy, hilang. Posisi wajah Bayu, kini tergantikan oleh Rendy. Dinar gak sadar, kalo pertemuannya ini, akan menjadi awal dari penyesalanya kelak. Tapi...

“Deal! Sampai ketemu besok ya, Din,” Rendy coba mengkonformasi ulang lagi.

“OK!”

* * *

Sore ini Dinar tampil ala Hippie. Pakai ethnic dress warna cokelat, dipadu jins Levi’s 501 biru muda. Gak lupa, tangannya memakai bangles motif bintang warna hitam dan perak. Ditambah, kalung berbentuk ‘biji-bijian’, menguntai lehernya. Ia dandan se-perfect mungkin. Tahu dong kalo ia punya julukan Mrs. Perfect?

Kalo buat penampilan sendiri, bolehlah perfect. Tapi kalo buat ngasih pendapat ke orang lain, itu yang berbahaya. Nah, Dinar kadang gak bisa tahan, memberi komentar pada teman-temannya, yang kebetulan penampilannya gak perfect. Komentar-komentar kayak begini, yang sering diucapkan Dinar, “Kayaknya elo gak pantes deh pakai baju merah”, “Bedak elo kemenoran banget sih”, atau “Elo beli parfum dong, supaya badan loe gak bau”.

Buat cowok, komentar-komentar kayak begitu, barangkali bisa dimaafkan. Tapi kalo buat cewek, sungguh menyakitkan. Begitulah kebiasaan Dinar, si Mrs. Perfect! But anyway, sore ini, Dinar tempil cantik sekali. Penampilan ala Hippie ini, sebenarnya sudah pernah ia lakukan, saat pertama kali kencan sama Rendy.

Mereka janji bertemu di kafe Liebe, yang ada di sebuah Town Square. Mengapa memilih kafe ini, sebenarnya gak sengaja. Tiba-tiba saja, mereka sama-sama menyebutkan kafe Liebe, sebagai tempat pertemuan. Sekedar info, kafe ini adalah kafe pertama kali mereka jadian.

“Din, aku sayang kamu. Maukah kamu jadi pacarku?”

“Kamu yakin mau pacaran sama aku?”

“Seratus persen!”

Kalimat di atas itu, terjadi sekitar tiga tahun lalu. Saat Rendy dan Dinar, meresmikan hubungan cinta mereka. Memori itu masih jelas dalam ingatan Dinar, mungkin juga Rendy. Kapan harinya, tanggalnya, bulannya, tahunnya, bahkan jamnya, masih Dinar ingat. Maklum, Mrs. Perfect! Kini, kita masuk ke zaman sekarang, dimana saat ini Rendy sedang duduk sendirian, menunggu Dinar.

“Hai, Ren! Sudah lama?”

“Baru sepuluh menit, kok...”

“Maaf ya telat..”

“It’s OK, Din...”

Rendy memandangi wajah dan penampilan Dinar. Dipandangi begitu, gak biasanya Dinar jadi grogi. Padahal, saat pacaran, Rendy juga sering memandangi kecantikannya. Selain itu, ia pun yakin seratus persen, penampilannya sudah sempurna. Namun, entah kenapa, saat ini ia merasa seperti sedang ditelanjangi.

“Ada yang salah dariku Ren?” Dinar coba mengorek.

“Ah, enggak, kok!”

“Lalu kenapa kamu melihat aku seperti itu?”

“Kamu cantik sekali, Din...”

“Ah, kamu bisa saja, Ren,” wajah Dinar tiba-tiba memerah.

“Iya, benar, kamu cantik sekali, Din!”

“Thanks, Ren..”

Sudah lama banget, ia gak dengar ada cowok yang memuji kayak begitu. Perkara pujian itu tulus atau gak, itu mah gak penting. Yang penting dipuji. Maklumlah, bahasa cinta Dinar adalah pujian. Gara-gara pujian, hatinya bisa melayang-layang tinggi di awan. Gara-gara pujian, semangatnya bisa terpompa sepuluh kali lipat.

