Sabtu, 29 November 2008

DITAKDIRKAN MASUK NERAKA

Perkenalkan namaku BCL. Pekerjaanku sehari-hari adalah menyiksa orang. Bahkan kalau perlu, aku menyiksa sampai mati. Ini akan aku lakukan, kalau orang itu bodoh dan keras kepala. Aku pernah juga menjumpai orang, yang dengan senang hati bunuh diri. Ini karena orang itu takut aku siksa.

Aku tak ada hubungan darah dengan Bunga Citra Lestari. BCL bukan akronim, bukan pula nama panggilan, bukan pula kata sandi. BCL adalah nama lahir sesuai dengan Akte Kelahiranku. Entah kenapa orangtuaku dulu menamaiku BCL, bukan BLC, CBL, LCB, atau nama-nama mentereng lain sebagaimana standar manusia normal lah. Anyway, aku tak peduli dengan namaku. Yang penting aku bisa hidup, bekerja, dan dapat uang.

Seperti yang sudah aku jelaskan tadi, pekerjaanku menyiksa orang. Barangkali Anda bingung konkretnya apa pekerjaanku ini? Begini, aku selalu mendapat delegasi dari seorang Bos yang tak mau disebutkan namanya, untuk melakukan sebuah pekerjaan, dimana alasan semua pekerjaanku ini demi keamanan perusahaan. Karena urusannya demi perusahaan, orang-orang yang berseberangan dengan perusahaan, aku seret ke sebuah tempat dan aku siksa.

”Apa yang membuat Anda bertahan di perusahaan ini?”
”Bukankah Anda tidak suka dengan kebijakan perusahaan ini?”
”Kenapa Anda masih mau berada di perusahaan yang tidak sesuai dengan hati nurani Anda?”
”Mengapa Anda mau bertahan dengan perusahaan yang jelas-jelas mengaji Anda kecil sekali dan tidak mau memberikan bonus tahunan?”

Ketika aku menyiksa orang, pertanyaan-pertanyaan itulah yang seringkali aku ajukan. Setiap pertanyaan, aku menampar wajah orang yang aku siksa. Bukan cuma menampar sekali, bahkan sempat puluhan kali. Jangan heran kalau wajah setiap orang ketika aku siksa terlihat bonyok. Penuh luka, penuh darah.

Aku akan melakukan apa saja sesuai perintah Bos, tapi yang hanya aku ambil adalah pekerjaan-pekerjaan kotor. Aku memang cenderung pemilih. Kalau kebetulan tidak sedang dalam tugas menyiksa orang, aku mendapat tugas memperkosa orang. Tujuanku sama seperti di atas tadi: demi keamanan perusahaan.

”Perut kamu kok gendut sih? Kamu lagi hamil ya?”
”Eng...eng. enggak! Aku nggak hamil.”
”Bohong kamu. Kamu pasti hamil. Kamu hamil sama siapa? Kan katanya kamu belum married?”
”Eng..eng. Enggak kok! Aku nggak hamil.”

Aku memperkosa agar hidup seorang wanita hancur. Martabatnya jatuh berkecing-keping. Image positif yang dibangun di kantor berubah menjadi negatif. Jika sudah hancur seperti itu, aku berani jamin, orang ini akan keluar dengan sendirinya dari kantor. Dengan begitu, aku tidak perlu menyiksa orang itu kan? Ehmm... tapi ada juga sih wanita yang nggak tahu diri yang sudah dihamili masih juga berada di kantor dengan teman-temannya.

Bosku terlanjur tak suka karyawan yang prosedural. Masuk perusahaan, diangkat jadi karyawan, hamil, dan kemudian dapat tunjangan. Bosku lebih suka gaya yang agak kejam, mengabdi di perusahaan berpuluh-puluh tahun, menujukan beberapa prestasi, baru kemudian hamil. So, strategi menghamili wanita itu dibuat jika seorang karyawan tertangkap basah married dan ketika diinterview mau cepat-cepat punya anak.

Sekali lagi Bosku memang tak suka karyawan yang mengikuti ajaran-ajaran dari kantor lama. Diterima kerja, dikontrak, semangat 45, diangkat jadi karyawan, males-malesan, cuma nunggu gaji dari bulan ke bulan, dan magabut. Karyawan tai namanya kalau begitu.

Bosku lebih suka orang itu cabut atau resign, kalau memang sudah tak suka perusahaan ini. Tak cocok dengan gaya kepemimpinannya, silahkan angkat kaki. Tak memberikan tanda-tanda promosi dan kenaikan gaji, apalagi bonus, lebih baik mundur baik-baik.

Namun rupanya mayoritas lebih memilih berada di comfort zone. Di sinilah fungsiku sebagai penyiksa orang. Yang akan menampar-nampar wajah orang agar bangun dari tempat tidurnya. Agar pindah posisi dari comfor zone-nya menjadi sesuatu yang berarti bagi hidupnya. Agar kembali mengali impiannya yang sudah lama terkubur.

Melihat pekerjaanku yang kotor seperti itu, aku memang sudah ditakdirkan masuk neraka. Buatku that’s fine. Itu memang sudah menjadi pilihanku, kok. Memangnya any other choice buat orang sepertiku? I don’t think so. Lagi pula, aku sudah menyuai pekerjaanku sekarang ini kok.

JOMBLO AGAIN

“Gubrak!”

Bunyi pintu kamar Vita, tiba-tiba mengagetkan seisi rumah. Mirip lagu Intan Nuraini. Kakak dan Mamanya jadi menghentikan acara makan. Mereka gak nyangka, Vita yang tadi cerah ceria, yang sudah dandan habis-habisan secantik mungkin, tiba-tiba bisa ngamuk begitu.

“Vita...kamu kenapa sayang?” Mama berusaha memanggil lembut putrinya itu. Tapi Vita gak menjawab. Suara Mama memang gak bakal terdengar. Wong kamar Vita adanya di lantai dua, sementara ruang makan di lantai bawah. Udah gitu, pintu kamarnya ditutup pula.

“Ri, coba lihat adikmu sana. Mama jadi penasaran. Tadi jingkrak-jingkrak, eh kok tiba-tiba jadi berubah gitu...”

Riri langsung menuju sasaran, tepatnya kamar Vita. Makannya terpaksa dihentikan dulu. Urusan perut bisa diteruskan nanti. Tapi kalo urusan Vita, wah gak bisa ditunda-tunda. Kalo ditunda, bisa panjang urusannya.

Dalam kamar, Vita sedang nyetel lagu Welcome To My Life dari Simple Plan kenceng-kenceng. Teriakan tukang kredit panci di luar rumah, yang sebenarnya cukup kenceng, kalah kencengnya sama Simple Plan. Kebetulan lagu itu memang cocok banget buat suasana hati Vita, yang lagi hancur.

“Gak bisa lebih keras lagi nyetel lagunya, Vit?” Riri menyindir. Kakaknya ini memang gak pernah marah-marah sekalipun pada Vita, meski apa yang dilakukan Vita kelewatan, kayak yang dilakukannya sekarang ini, nyetel lagu dengan volume high.

Vita cuek dengan sindiran kakaknya. Ia tetap tiduran di tempat tidur, sambil memeluk guling bergambar Winny de Pooh favoritnya. Riri mengecilkan volume tape dan kemudian duduk di pinggir tempat tidur.

“Kamu kenapa, Vit? Ayo cerita deh sama Mbak,” pancing Riri, sambil membelai-belai rambut adiknya, yang halus dan dipotong sebahu itu.

Begitulah cara kakaknya, ‘menjinakkan’ Vita, kalo lagi marah. Cara ini, memang superampuh, sejak Vita masih kecil. Begitu rambutnya dibelai-belai sama kakaknya, Vita biasanya langsung ngeluarin uneg-uneg, curhat deh. Tapi ini cuma bisa dilakukan oleh kakaknya. Orang lain gak ada yang bisa, termasuk Mamanya.

“Ada masalah lagi sama Angga lagi?” pancing Riri lagi. “Sudahlah, cowok kan bukan cuma Angga. Masih banyak kok cowok, yang suka sama kamu. Ada Teddy, Victor, Buggy, Shandy...”

“Itu bukannya temen-teman kakak?” sambar Vita.