“Kamu mau pesan apa, Din?”

“Hmm...apa ya?”

“Pasti cinnamonroll!” kata Rendy.

Dinar tersenyum. Ia senang, Rendy masih ingat makanan favoritnya di kafe ini. Buat Dinar, cinnamonroll, makanan ringan, yang mengandung kayu manis, brown sugar, dan dihiasi lemon frosting begitu yummy! Nikmat banget! Biasanya, kalo makan cinnamonroll, minumannya pasti teh...bukan! bukan itu, tapi ice lemon tea.

Sambil menikmati makanan, Dinar dan Rendy bercerita dari A sampai Z. Dengan sedih, Rendy cerita soal pacarnya, yang belum lama ini meninggal karena kecelakaan. Dinar bisa merasakan kesedihan Rendy, amat memilukan. Kalo saja gak sadar diri, air matanya bisa-bisa mengucur deras. Hiks!

“Ah, sudahlah, gak usah ingat ceritaku yang itu. Nanti kamu tambah sedih. Aku gak mau kamu ikut-ikutan sedih...”

“Thanks, Ren..”

“O iya, aku turut prihatin soal hubungan kamu sama Bayu,” ucap Rendy. Ucapannya itu, mengagetkan Dinar.

“Kamu tahu darimana?”

“Biar kita sempat putus, bukan berarti aku putus infomasi tentang kamu, kan, Din?”

Sejak mengungkapkan hubungannya sama Bayu, Dinar jadi dekat lagi sama Rendy. Mereka jadi sering janji ketemu. Curhat-curhatan. Entah kenapa, hati Dinar mulai ‘klik’ lagi sama Rendy. Rasa cinta yang dulu terkubur, mulai muncul lagi. Ia gak sadar, kalo ini yang namanya CLBK, cinta lama bersemi kembali.


* * *


“Perlu gak sih gue balik lagi ke sama Rendy?” tanya Dinar pada Mia.

Sejak pertemuan pertama dengan Rendy, Dinar mulai mendapat gangguan jiwa. Maksudnya bukan Dinar jadi gila, lho. Namun, hatinya sekarang ini terbagi dua. Sementara masih sayang sama Bayu, tapi jadi mulai sayang lagi sama Rendy. Waduh!

“Usul gue, gak usah deh!” Mia mengulirkan gagasan.

“Kenapa?”

“Jawabannya elo udah tahu sendiri kan?”

Dinar diam. Itu artinya, pertanyaan Mia gak perlu lagi dijawab. Dinar sudah pasti tahu jawabannya. Bahwa Rendy pernah membuat Dinar merasa terkekang, merasa dikuntiti terus menerus, karena Rendy over protective. Bahwa Rendy terlalu cemburu, sehingga seringkali mereka ‘perang’ cuma gara-gara masalah kecil, yang sebenarnya gak penting, cuma salpeng aja, alias salah pengertian.

“Mending elo balik lagi aja ke Bayu..”

“Hah?! Apa?! Balik lagi sama Bayu? Ngapain?”

“Ya pacaran, lah, masa belanja?”

“Elo yakin hubungan gue bakal fun lagi sama Bayu?

“Memangnya elo yakin, dengan elo pacaran lagi sama Rendy elo bakal fun? Bakal gak ada kejadian-kejadian yang bikin elo sebal?”

“Hmm..yakin gak yakin sih?”

“Sudahlah, Din, ngapain juga elo cari penyakit..”

“Memang Rendy penyakitan apa?”

“Bukan, maksud gue, elo harus lihat masa lalu elo, pacaran sama Rendy. Jangan sampe elo menyesal lagi...”

“Rendy sudah beda, Mi. Dia gak kayak dulu lagi...”

“Dinar...Dinar, segitu yakinnya elo sama Rendy. Baru juga sekali dua kali ketemu sama mantan boyfriend elo, eh elo sudah men-judge cowok kayak Rendy berubah...”

“Bener, Mi, Rendy itu sudah berubah!”

“Sutralah!”