“Hehehe...salah ya?” Riri tersenyum. Rupanya gurauannya sukses. Vita gak tiduran lagi. Ia siap buat mengutarakan kekesalannya.

“Coba bayangin Mbak, masa tiba-tiba ‘si tukang ngatur’ itu ngebatalin janji?”

“Maksud kamu Angga?”

“Iya! Siapa lagi?”

Riri baru tahu, kalo Angga punya julukan ‘si tukang ngatur’.

“Aku sudah bela-belain pergi ke salon, potong rambut, cream bath, buat jalan sama dia. Eh, dengan entengnya dia ngebatalin. Tahu gak apa alasannya?”

“Apa?”

“Tiba-tiba gak mood, nih...”

“Hah?! ‘si tukang ngatur’ bilang gitu?!” Riri jadi ikut-ikutan sewot. Nada bicaranya jadi tinggi.

“Iya, Mbak! Masa Mbak gak percaya sih?”

“Wah, kayaknya kamu harus mempertimbangkan kembali deh, buat meneruskan hubunganmu sama ‘si tukang ngatur’ itu...”

***

Sebulan sudah ini, Vita masuk dalam deretan cewek yang menjomblo. Usulan kakaknya agar pikir ulang soal hubungannya sama Angga, ternyata disimpulkan Vita sebagai usulan untuk memutuskan hubungan cinta. Awalnya berat buat Vita. Tapi kalo flashback, berat juga mempertahankan cowok yang tukang ngatur itu, sebagai kekasihnya. Cape, deh!

“Selamat ya, kamu akhirnya masuk ke perkumpulan jomblowati,” sambut Annisa.

“Thanks...”

“Di sini, kamu akan merasakan kenikmatan, yang gak pernah kamu rasakan semasa pacaran dulu,” tambah Puput. “Kalo sebelumnya kamu merasa dikekang, diatur-atur, diinjak-injak, di sini kamu akan free, free like a bird,”

Terus terang Vita ngeri juga mendengar penjelasan teman-temannya sesama jomblowati itu. Soalnya, geng jomblowati ini kayak sekte baru aja? Sebenarnya, apa yang dibilang Puput, gak bener-bener amat. Vita gak ngerasa diinjak-injak, kok. Kalo diatur sih iya.

“Sekali lagi selamat bergabung buat Vita! Cheers!” Annisa, Puput, Karin, dan Meta langsung mengangkat gelas mereka. Gelas-gelas berisi soft drink. Tanda kegembiraan atas bergabungnya Vita dalam kelompok mereka. Biar gak dibilang aneh, Vita mau gak mau terpaksa menganggat gelasnya.

“Cheers!!!!”

***

Boleh jadi teman-teman sesama jomblowati sebal. Sebab, masa Vita menjomblo, gak bakalan lama. Artinya, Vita bakal keluar dari geng jomblowati. Sebab, ada cowok keren yang sedang pedekate. Namanya Dino. Ia gak lain teman sekampus di Fisip, tapi beda jurusan dan beda semester. Vita jurusan hubungan internasional, Dino jurusan komunikasi masa. Vita sekarang duduk di semester tiga, Dino kuliah di semester enam.

Vita gak tahu, ada angin apa, Dino tiba-tiba jadi akrab. Padahal Vita gak pernah promosi diri kalo dia menjomblo. Ia juga gak pernah pasang iklan jodoh di mading fakultas: cewek kece mencari cowok keren. Namun, kenyataannya mereka jadi sering janjian ketemu di perpustakaan. Tujuannya tentu bukan belajar bareng, tapi pedekate. Sampai suatu hari akhirnya Dino berani ngajak Vita kencan.

“Vit, besok kan hari Sabtu...”

“So...”

“Mau gak jalan sama aku?”

“Hmm...memangnya mau kemana?”

“Nanti aku cari idenya, tapi kamu siapin waktunya ya...”

“Hmm...oke.”

Berkencan setelah lama gak pacaran, tentu membuat hati berdebar-debar, apalagi cowok yang ngajak, diharapkan jadi calon pacar. So, persiapan kudu matang. Seperti biasa, Vita merasa wajib pergi ke salon, creambath, potong kuku, pilih-pilih baju, dandan secantik mungkin.

“Gak perlu menor, kamu sudah cantik, kok...” puji Riri. Kakaknya memang begitu. Selalu memuji, yang pasti selalu jadi konsultan penampilan adiknya. Vita bangga sekali bisa punya kakak sehebat Riri.

“Moga-moga kencan kamu sukses ya, Vit,”

“Makasih, Mbak,”

Lima menit menunggu, lima menit berikutnya Dino sudah menjemput dengan mobil sedannya. Malam itu Dino keren banget. Pakai kaos putih dibalut dengan kemeja tangan panjang kotak-kotak, yang dilinting setengah tangan. Jinsnya warna biru ice washed merek Levi’s.

Mobil mereka bergerak ke arah Selatan, ke sebuah Town Square. Dalam perjalanan, mereka saling bercerita soal masa lalu, termasuk soal pacar. Vita gak banyak bicara, karena Dino ternyata lebih mendominasi seluruh percakapan. Paling-paling Vita cuma ngomong 5 menit, sisanya Dino yang banyak bicara. Vita gak nyangka, Dino bakal selancar itu bercerita soal mantan pacar-pacarnya, yang jumlahnya lebih dari lima orang. Awalnya sih masih biasa, lama-lama bete juga. Ceritanya semakin gak penting banget.

Dari apa yang diceritakan Dino, Vita menangkap, Dino diputusin pacar-pacarnya, gara-gara matanya jelalatan. Setahu Vita, Dino gak begitu deh, maksudnya matanya gak jelalatan. Selama berhubungan, mata Dino, kayaknya selalu fokus ke Vita. Ah, cuma gosip mantan pacar-pacarnya aja kali...

“Vit, lihat deh, cewek yang pake kaos pink itu, cantik ya,?!” Vita gak nyangka. Bisa-bisanya Dino ngasih komentar detail kayak gitu. Padahal mereka baru jalan di Town Square ini, sepuluh menit yang lalu. Kalo begitu, artinya sudah dari tadi Dino ngeliat tuh cewek, ya kan? Hmmm, ada yang gak beres, nih! Begitu pikir Vita.

Vita tadinya berharap, hari ini akan jadi hari spesial buat mereka. Ya-iyalah, ini kan hari pertama mereka kencan. Tapi kok bisa-bisanya Dino melirik-lirik cewek lain? Gak fokus ke Vita? Vita juga berharap, Dino mengomentari penampilan Vita. Namun sayang, sejak keluar rumah, masuk mobil, dan sekarang jalan buat nyari makan, gak ada sepatah katapun komentar soal penampilan Vita, yang keluar dari mulut Dino. Eh, dia lebih suka ngomentari penampilan cewek lain.

“Betisnya bagus, ya, Vit,” komentar Dino lagi, pada cewek berkaos pink tadi.

Bete berat! Menyebalkan! Vita jadi ilfil banget ngeliat kelakuan Dino. Kini Vita jadi ngerti, kenapa usia pacaran Dino gak lama. Vita juga jadi percaya, bahwa gosip-gosip soal mata Dino yang jelalatan, ternyata benar.

***

“Selamat datang again pada Vita,” ucap Puput, menyambut kehadiran Vita di perkumpulan jomblowati, untuk yang kedua kalinya.

“Di sini, kamu akan merasakan kenikmatan, yang gak pernah kamu rasakan semasa pacaran dulu. Kalo sebelumnya kamu merasa dikekang, diatur-atur, diinjak-injak, di sini kamu akan free, free like a bird,”

Kalimat di atas itu diucapkan lagi, seperti pertama kali Vita masuk geng jomblowati. Agak-agaknya, kalimat itu jadi kalimat ‘sakral’, yang harus diucapkan pada para anggota.

“Cheers!!!” para anggota kembali mengangkat gelas, sebagai tanda kegembiraan atas masuknya anggota baru, ke geng jomblowati. O iya, sejak sepeninggal Vita, anggota jomblowati bertambah cukup pesat. Ada tiga anggota lain, selain Annisa, Puput, Karin, dan Meta, yakni: Sarah, Fitri, dan Hanny.

***

“Doa’in Desta benar-benar orangnya baik ya, Mbak,” pinta Vita.