“Rendy itu gak kayak dulu...”

“Darimana elo tahu?”

“Hmm...ya, feeling gue begitu, Mi,”

“Please, deh! Gini hari main feeling. Gimana elo tahu kalo ex-boyfriend loe itu gak over protective, gak jelouse-an lagi? Pakai feeling darimana?”

“Pokoknya, feeling gue Rendy gak begitu lagi, Mi. Gue yakin itu!”

“Cape, deh!”

Semalaman Dinar gak bisa tidur. Bukan karena di rumahnya banyak nyamuk, tapi ia masih memikirkan percakapannya dengan Mia, tadi siang. Ada pertentangan batin. Meneruskan hubungannya sama Bayu, atau pacaran lagi sama Rendy? Persentase hatinya fluktuatif, naik turun. Kadang 50:50, atau limapuluh persen hatinya ke Bayu, limapuluh persen lagi ke Rendy. Kadang 30:70, cuma tigapuluh persen hatinya ke Bayu, sisanya ke ex-boyfriend-nya.

Sebenarnya berat rasanya meninggalkan bayang-bayang Bayu, dalam kehidupan Dinar. Apalagi mereka sudah punya komitmen, belum putus, tapi introspeksi diri masing-masing. Namun, wajah Rendy saat ini begitu kuat membayangi pikiran dan hati Dinar. Gak heran, Dinar akhirnya mengambil keputusan yang sangat kontroversi: pacaran sama Rendy lagi! Dinar...Dinar, seharusnya pengalaman-pengalamannya bersama Rendy, dijadikan pelajaran berharga. Jangan sampai ia masuk ke lubang yang sama lagi, ya gak?


* * *

Hari ini tumben-tumbenan, Pak Sihombing, gak masuk. Menurut info, dosen sejarah kebudayaan Jerman itu, gak masuk gara-gara sakit. Bukan cuma Dinar yang heran, tapi teman-temannya juga heran sama gosip itu. Pak Sihombing sakit? Tumben! Seumur-umur Dinar kuliah, dosen asli Medan itu, gak pernah sakit.

“Gue pikir, badannya benar-benar kayak Rambo,”

Di tengah-tengah ngegosip soal Pak Sihombing, tiba-tiba HP Dinar berbunyi. Ada nama Bayu di layar HP-nya. Dinar sebenarnya ogah mengangkat. Ia pikir, buat apa lagi Bayu menghubunginya. Lagipula, hatinya sudah gak fokus lagi ke Bayu, tapi ke Rendy. Gak heran, bunyi HP-nya, dicuekin.

“Siapa, Din? Kok gak dianggat?” tanya Karina.
“Gue tahu! Pasti dari Bayu!” celetuk Gladys.

“Sotoy amat sih loe, Dys?!” protes Dinar.

“Mana ada sih berita yang gak gue tahu? Benar kan, yang telepon itu Bayu?” ucap Gladys.

“Ada apa sama Bayu, Din? Kenapa elo gak angkat telepon dari pacar loe itu?”

“Dinar lagi marahan sama Bayu, Rin, makanya dia gak mau angkat telepon dari Bayu,” Gladys menjelaskan. Matanya melirik ke Dinar, berharap mendapat respon atau konfirmasi kebenaran pernyataan Gladys tadi.

“Gue pikir hubungan elo sama Bayu aman-aman aja, soalnya gue gak pernah lihat elo berantem, deh...”

Dinar diam, gak tergoda untuk menanggapi pernyataan Karina.

“Sudahlah, Din, angkat saja telepon Bayu itu. Ya, siapa tahu dengan kamu menjawab teleponnya, hubungan kamu jadi normal lagi,” saran Karina.

Dinar belum juga mau menjawab panggilan Bayu. Ia membiarkan, HP-nya berdering lagi. Padahal, sudah tiga kali, ring tone-nya berbunyi, dan nama Bayu muncul di layar HP Dinar. Dengan berat hati, Dinar akhirnya memencet tombol answer.

“Apa kabar, Din?”