“Mbak selalu berdoa buat kamu, Vit,” ucap Riri, sambil membelai rambut adiknya. “Ngomong-ngomong Desta itu gak ngatur-ngatur kayak Angga dulu, kan, Vit?”

“Alhamdulillah, enggak, Mbak...”

“Syukurlah. Matanya gak jelalatan kayak Dino, kan? ”

“Alhamdulillah, nggak, Mbak...”

Memang Desta gak suka ngatur-ngatur kayak Angga. Ia juga gak dicap ‘si mata jelalatan’ kayak Dino. Tapi Desta bikin pusing Vita lagi, khususnya dalam hal kebiasaan sang pacar. Kenapa lagi ya?

Belum juga sebulan, Desta sudah gak membuat nyaman Vita. Bayangin aja, kemana-mana, Desta selalu ngikut. Memang sih, sebagai pacar, pasangan selalu suka kalo diantar, atau dijemput, atau jalan berduaan, makan berdua, dan berdua-duaan lainnya. Tapi gak setiap waktu, setiap jam, setiap detik, pacar ngikut terus. Ngintil terus. Kita pasti punya momen, yang pengen dilalui sama sobat-sobat kita. Nah, momen kayak gitu, gak didapatin Vita.

Selain nguntilin, yang bikin Vita gerah, sejak pacaran, Desta suka periksa-periksa semua SMS Vita. Maksud hati, mau jaga Vita dari cowok-cowok yang gak jelas. Desta bakal cemburu berat, kalo tahu ada cowok kirim SMS, yang isinya ngerayu-ngerayu pacarnya. Tapi bukan begitu caranya kan? Bukan dengan cara lihat semua SMS. Kesannya Desta gak percaya Vita, dan Vita jadi gak punya privacy lagi. Gak pentingnya lagi, Desta juga sering ngecek SMS teman-temannya Vita. Duh, gak ada kerjaan baget sih?

“Jadi lebih baik kita putus aja, Des...”

***

Malam itu, di rumah Annisa, sekitar sepuluh orang sudah siap-siap melakukan ‘upacara’ penyambutan anggota baru. Kali ini yang mendapatkan kehormatan mengucapkan kalimat ‘sakral’ adalah Vita.

“Di sini, kamu akan merasakan kenikmatan, yang gak pernah kamu rasakan semasa pacaran dulu. Kalo sebelumnya kamu merasa dikekang, diatur-atur, diinjak-injak, di sini kamu akan free, free like a bird.”

TEMAN KENCAN

Hari-harinya kelabu. Hanya warna kesedihan itulah yang kini mengisi waktu-waktunya. Semua terjadi tanpa pernah ia ketahui sebelumnya. Semua berlangsung begitu saja tanpa pernah ia sadari. Namun kini ia mengerti mengapa ini terjadi. Ia juga akhirnya mengerti bahwa semua tak selalu berjalan mulus sesuai harapan.

Semua kesedihan itu berawal dari dua hari lalu. Menjelang beberapa hari liburan bersama kekasihnya, Giuseppe Del Neri patah hati. Kekasihnya yang sudah dipacarinya sepanjang dua kali liburan Natal ini, memutuskan tali cinta. Kekasihnya yang selama ini disanjung-sanjung sebagai wanita dengan sejuta pesona dan kepribadian, ternyata mengecewakannya. Seseorang lebih menarik hatinya dan mengajaknya menikah beberapa hari sebelum kami sempat berlibur.

Nama kekasihnya Svetlana Chakvetadze. Semula Del Neri tak tertarik dengan kepribadian Chakvetadze. Namun belakangan, wanita cantik itu mencairkan hatinya. Chakvetadze tak pernah pilih-pilih teman. Semua orang yang mengenalnya atau menyapanya adalah teman, termasuk mahasiswa-mahasiswa miskin yang setiap semester memakai surat keterangan miskin agar bayaran kuliah per semester mendapatkan keringanan. Chakvetadze juga berteman dengan Del Neri, anak orang kaya pemilik puluhan real estate.

Awal perjumpaan mereka biasa-biasa saja. Kebetulan Del Neri satu kelas dengan Chakvetadze. Jadi setiap mata kuliah, mereka pasti berjumpa. Jika Chakvetadze lebih memilih duduk di bangku barisan pertama, Del Neri duduk di barisan paling akhir. Posisi itu sungguh menguntungkan baginya untuk menjadi pengamat Chakvetadze. Setiap menit, setiap detik, tak pernah dilewatkan olehnya untuk melihat Chakvetadze. Dari sudut manapun dilihat, Chakvetadze memang cantik.

Selain memiliki rambut panjang yang indah, Chakvetadze memiliki mata bulat yang cantik. Alis mata yang tebal itu menambah keindahan matanya yang berwarna cokelat muda itu. Hidungnya mancung dan tipis. Bibirnya sedikit tebal dan menggemaskan. Semua anggota tubuh itu nampak sempurna.

Entah kenapa pagi itu Chakvetadze datang lebih awal di kelas, dan Del Neri adalah orang kedua yang datang setelah Chakvetadze. Kesempatan itu mengharuskannya terpaksa berbasa-basi, karena ia ingin menjadi seorang gentleman. Selalu memulai dulu sebelum wanita memulainya. Inisiatif lebih tepatnya.

“Aku ternyata salah sangka pada kamu ya,” kata Chakvetadze seperti hendak melakukan testimoni untuk satu kesalahan. Bahwa selama ini Chakvetadze menilai, Del Neri lelaki yang kuper dan naif.

“Aku sadar kok kalo aku memang tak menonjol. Tapi seorang yang tak menonjol bukan berarti kuper dan naif dong?” bela Del Neri.

Chakvetadze mengangguk tanda setuju dengan pernyataan Del Neri. Anggukan itu memberikan respon senyuman. Yang artinya, Del Neri juga setuju dengan anggukan Chakvetadze itu.

Percakapan pagi itu membuahkan sebuah keputusan. Keputusan, dimana hari-hari ke depan akan mereka lalui dengan menyenangkan, lebih punya arti, dan lebih tepatnya penuh kasih sayang. Namun semua itu harus mereka jalani dulu beberapa tahap. Tahap pertama adalah melakukan pertemuan pertama yang sudah mereka sepakati waktu dan tempat. Yap! Mereka memutuskan untuk mengenal lebih dekat dengan berkencan.

Sejak kencan pertama, kedua, ketiga, dan seturusnya, hubungan mereka semakin dekat. Mereka jadi tahu kepribadian masing-masing. Mereka juga jadi mengerti masing-masing hati. Bahwa mereka sudah saling ketergantungan. Saling membutuhkan satu sama lain. Saling mengasihi, peduli, dan sayang.

“Aku sayang kamu, Chakvetadze”.

“Aku juga sayang kamu”.

Begitu lonceng cinta berdentang, tak ada lagi katup-katup yang menutupi hati. Semua terbuka lebar. Ibarat sebuah vitamin yang menyirami hati, rasa cinta tumbuh dan berkembang. Musik merdu yang mengiringi perjalanan hati menuju hati satu lagi, semakin memakmurkan pancaran cinta itu sendiri.

Di sebuah taman dengan rumput yang menghijau, mereka saling memadu kasih. Di bawah pohon rindang, mereka berikrar untuk saling menjaga, saling menghormati, dan saling peduli. Di sebuah padang luas bernama hati, mereka menemukan kebahagiaan yang tak ada yang tahu kapan akan berakhir.

Suatu hari di musim kemarau. Suasana hati yang masih berbunga, menjadikan mereka semangat. Del Neri tak segan-segan meminta izin orangtuanya untuk berlibur bersama Chakvetadze. Ia memang tak pernah menyampaikan liburan kali ini akan luar biasa. Ia juga tak pernah mengatakan sudah menghabiskan dana empat ribu tujuhratus dollar AS untuk penerbangan dua orang dan kamar hotel bintang lima. Namun semua itu bisa dimaklumi, karena ia sudah tergila-gila pada Chakvetadze. Cinta mati pada Chakvetadze. Sebaliknya Chakvetadze juga menyatakan rasa cinta padanya, setidaknya untuk hari ini. Setidaknya itu kesimpulan sementara Del Neri.