“Alhamdulillah, baik. Ada apa, Bay?”

“Hmm...kita bisa ketemu, Din?”

Dinar berdiri, menjauh dari tempat nongkrong teman-temannya. Berharap pembicaraannya sama Bayu, gak ada nguping. Soalnya, kalo Gladys sampai dengar, bisa-bisa berbahaya. Sebab, cewek satu ini, dikenal sebagai bigos, biang gosip. Begitu ada info, seluruh dunia pasti akan tahu.

“Aku sibuk!”

“Sibuk apa?”

“Sibuk apa kek? Mau tauuuu aja,”

“O, maaf. Tapi boleh kan aku waktu kamu untuk ketemu, sebentar aja,”

“Aku sibuk! Kenapa sih gak di telpon ini aja? Kamu mau ngomong apa sih?”

“Aku siap untuk jadi pacar kamu lagi. Kesalahan-kesalahan yang dahulu, aku gak akan ulang lagi,”

“Sudah lah, Bay, kita gak jodoh,”

“Kata kamu kita introspeksi dulu?”

“Iya, dalam introspeksiku, aku rasanya gak cocok dengan kamu,”

“Ada cowok lain yang sudah menggantikanku, Din?”

“Kamu ini mau tahu aja sih?”

“Ada, Din?”

“Buat apa kamu tahu?”

Dinar menengok ke arah Karina dan Gladys, memastikan suaranya gak terlalu besar. Mereka pura-pura sibuk, saat Dinar menengok ke arah mereka.

“Siapa dia, Din?”

“Kamu gak perlu tahu kan?”

“Siapa, Din?”

“Maksa amat sih kamu?”

“Please, Din, siapa cowok itu?”

“Mulai lagi plas, please, pas, please...”

“Siapa Din?”

“Kenapa sih kalo aku gak ngasih tahu?”

“Rendy kah?”

Dinar kaget. Ia gak nyangka tebakan Bayu benar. Lagi-lagi Dinar menenggok ke arah Karina dan Gladys, meyakinkan mereka gak tahu kenapa ia kaget. Sekali lagi, mereka pura-pura sibuk.

“Sudah ya, aku mau pergi...”

“Din, please jawab dulu pertanyaanku. Rendy kah cowok itu?”

Dinar gak mau menjawab. Diam.

“Kamu rupanya kembali sama dia lagi?”

“Sudah ya, Bay, aku mau pergi. Maafkan aku...”

Telepon akhirnya ditutup. Dinar membuang nafas panjang. Tanda sebal, plus puas menghentikan obrolannya sama Bayu.

“Kamu tega banget sih, Din. Mutusin Bayu, cuma gara-gara ex-boyfriend kamu itu,” ucap Gladys.

Terus terang, Dinar kaget bukan main, Gladys bisa tahu isi percakapan Dinar sama Bayu. Kayak-kayaknya, jaraknya berbicara, dengan tempat Karina dan Gladys nonkrong, sudah cukup jauh. Begitu pula suaranya. Yang Dinar tahu, suaranya sudah cukup kecil, dan gak mungkin terdengar. Dasar bigos, kupingnya ternyata lebih panjang, dari apa yang Dinar pikir.


* * *


Menyenangkan sekali, Dinar bisa jalan sama Rendy lagi. Terus terang, bersama Rendy, Dinar merasa aman. Sebenarnya sih, waktu masih jalan bareng sama Bayu, perasaan Dinar juga sama: merasa aman dan tenang. Bahkan Bayu punya nilai plus. Selain jago karate, body-nya tinggi besar. Ya, namanya juga CLBK, so Dinar merasa jalan sama Rendy, beda banget.

“Kita pergi ke mana, Din?” tanya Rendy.

“Terserah kamu,” ucap Dinar.

“Hmm...gimana kalo hari ini kita ke ber-cafe latte ria?”

“Setuju!”

Jadilah Rendy dan Dinar meluncur ke sebuah kedai kopi. Mereka memilih salah satu kedai kopi yang cukup tersohor, yang saat ini jadi tempat hang out para executive muda, pada jam-jam happy alias hapy hour.