Selang beberapa hari, sebuah berita maha dahsyat untuknya datang. Chakvetadze memutuskan tali asmara. Rupanya, apa yang dijalankannya bersama Chakvetadze hanya sandiwara. Chakvetadze tak sepenuh hati mencintai Del Neri. Chakvetadze hanya memanfaatkan Del Neri, tanpa pernah berterus terang kalau Chakvetadze sudah punya kekasih, atau lebih tepatnya tunangan. Kini tunangan Chakvetadze sudah resmi menjadi suaminya.

Di tengah kesakitan hati, Del Neri coba membuat lelang paket liburan yang sudah terlanjur dibelinya. Ia coba menjual via eBay, sebuah website tempat melelang segala macam produk, termasuk paket liburan ini. Isi lelang itu berbunyi: “Dijual paket liburan ke pulau Carabia separuh harga. Syarat-syarat, pembelinya adalah wanita dan wanita ini mau aku ajak kencan”.

Berpuluh-puluh wanita tertarik dengan lelang itu. Mereka banyak yang mengirimkan biodata via Friendster atau e-mail. Dia sampai pusing memilih satu di antara puluhan wanita itu, yang semua rata-rata cantik-cantik. Memang ada juga beberapa wanita yang tidak memuat foto aslinya. Namun ada satu e-mail yang menarik hatinya, dimana e-mail itu tak memuat foto, tapi hanya sebuah kalimat pendek: “Maaf aku tidak tertarik tiketmu, tapi aku ingin mengenalmu lebih dekat...”

Nan jauh di sana, beratus-ratus kilometer, dimana tulisan via e-mail itu terkim, ada seorang wanita muda yang cantik. Di sekitar ruang kerjanya tergantung banyak penghargaan, entah itu piala maupun piagam. Ada nama di salah satu piagam-piagam itu. Namanya Chakvetadze. (*)

PERAWAN TUA = OG + TM + NL

Entah apa yang menyebabkan Tessa masih tetap sendirian. Bahasa Inggris-nya, tetap alone. Di usianya yang sudah menginjak 37 tahun, ia belum meyebarkan undangan married. Boro-boro undangan married, melihat siapa pria yang menjadi teman dekatnya aja juga belum menampakkan tanda-tanda. Tak heran, selain gelar Sarjana S2 yang sdh lebih dulu melekat di depan namanya, Tessa jg mendapat gelar honorus causa: perawan tua.

"Padahal Tessa itu cantik, lho. Wajahnya mirip2 sama Gong Li," papar Riza, pria yang sampai saat ini masih suka sama Tessa, tp terlalu minder utk ngajak dating krn Riza terlalu blo'on.

"Tessa baik budi dan tidak sombong," ungkap Toto, pria yg jg menaruh hati pd Tessa, tp nggak berani menyatakan cinta gara2 sering makan pete. Sekedar info, Tessa paling sebel sama cowok yg doyan pete, krn nanti kalo ciuman Tessa bisa muntah.

"Sebenarnya aku hampir jadian dengan Tessa," aku Rahman. "Tapi sayang, kata Tessa aku bau ketek. Aku menyesal sekali. Harusnya dari dulu setiap kali jalan bareng sama Tessa, aku pakai deodoran".

Seluruh keluarga besarnya selalu bertanya-tanya kapan Tessa married. Awalnya, Tessa masih bisa berbasa-basi, menutupi “kekurangan”-nya itu. Tapi pertanyaan itu selalu muncul selama bertahun-tahun, dan itu membuat gerah Tessa. “Emang gak ada pertanyaan lain apa?” begitu ungkap Tessa dengan nada kesal, tapi dalam hati. Sebenarnya ada sih pertanyaan lain, pertanyaannya begini: "Siapa nih pria yg jd suami kamu?" kayaknya sama ajah ya...

Gara-gara pertanyaan itu, Tessa jadi malas untuk berkumpul dengan keluarga besar. Tiap ada acara keluarga, Tessa selalu menolak hadir. Alasannya, kalau gak ada tugas mendadak dari kantor, sudah terlanjur janji dengan teman, atau lagi gak enak body. Selain ketiga alasan itu, Tessa sudah menyiapkan seribu alasan lain yang sudah siap dikeluarkannya jika kebetulan ada acara-acara keluarga. Ketidakhadiran Tessa itu membuat hubungan Tessa dengan keluarga besar, menjadi berjarak.

Gara-gara Tessa tak hadir di acara keluarga, yang ketumpuan pertanyaan giliran orangtuanya. Sebagai orangtua, tentu selalu membela putri tercinta. Mereka selalu berusaha menjaga agar citra Tessa tetap baik. Setiap pertanyaan, selalu dijawab dengan bijaksana.

“Mungkin belum ada pria yang cocok,” bela orangtua Tessa. “Dalam waktu dekat, Tessa pasti akan married, kok”.

Namun kebijaksanaan orangtuanya rupanya ada batasnya, sebagaimana kesabaran mereka. Berbulan-bulan, bertahun-tahun ditanya dengan pertanyaan yang sama, membuat mereka gerah. Walhasil, orangtua Tessa juga tak pernah datang lagi ke acara keluarga, sebagaimana Tessa. Gara-gara tak hadir lagi, akhirnya mereka jadi jauh dari keluarga besar.

“Si Perawan Tua” tetap acuh. Dia tak peduli lagi pertanyaan-pertanyaan “basi” yang diajukannya, kapan married, mana calonnya, pria mana yang jadi pacarnya, dan lain sebagainya. Tessa tetap menjalani hidupnya, dengan menjadi seorang wanita picky, pemilih. Dia selalu memilih pria yang mendekatinya harus pintar, tampan, jangkung, sixs packs, dewasa, mapan, sabar, dan sifat-sifat sempurna lainnya. Siapakah kira-kira pria yang cocok untuk Tessa? Masih belum jelas!

Dari hasil survey lembaga (yang katanya) independen Survey Research Indonesia (SRI), ada beberapa penyebab wanita jadi perawan tua. Penyebab itu dirumuskan secara ilmiah: Perawan Tua = OM + TM + NL.Dibacanya, perawan tua terjadi gara2 Ogah Married, karena Terlalu Memilih, plus Nggak Laku.

Kenapa sih perawan Ogah Married (selanjutnya disingkat OM)? Banyak faktor. Ada yg "kalah sebelum berperang'. Maksudnya si perawan selalu dihantui, bahwa married itu nggak menyenangkan. Bahwa married itu merusak kebebasan individu. Privacy yg sebelumnya dijaga, jd hrs di-sharing berdua dg suami. Terlalu banyak contoh2 kasus perceraian, sehingga si perawan takut perceraian.

Namun OM jg krn alasan keluarga. Maksudnya, si perawan tua kasihan sama ortunya yg hrs ditinggal sendirian kalo dia married. OM jg karena terlalu sayang sama Papa-nya yg sakit2an & hrs diurus. Nggak enak kan kalo married, masa lbh menyibukkan diri sama ortu ketimbang sama istri. Percuma married kalo begitu, tul gak?

Terlalu memilih jg jd alasan knp wanita2 zaman sekarang jd perawan tua. Mentang2 sdh menduduki posisi okeh, gaji sdh tinggi, sering keluar negeri, milihnya bukan "suami", tp pria yg derajatnya lebih tinggi. Padahal, pendamping hidup itu harusnya bkan soal jabatan, bukan soal ganteng apa nggak. Pendamping hidup adalah masalah kejujuran, tanggung jawab, dan mengerti bahasa cinta. Tentu financial jga jd pertimbangan dong, meski bkn jd tolak ukur utama.

Elo yakin seorang CEO bs membahagiakan elo lahir maupun bathin? Uang banyak, harta melimpah, mobil bertumpuk, mo belanja kesana-kemari tinggal tunjuk, tapi ternyata hati loe sepi. Kosong. Punya suami tp seperti nggak punya suami.

Elo yakin, pria seganteng Torra Sudiro bs menghangatkan hari-hari loe? Dg fisik yg okeh, main film dimana2, uang melimpah, tp ternyata bnyk fans yg mengidolakannya. Fans yg mungkin siap dikawinan kapan aja tanpa syarat. Gokil abis! Ato ganteng kayak gw yg mirip Sandra Bullock, lho kok?