Perjumpaan Rendy dan Dinar, bukan baru pertama kali ini saja. Tapi sudah mereka lakukan beberapa kali. Sejak gak jalan lagi sama Bayu, Dinar selalu menerima tawaran Rendy buat jalan. Kalo gak jalan ke cafe, makan di restoran, mereka sempat nonton bioskop. Padahal kalo dipikir-pikir, Randy itu sibuk berat. Maklum, dia kan Produser di salah satu stasiun televisi swasta. Hari-harinya dilewati, kalo gak bikin proposal, ya shooting. Belum cukup, seorang Produser juga biasa ikutan presentasi ke klien dan liat hasil edit, kali-kali aja perlu direvisi.

“Saya ulangi lagi ya, Mas,” ucap Pramusaji kedai kopi itu. “Satu cafe latte, satu cafe mocha, ya...”

Pada saat Pramusaji membacakan kembali order-an, mata Rendy gak berkedip sama sekali, melihat Pramusaji itu. Dinar melihat sendiri, sikap Rendy itu. Inikah kebiasaan Rendy terbaru? Pramusaji itu memang cantik. Barangkali lebih cantik Pramusaji, dibanding Dinar. Beda nasib aja.

“Jangan lupa tiramisu-nya ya, Mbak,” Dinar mengingatkan Pramusaji tadi.

“Oh, iya, satu tiramisu. Ada lagi?”

“Segitu aja dulu, deh, Mbak. Nanti kalo kurang, tinggal nambah lagi,” kata Dinar, sedikit mengusir. Berharap Pramusaji segera pergi, agar mata Rendy fokus ke Dinar.

“Baik. Mohon ditunggu ya, Mbak, Mas,”

“Iya, ya,” Dinar mulai kesal.

Dinar gak sangka, Rendy ternyata punya kebiasaan baru, memandangi cewek cantik. Padahal sebelumnya, ia gak punya kebiasaan ini. Tahu dong, apa cap yang menempel pada Rendy sebelumnya, Mr. Over Protective dan Mr. Jelous. Dengan kebiasaan baru ini, ia patut mendapat cap lagi, yakni Mr. Jelalatan!

Dinar sebal sekali sama Rendy. Sebelum mereka bertemu di kedai kopi ini, tanda-tanda Rendy memperlihatkan kebiasaan baru, sebenarnya sudah tampak. Setiap kali ada cewek cantik melintas di depan matanya, matanya langsung memperhatikan dengan seksama, tanpa bekedip. Ini barangkali kebiasaan seorang Produser yang kini menjadi kebiasaan Rendy, dimana kerap melakukan casting untuk bintang-bintang muda kalo mau buat program televisi.

“Cewek yang pakai t-shirt biru itu cantik, ya, Din?” tanya Rendy pada Dinar.

Maksud hati memuji, tapi ternyata salah tempat. Kok memujinya cewek lain bukan ke Dinar? Dinar benar-benar sakit hati. Ternyata pujian Rendy pada Dinar, di awal perjumpaan, cuma pujian sesaat. Selebihnya, Rendy gak pernah memuji lagi, tapi lebih suka memuji orang lain.

Berkali-kali kelakuan Rendy baru ketahuan belangnya. Puncak dari kekesalan Dinar, saat Rendy berani memukul wajah Dinar. Ini terjadi, saat Dinar mempertanyakan soal hubungan mereka. Hubungan mereka yang sudah teralu jauh, tapi Rendy anggap sebagai sebuah hal yang biasa.

“Aku hamil Ren...”

“Lantas kamu minta pertanggungjawaban begitu? Memangnya pacar kamu cuma aku saya?”

“Apa katamu Ren?!”

“Yang membuat kamu hamil bukan aku kan?”
Dinar melayangkan tangannya. Niatnya menampar wajah Rendy. Sayang, Rendy lebih gesit. Ia berhasil menangkap tangan Dinar. Giliran Rendy yang melayangkan tangannya ke pipi Dinar. Plok!