Nggak laku adalah alasan terakhir perawan ttp menjadi tua. Padahal perawan yg nggak laku blm tentu pemilih. Malahan terkadang perawan yg ada di posisi ini sdh melakukan berbagai cara spy laku keras, mulai dari operasi plastik, mencoba membeli produk make up mahal spy mirip bintang film, membeli wardrobe2 branded, sampe memasang aksi seksi. Maksud aksi seksi, sang perawan pakai baju yg agak2 terbuka, tank top, rok mini, ato baju transparan. Seolah2 ia "mengobral diri" spy laku. Tp sayang, aksi seksi sept itu blm tentu menghasilkan calon suami. Yg ada kena grebek UU pornoaksi.

Di usia gw yg sdh hampir kepala 6, pny anak yg br masuk kuliah, ternyata msh banyak tmn2 gw yg jg belum merasakan kenikmatan hidup bersama seorang suami. Dimana kalo tiap hari bisa pergi dan pulang kerja bareng. Malam2 bisa bercanda di ranjang sambil nonton televisi ato DVD. Kalo kebetulan lagi nafsu, langsung melakukan pelampiasan. Giliran malam Jumat, siap2 pasang aksi utk melakukan keramas bareng. Wah, pokoknya seru banget. Semakin seru kalo pas lg keramas, samponya masih banyak, eh air showernya mati. Pedih!

LUNA MAYA DAN LANI MOYO

etika iklan XL mengganti figur Luna Maya menjadi seekor monyet, gw protes abis. Sebagai anggota LMFC alias Luna Maya Fans Club, gw langsung minta klarifikasi kasus ini ke Ketua LMFC.

"Maaf Dik, aku boten ngertos persoalane," jelas sang Ketua dg bahasa Jawa yg rada medok2 tp ngeselin itu.

Gak puas dg Ketua LMFC, gw langsung melayangkan surat ke XL. Tp gak dijawab sama Costumer Service XL. Malah gw ditanyain hal2 lain.

"Sudah byr tagihan bln kmrn blm? Berniat mo ganti pra-bayar ke paska-bayar gak?"

Wah, gw bilang aja ke costumer service-nya, urusan gw byr apa nggak ato mo ganti pra ke paska byr apa gak, cuma gw dan Tuhan yg tau ya.

Beruntunglah gw pny teman yg kerja di bagian infotainment. Dia ternyata pny alasan knp artis favorit gw diganti sama monyet. Cerita temen gw itu masuk akal juga sih.

"Luna Maya itu sdh over expose," jelas teman gw yg sdh bertahun2 di infotainment tp msh blm kapok2 utk keluar kerja itu.

"Wajah Luna itu udah muncul dimana2. Udah gak bs dijadikan ikon lg, krn jd gak jelas ikon apa. Di iklan sabun cuci ada dia, iklan sepatu ada dia lg, di iklan portal, eh nongol lg. Maunya apa sih, gak jelas!"

Sebagai orang yg ngefans awalnya gw gak bs trima dg penjelasan itu.

"Ya, terserah Luna dong ah, doi mo muncul dimana2. Dia kan cari uang..."

"Cari uang ya gak gitu2 amat kali. Hrs selektif. Jaga image, jaga diri baik2, jgn ngawur..."

Menurut tmn gw itu, bkn cuma alasan over expose Luna dipecat dr XL. Pd saat penandatangan kedua, Luna juga terlalu memberikan angka tinggi di kontraknya. Tau gak berapa? Rp 2 milyar utk kontrak setahun. Dg angka segitu, Luna bisa diapain2 aja. Mo dipotret utk brosur, dipake iklan tv, dan dipake lain2nya...

Menurut Costumer Service XL yg gak mau disebutkan namanya, XL akhirnya memutuskan utk memilih model lain, namun dari dunia berbeda, yakni dunia bintang.

"Yang penting, soal kecantikannya dan profesinya sama aja," kata Costumer Service cantik itu sambil mengulum2 bibirnya yg tebal. "Yang pasti juga, kontrak dg model ini gak smp 2 miliar. Tp cukup ngasih kacang 1 ton selama satu tahun ke Kebon Binatang Ragunan".

Nama pengganti Luna Maya gak lain bernama Lani Moyo. Dia adalah seekor monyet cantik yang saat ini bermukim di Kebon Binatang Ragunan. Alhamdulillah, berkat info dari tmn infotainment itu gw berhasil mengontak Lani Moyo utk berjumpa. Maklum, sebagai fans Luna Maya, gw kudu tahu pesaingnya dong, ya gak?

Lani Moyo ternyata kelahiran Bali juga. Dulu sblm pacaran dg seorang musisi band Monkey Pan, Moyo adalah model. Sdh banyak majalah yg menampilkan kecantikannya dg berbagai pose.

"Wakukakakuhahaha kakakakuhuhuhuh," kata Moyo merendah.

Moyo gak pernah berniat jadi model. Kalo pun akhirnya jd, itu gak lain krn ia ingin orangtuanya yg miskin makan sehari 3x. Ia jg ingin dg menjadi model dpt honor dan bisa bersekolah lg, krn pemeritah gak bisa merealisasikan sekolah gratis. Monyet2 spt Moyo ini ttp akan jd monyet.

Moyo jg gak nyangka bs bersaing ketat dg Luna Maya. Meski diakuinya, ia adalah monyet tercantik di abad ini di antara monyet2 lain, namun ia tetap humble. Gak pernah aji mumpung dg kecantikannya, gak pernah mau menyakiti wanita lain, intinya gak pernah sombong. Prinsipnya sederhana, persis dg prinsip Zig Ziglar:

"Huakakakak kukukukkakakakakakukukukuk kakakaka," jelas Lani Moyo.

Yg artinya "You can get everything in life you want if you help enough other people get what they want". Mendenger prinsip Moyo yg luar biasa itu, gw langsung cinta mati dgnya. Gw langsung putus hubungan dg LMFC. Segala hal soal Luna Maya gw gak lg mo inget. Udah basi! Basi! Basi! Gw skrng ini mo bertekad mendirikan LMFC tandingan, dimana kata "LM" di dpnnya gw ganti dg Lani Moyo. Nah, elo2 para monyet yg mo ikutan, jgn sungkan2 utk mendaftar ya…

IBUKU SEORANG WARIA

Tiba-tiba kampung tetangga kami menjadi heboh. Kampung yang sebelumnya sepi sepoi dari gosip, selalu aman dan tenang, sekarang begitu populer. Koran-koran lokal maupun nasional meletakkan berita soal kampung itu sebagai headline berita.

Semua itu berawal dari kehamilan anak Kepala Desa kampung itu. Kalau sekadar kehamilan tentu tidak istimewa. Namun yang membuat news value adalah kehamilan tanpa seorang suami, terlebih lagi yang terjadi pada seorang anak Kepala Desa, yang seharusnya menjadi panutan warga kampung itu. Apalagi belum lama ini Kepala Desa berjanji akan memberantas kemaksiatan di kampungnya.

"Mulai hari ini, saya berperang pada kemaksiatan," begitu pidato Kepala Desa itu saat kampanye Pemilihan Kepala Desa atau Pilkades sebulan lalu.

"Segala bentuk perjudian, pelacuran, maupun penjualan minuman keras, akan kami berantas!" Sebuah janji yang ternyata cuma isapan jempol saja, sama seperti janji pejabat-pejabat lain di kampung ini, di kampung kami, maupun di negeri ini.

Anak Kepala Desa yang imut itu, yang cantik, naif, tak neko-neko, mantan putri kampus, sekarang perutnya membuncit. Kalau tak salah, sekarang sudah telat delapan minggu. Artinya, anak Kepala Desa itu sudah hamil dua bulan.

"Siapa pria yang harus bertanggungjawab ini, Nak?"

Pada ayahnya, anak Kepala Desa itu tak mau jujur. Tak mau mengaku siapa orang yang menghamilinya, yang seharusnya bertanggungjawab, mau mengawininya, menjadi ayah dari anak yang sedang dikandungnya. Anak Kepala Desa itu tak mau membuka mulut. Mungkin dia malu jika mengatakan orang yang sudah 'membuang' sperma di kantung telurnya. Mungkin dia ragu apakah ayahnya -yang Kepala Desa- itu akan terima dengan kata-katanya jika dia mengaku siapa orang yang menghamilinya. Atau mungkin ayahnya tak percaya -sama tak percayanya dia dengan siapa yang menghamilinya- jika dia mau berterus terang.

Ayahnya sekarang memang sedang pusing tujuh keliling dengan kejadian ini. Bertahun-tahun ia menjaga image-nya demi mendapatkan jabatan sebagai Kepala Desa, sekarang dengan mudah hancur begitu saja. Sudah ratusan juta rupiah ia keluarkan -untuk melakukan money politic, sogok sana sogok sini- sampai akhirnya mendapatkan jabatan Kepala Desa seperti sekarang ini, eh masa harus mempertaruhkan jabatannya. Mana mau dia? Kepala Desa itu kan belum sempat mendapatkan keuntungan dari jabatannya itu, apes-apesnya balik modal gitu deh.

Awalnya, setelah tahu anaknya hamil, sang Kepala Desa sempat menutup rapat-rapat masalah ini, seoleh membentuk barikade agar tak ada orang yang tahu, termasuk musuh-musuhnya yang dulu bersaing untuk memperebutkan jabatan Kepala Desa. Namun sayang, barikade itu tak sekokoh yang dia kira. Seluruh warga tahu masalah internal yang dialami Kepala Desa.

Sebenarnya interogasi itu tertutup untuk umum, termasuk wartawan lokal. Namun siapa yang mengabari, siapa yang memberi tahu, sampai mereka semua jadi tahu, tak ada yang tahu pasti. Hebatnya mereka tahu dengan detail, baik dimana tempatnya dan kapan waktunya. Walhasil, sebelum pacar putri Kepala Desa masuk kantor Kepala Desa, sebelum Sekretaris Desa datang, sebelum sopir Kepala Desa hadir, sejumlah warga dan wartawan lokal sudah berkerumun di depan kantor Kepala Desa. Untung saja dua hansip dengan cekatan berhasil menjaga kantor agar kantor yang sudah reot itu rubuh.

Begitu satu per satu masuk kantor, termasuk Kepala Desa, desak-desakan warga makin kuat. Dua hansip yang tadi masih sok kuat, sekarang jadi keteteran diserbu warga yang berusaha ingin masuk ke dalam kantor dan mendengar jalannya acara interogasi itu. Sekali lagi untung saja ada hansip. Dengan tenaga yang masih tersisa, satu-satunya pintu sebagai akses masuk ke kantor itu berhasil dijaga, meski harus mengorbankan satu engselnya yang rusak.

Pacarnya merasa tak mungkin bisa membuat putri Kepala Desa itu hamil. Sebab, ia tak pernah melakukan hubungan badan sama sekali. "Paling jauh saya cuma mencium dan meremas-remas buah dada putri Bapak," aku pacar anak Kepala Desa itu dengan jujur tanpa rasa bersalah. Pengakuannya itu membuat shock Kepala Desa. Seketika jantung Kepala Desa berdetak dengan cepat. Wajahnya memerah. Ingin marah tapi tak kuasa.

Kepala Desa geleng-geleng kepala mendengar cerita pacar putrinya. Jujur, tapi kurang ajar. Kepala Desa gak habis pikir, zaman ini begitu mudahnya pria mencium bibir wanita. "Apa wanita-wanita itu gak tahu kalo banyak penyakit bisa menular lewat air liur?" pikir Kepala Desa dalam hati. Yang paling gak masuk akal lagi, begitu mudahnya status pacar bisa punya kesempatan meremas-remas payudara, padahal yang namanya pacar itu belum resmi menjadi suami dan belum tentu juga suami pula. "Dasar wong gendeng!"

Seperti juga sang pacar putri Kepala Desa, Sekretaris Desa juga tak mau bertanggungjawab dan memang tak ada alasan untuk bertanggungjawab. Karena memang ia tak merasa meniduri dan menghamili. "Gimana bisa hamil kalo saya ini cuma mencium tangan anak Bapak? Memang sekarang gara-gara cium tangan perempuan bisa hamil apa?"

Ditanya begitu oleh Sekretaris Desa, Kepala Desa gak bisa jawab. Memang gak mungkin gara-gara mencium tangan jadi hamil. Kecuali di bibir Sekretaris Desa ada sperma, trus sperma itu nempel di tangan putri Kepala Desa, tangannya menggaruk-garuk kemaluannya. Kalo kejadiannya seperti itu, bisa jadi sperma akan bertemu dengan indung telur.

Yang terakhir diinterogasi adalah Sopir Kepala Desa. Ia juga tak merasa menghamili. Tugasnya tak sampai melayani urusan seks. Tugasnya cuma mengantar dan menjemput. "Sebetulnya kalo anak bapak ngajak saya ngeseks sih, saya mau-mau aja. Masa ditolak sih? Tapi selama ini enggak, kok. Sumpah deh, Pak. Anak Bapak gak pernah ngajak ngeseks".

Kepala Desa makin shock mendengar penjelasan Sopir pribadinya. Kemudian Sopir itu mengaku hal yang pernah dilakukan terhadap putri Kepala Desa cuma mencolek lengannya.

"Itu gara-gara si Non ketiduran di mobil," akunya. "Masa membangunkan orang tidur ditiup, ya harus pakai tangan kan, Pak? Makanya saya colek putri Bapak".

Di rumah, anak Kepala Desa itu duduk sendirian di sebuah kursi jati di ruang tengah. Kursi itu umurnya lebih tua darinya. Produk lokal yang dibuat zaman Belanda. Kedua tangannya memeluk kakinya yang dilipat. Dagunya diletakkan di ujung dengkul kakinya.
Dia tak menyangka akan mengalami kejadian seperti ini. Setelah bertahun-tahun dia juga baru tahu rahasia yang disembunyikan ayahnya, sang Kepala Desa itu. Bahwa ayahnya telah mengawini seorang waria. Yap, ibunya adalah seorang waria. Yang kemaluannya belum dioperasi. Yang malam-malam beberapa bulan lalu masuk ke kamarku. Yang beberapa kali meniduriku dengan penuh nafsu.

MASA KALAH SAMA KAMBING



Dari dulu sampe zaman kapitalis kayak gini, kambing msh tetap msk dlm kategori hewan. Generasi kambing sdh berganti, seperti juga manusia yang hidup dari generasi ke generasi, entah itu generasi baby boomer sampe generasi x.

Meski generasi silih berganti, postur kambing tetap seperti itu. Dibilang cakep ya enggak, dibilang jelek sptnya lucu. Namun yang nggak bisa hilang memori kita pada kambing adalah aroma. Ingat! Aroma, bukan karoma. Sebab, kalo karoma, ntar dimarahin sama mas Rhoma Irama. Balik lagi ke msh aroma, bahwa kambing adalah binatang bau.

Bau kambing cukup khas. Nggak ada yg bisa ngalahin, even babi pun. Mau dikasih parfum dengan merek apapun, kambing tetaplah bau. Itu sudah takdir. Sudah dari sononya. Makanya kalo ada orang yang nggak pernah mandi, atau plng kantor nggak mandi, ato abis naik sepeda nggak mandi, disebut "bau kambing".

Meski bau dan dianggap menjiikkan, kambing termasuk hewan inspiratif. Bayangkan, setiap kali ada kasus yang melibatkan seseorang, nama2 kambing dibawa2. Orang yang ditendensikan kena kasus itu padahal blm tentu terlibat, dianggap di-kambing hitam-kan.

Nama-nama kambing yg berwarna hitam banyak sekali disebut di dunia politik, ekonomi, dan sosial. Padahal warna kambing bkn cuma hitam aja, ada yg cokelat, putih, abu-abu, kuning, merah, jingga, dan hijau. Warna-warna terakhir td sebenarnya kambing yg sudah di-cat sesuai dg warna partai politik. Maklum, gini hari menjelang pemilu, semua partai kudu melakukan sosialisasi, entah itu sosialisasi angka maupun warna.

Apa lagi yang membuat kambing masuk kategori inspratif? Semua yang ada pada diri kambing, dijadikan somethings yg bernilai. Ada yang mengambil kambing dagingnya aja, yang selanjutnya dijadikan sate kambing, atau diberikan kuah plus rempah-rempah jadilah sop kambing. Mulai dr kaki sampe (maaf!) bijinya kambing difungsikan.