* * *


“Pokoknya, segala yang ada hubungannya sama Rendy, dibuang saja, Mbok!” perintah Dinar.

“Baik, Non!”

“Sekarang aku mau ke warnet dulu, ya, Mbok?”

“Apa Non? Kornet?” Mbok Sum mengulang kata Dinar, tapi salah. Maklum, kuping Mbok Sum sudah perlu di-service. Lagipula, Mbok Sum kan bukan anak kota, yang tahu istilah warung internet alias warnet. Tahunya, ya makanan kornet itu.

“Warnet, Mbok. Warung internet..”

“O....”

“Mbok mau ikut ke warnet?”

“Gak mau ah, Non. Pasti rasanya gak enak deh,” Mbok Sum masih menyangka warnet ada hubungannya sama kornet.

“Mbok, Mbok. Cape, deh!”

Selain membuang segala hal yang ada hubungangnya sama Rendy, hari ini Dinar juga berniat akan menghapus email-email. Bukan semua email, lah yau, tapi email-email, yang dikirim Rendy. Selain itu, Dinar akan men-delate nama Rendy sebagai daftar temannya di Friendster maupun di Facebook.

“Duh, segitu bencinya?” goda Mia.

“Ternyata elo benar, Mi, si Rendy itu brengsek! Seharusnya gue ikutin kalo elo ya?”

“Biasa, kalo belum terjadi, gak akan pernah menyesal,”

“Maafin gue ya, Mi,”

It’s OK, Din. Betewe, elo gak akan delete gue, kan dari daftar temen elo di Friendster?”

“Ya, enggak lah! Gila kali gue?!”

Selama cool down sama Bayu, Dinar gak pernah mengutak-atik Friendster dan Facebook. Termasuk waktu berhubungan kembali sama Rendy, Friendster dan Facebook-nya masih utuh, seperti sediakala. Jumlah temannya masih sekitar 200-an orang. Yang memberikan testimoni, juga belum bertambah, masih Winny, Mia, Andre, Karina, dan Gladys.

Di Friendster ada blog. Sementara di Facebook ada note. Baik blog di Friendster maupun note di Facebook, judulnya sama: “Still In My Heart”. Iseng-iseng Dinar membuka blog Bayu.

Air mata Dinar sempat menetes. Baris-baris kalimat yang ditulis Bayu di blog dan note-nya, benar-benar menyentuh. Hiks! Ternyata Bayu benar-benar cinta pada Dinar. Cowok itu memang sering ngaret, juga sering batal, tapi kebiasaannya itu lebih baik daripada kebiasaan Rendy. Apalagi di hatinya Bayu, masih ada nama Dinar. Nobody’s else.

Dinar merasa bersalah. Namun, penyesalannya seolah percuma, karena Bayu gak mungkin bersamanya lagi. Ia pasti sudah sangat kecewa, dengan apa yang Dinar lakukan. Hiks! Seandainya Dinar gak lagi menuruti perasaan, pasti gak akan ada lagi Rendy dalam kehidupannya. Seandainya Dinar mengikuti saran Mia untuk memilih Bayu daripada Rendy, barangkali kejadiannya akan berbeda.

“Kriiiiiing! Kriiiiiiing!”

Tiba-tiba HP Dinar berbunyi. Suaranya mengganggu perasaan Dinar yang sedang sedih. Namun, perasaan hatinya berubah seperti apa, setelah melihat nama di layar HP-nya. Nama seorang cowok, yang saat ini sedang ada dalam pikirannya.

“Bayu?” Dinar gak percaya, cowok yang ada di seberang sana benar-benar Bayu.

“Hmm...maaf aku mengganggu. Aku tahu kamu pasti tidak sedang mengharapkan telepon dari aku. Hmm..aku cuma mau bilang tiga kata saja, sesudah itu aku gak akan mengganggu kamu lagi...”

“Hmm...tiga kata?”

“Iya. Cuma tiga kata. Aku sayang kamu, Din,”