Buat yang nggak kebagian daging, kambing masih menyediakan inspirasi lagi buat para manusia untuk menggunakannya. Ada kepala kambing yang bisa digunakan untuk pajangan rumah, yang katanya bisa mengusir setan, tikus, pengamen, atau nyamuk. Yang paling sering, memanfaatkan kulitnya.

Saat ini kulit kambing nggak cuma dijadikan bedug. Industri kulit kambing sdh merambah smp mancanegara, dimana kulit-kulit itu dijadikan alas kasur para raja. Jika sebelumnya alas kasur menggunakan bulu angsa, maka blakangan kulit kambing yang menggantika posisinya. Kenapa begitu? Katanya bulu kambing lebih halus dan bikin badan jadi geli. Tidur serasa nikmat kalo badan kegelian.

Sebagai mahkluk ciptaan Tuhan, seharusnya kita lebih inspiratif dripada kambing. Masa kalah sama kambing? Ya, pastinya enggak dong ya?! Kita harusnya lebih sabar, toleran, disiplin, manusiawi, visioner, dan not look backward. Tapi kalo sdh dikasih tahu masih juga dableg, itu biasa disebut kayak "kambing conge". Budeg!

Kita juga jangan mo kalah sama kambing. Harusnya kambing jg bisa menjadi motivator kita. Bhw kambing rela berkorban. Coba hitung sudah beberapa kambing yang berani menghadapi golok tajam. Semua demi kepentingan manusia, lho. Ada yang untuk kepentingan perut lapar, ya please makan sate atau sop kambing. Ada yang untuk kepentingan orang miskin.

Mumpung bentar lagi mo Idul Adha. Mulai skrng sisihkan uang seperak dua perak untuk ditabung. Ntar kalo udah banyak beli kambing buat di-qurban-in. Masa elo-elo yang gajinya lebih dari 2 jt nggak bs berqurban tiap tahun? Malu lah yau sama cerita tukang sol sepatu. Udah tahu kan ceritanya? Intinya, tukang sol yang gajinya di bwh UMR ini punya komitmen, setiap tahun kudu qurban. So, tiap hari dia ngumpulin recehan dan tiap tahun doi ber-qurban.

Mumpung elo masih punya gaji bln November & ada sisa sdikit gaji Oktober, beli deh kambing. Awas! jangan nyolong kambing, tapi beli. Sekali lagi: BELI! Kalo udah beli jangan dijual lagi. Itu namanya ente jd bandar kambing. Cuma cari untung musiman tapi nggak ber-qurban. Pokoknye elo jangan mo kalah deh sama kambing. Kalo sama yg laen terserah deh...

AKULAH SI PLAYBOY


Akulah si Playboy yang digunjingkan masyarakat belakangan ini. Sudah seminggu lebih, pamorku meroket, mengalahkan Presiden yang ada di negeri ini, atau para calon Presiden yang nggak tahu malu itu. Wajahku maupun namaku sangat sohor dari mereka. Yap, akulah Playboy yang kau sayangi itu.

Tak ada lagi selebriti yang mengalahkan berita soal diriku. Yang mampu berpacaran lebih dari seribu wanita cantik hanya dalam tempo satu bulan. Ketika tim investigasi salah satu televisi mendapati kemampuanku, seketika itu aku menjadi bahan gunjingan. Bahan omongan. Tapi untunglah tak membuatku marah, emosi, apalagi sampai membuat somasi. Buatku, berita itu justru menaikkan derajatku. Bahwa aku lebih tinggi nilai beritanya dibanding hilangnya kapal Adam Air, tenggelamnya kapal laut, pemilihan kepala daerah (Pilkada), meluapnya lumpur Sidoadjo, Bung Ical yang serius mensomasi majalah Tempo, Gubernur bingung mencari solusi kemacetan dan harus mengorbankan anak sekolah, dan berita-berita politik lain, yang menjadi konsumsi media, atau berita-berita selebritis untuk konsumsi infotainment.

Betul, Pak, akulah Playboy itu. Yang memiliki ketampanan luar biasa. Hidung mancung, wajah oval, kulit putih bening, badan kekar, tinggi, dan rambut ikal. Minggu-minggu ini sejumlah Menteri negara senang dengan berita soal diriku ini. Bisa jadi karena berita soal mereka jadi tertutup. Soal betapa malangnya jemaah haji yang kelaparan, soal salah satu Menteri yang masih punya relevansi dengan bencana Sidoardjo, soal Menteri yang kawin lagi, Menteri yang kini melenggang karena berhasil tidak didakwa sebagai Koruptor, dan Menteri-Menteri lain. Namun jangan pikir tidak ada Pejabat yang sebal sekali dengan kehebohan berita soal diriku. Pejabat yang sudah melakukan aksi cari muka, cari publikasi, dan cari-cari lain.

Terus terang aku tidak punya teknik atau trik ataupun tips menaklukan seribu wanita dalam sebulan. Aku bukanlah tipikal pria pencari muka, penjilat, atau korup. Aku pria biasa. Bukan orang kaya pula. Kebetulan saja aku memiliki segudang kelebihan untuk memikat wanita. Tentunya dengan people skill. Sebuah keahlian yang diajarkan Les Giblin dalam buku-bukunya, yang selalu aku baca sebelum tidur maupun saat-saat lengang.

Aku juga bukan Bos yang mudah untuk memaksa orang untuk menjadi temannya padahal orang-orang itu dekat bukan karena ingin berteman, tapi karena jabatan. Aku sengaja tidak mau jadi Bos, atau memang karena belum punya kesempatan. Kalaupun punya kesempatan jadi Bos, buatku jabatan bukan segalanya. Aku bisa mempertaruhkan jabatan demi anak buah. Karena sayang jika kita selalu berpegang pada atasan lagi dan lagi-lagi atasan, sementara anak buah yang seharusnya bisa kita bela, diterlantarkan, maka kita resmi menjadi orang yang dibenci beribu umat.

Kata orang aku lebih tepat disebut Pemimpin. Menurut buku-buku yang kubaca, Pemimpin jauh beda dengan Bos. Kalo Bos bilang "Do It" (Kerjakan!), Pemimpin justru bilang "Let's Do It" (Mari kita sama-sama kerjakan). Yap, begitulah aku, yang lebih suka menjalankan sesuatu dengan bersama, termasuk bersama seribu wanita cantik yang kupacari selama sebulan ini.

Mengapa aku harus malu, minder, atau rendah diri? Aku malah bangga dengan predikatku sebagai Playboy ini, kok. Keseribu wanita cantik itupun juga punya perasaan yang sama denganku. Mereka mencintaiku sama seperti aku mencintai mereka. Jadi, berharga sekali mereka dalam hidupku. Mereka asetku. Gara-gara mereka hidupku penuh warna. Ada spirit yang luar biasa, yang muncul dalam diri, untuk mencapai visiku di masa depan.

Maklum, aku tidak punya harta yang berlimpah. Tidak punya pakaian yang bagus seperti kalian yang setiap minggu pergi ke mall, pergi ke cafe. Belanja pakaian bermerek. Makan makanan yang lezat dan mahal. Nongkrong di diskotek, minum kopi di "warung kopi" yang segelasnya bisa mengenyangkan perut anak kecil yang kelaparan di perempatan lampu merah. Aku juga tidak biasa hang out di distro, karaoke, bioskop, dan tempat-tempat yang memanjakan mata dan entertaining. Kok aneh Playboy gak pernah ke tempat-tempat itu? Jawabannya: memang gak boleh?

Yap, akulah si Playboy itu, yang belakangan selalu muncul di program infotainment di sepuluh televisi swasta belakangan ini. Ibu-ibu yang selalu siap di depan layar kaca, memandangi wajahku begitu takjub, sesekali tersenyum, ada yang sampai ngiler, bahkan meneteskan air mata. Begitu akrabnya para ibu-ibu itu pada wajah dan namaku, sampai-sampai mereka lupa mengurus anak-anak. Anak-anak yang mau menyusu, mau sekolah, mau makan, dan mau-mau lain. Lupa mengurus suami. Melupakan mencium tangan suami, berciuman, bahkan menolak making love. Tak heran angka perceraian pun mulai membengkak.

Ibu-ibu sudah lagi tidak peduli bayi yang menangis kelaparan minta diberikan ASI. Tetek-tetek itu dibiarkan membesar penuh dengan air susu. Mereka lebih peduli menyaksikan infotainment berisi wajahku. Mereka lebih peduli melanjutkan karir mereka di atas pentas, mencari uang, bilangnya demi anak-anak, padahal demi bentuk dan ukuran tetek supaya tetap terlihat bagus. Sementara pria-pria begitu cemburu padaku. Mereka marah, emosi, jelous, sinis, negatif, dan segala bentuk kasar lain. Mereka pikir seharusnya mereka bisa lebih dariku. Wong, uang mereka banyak. Soal ketampanan, ya relatiflah.

Perjalananku masih panjang. Masih banyak cerita soalku yang nanti akan aku ceritakan pada kalian. Soal seribu wanita itu. Soal apa kunci rahasiaku sehingga seribu wanita itu begitu terpesona padaku.

YOU ARE WHAT YOU THINK

Era gw dulu, sekitar tahun 80-an, yang namanya Orthopedi ngetop banget. Kengetopannya berbanding dengan popularitas Duran-Duran, band Inggris yang waktu itu diidolakan kaum muda. Mencari iklan Ortopedi gak susah, selalu ada dimana-mana. Namun yang paling sering waktu itu, muncul di majalah yang seluruh isinya berisi teka-teki silang seharga limaribuan perak.

Buat yang nggak tahu, ato pura-pura nggak ngeh’, Orthopedi adalah sebuah perusahaan yang mengklaim bisa meninggikan badan sampai 15 sentimeter. Sebenarnya sampai sekarang, iklan Orthopedi msh kita jumpai di media masa. Tapi kuantitas iklannya gak sedahsyat era gw dulu, ada dimana-mana. Satu hal yang pasti, dari dulu sampai sekarang, Orthopedi belum pernah bikin iklan televisi. Gak tahu tuh, kenapa alasannya.

Apa yang membuat gw tertarik dengan Orthopedi adalah karena banyak sekali testimoni di iklan itu yang menyatakan keberhasilan metode yang dibuat Orthopedi. Bayangkan, ada seorang yang dulu badannya cuma 160 cm, dalam waktu 3 bulan berhasil tinggi sepuluh senti. Ada lagi wanita yang awalnya cuma punya ukuran seukuran kulkas dua pintu yang sekarang hampir mencapai 150 cm itu, berhasil ditinggikan oleh Orthopedi sebanyak 15 cm. Bayangkan! Limabelas sentimeter!

Setiap membaca testimoni (baca: orang-orang yang berhasil tinggi via Orthopedi), gw jadi ngiler. Kapan gw bisa menambah tinggi badan, ya at least 10 cm dari tinggi gw yang sekarang cuma 175 ini. Apalagi di testimoni itu, gak ada satu pun orang-orang yang protes sampai mengembalikan uang segala gara-gara Orthopedi dianggap membohongi konsumen. Semua testimoni positif dan menampilkan orang-orang berhasil. Elo-elo pasti bilang, lah iyalah! Namanya juga testimoni, iklan, pariwara, ya pasti menampilkan orang-orang berhasil. Mana mau sebuah produk menampilkan orang-orang yang gak berhasil, misalnya yang sudah nyoba Orthopedi malah jadi memendekkan badan, dari tinggi 170 cm menjadi 150 cm. Ya gak mungkin lah yau!

Gw ngiler, ngiler berat dengan orang-orang yang berhasil tinggi. Buat gw waktu itu, seseorang dengan tinggi badan yg bukan rata-rata, punya kharisma. Jika kita bisa punya tinggi 180 cm di antara orang-orang yang tingginya cuma 165 cm rasanya kan kita jadi seorang pemenang. Orang-orang yang pendek itu seperti anak buah kita, kerdil, krucil, dan gak punya arti.

Dengan tinggi badan yang gak rata-rata, gw bisa melakukan apa saja. Menjadi pemain basket profesional yang rata-rata tingginya minimal 190 cm, menjadi pacar Luna Maya yang tingginya 175 cm itu, atau kalo gak level sama Luna Maya, ya menjadi pacar Olga (sapa tuh kepanjangannya?) di Quantum of Solace yang mirip Karennina itu. Dengan tinggi badan juga, gw jd gak rendah diri. Jalan pasti membusung. Kalo mo gedein badan, badan gw jadi gak kelihatan gepeng (gede pendek ngeselin). Badan gw pasti serasa Rambo, serasa Arnold Schwarzeneger, setidak-tidaknya mirip Barry Prima lah.

Gw ngebayangin, panitia pemilihan Cover Boy akan menilai gw dngan nilai plus. Dengan tampang gw yg sdh cakep sekarang ini, postur tubuh jelas makin memungkinkan gw dipilih jadi pemenang Cover Boy. Kalo gak menang, at least jadi Favorit lah. Dengan kemenangan itu, gw pasti akan sering diminta menjadi Model atau Peragawan. Berlanggak-lenggok di atas cat walk. Berkenalan sama Model-Model kece yg juga tinggi-tinggi itu. Coba bayangkan kalo gw tingginya cuma 165 cm dan disandingkan dengan Model-Model itu, wah gak enak banget dilihat para penonton. Ibarat Ibu sama anak lagi jalan.

Akhirnya gw mutusin coba Orthopedi. Gw kirim uang lewat pos untuk membeli alat Orthopedi dan menjalani terapinya. Gak berapa lama, alat itu tiba di rumah. Mungkin ada yang udah pernah tahu alat peninggi badan, tapi pasti ada yang belum kan? Bentuknya adalah sebuah alat untuk menarik-narik badan kita agar ”melar”. Kalo yg mo murah alatnya cuma sampe leher. Bentuknya sebuah tali (mirip ikat pinggang) yang diikatkan ke leher dan kepala. Tali itu harus dicantolkan ke tiang. Tiap hari, entah itu pagi atau sore kudu dipakai. Artinya, tiap pagi dan sore, Anda harus menggangkat-angkat kepala Anda yang sudah diikatkan tali itu supaya ”melar”.

Ada alat yang lebih mahal dari ”katrol kepala” mirip ikat pinggang. Yang mahal bentuknya lebih kompleks, yakni sebuah papan yang mirip tempat tidur. Di papan itu ada penyangkut kaki yang nantinya akan menarik kaki kita. Ada pula penarik tubuh. Pasti Anda tahu kenapa dua-duanya berfungsi menarik-narik, ya untuk ”memelarkan” badan Anda sehingga Anda akan bertambah tinggi badan.

Setiap habis menggunakan alat Orthopedi itu, gw selalu ngaca. Dan rasanya badan gw sudah bertambah beberapa senti. Lumayan kan kalo gw awalnya cuma 175 cm bisa naik 2 sentimeter dalam waktu seminggu. Coba kaliin kalo emang seminggu dapat 2 cm, berapa cm kalo gw ”menarik-narik” badan dan kepala selama setahun. Pasti tinggi gw akan melebihi Shaq O’Neil yang lebih dari dua meter itu.

Nyatanya gw salah besar. Gw terlalu mengandalkan alat untuk sebuah kepercayaan diri. Gw terlalu naif menganggap tinggi badan mempengaruhi gw mendapatkan cewek-cewek kece, termasuk model. You are what you think!

Elo apa yang elo pikirkan. Kalo elo berpikir gak akan bisa jadi model, atau menjadi pemain basket, atau menjadi orang sukses, atau mudah mendapatkan cewek-cewek kece, dengan ukuran badan pas-pasan, salah besar. Kalo elo berpikir negatif dengan kondisi loe sekarang, semua akan jadi negatif. Elo gak akan punya nilai. Useless! Worthless! So, you are what you think you are!

Cobalah elo berpikir elo mampu, elo bisa. Bahwa dengan kondisi loe sekarang, elo bisa jadi orang sukses asal kerja keras n kerja smart. Dengan ukuran tubuh loe sekarang, elo mampu mencetak score gokil, bahkan menjadi three point shooter, asal elo mo terus latihan. Elo pikir Tiger Wood langsung jadi jawara golf? Dia itu dulunya cuma caddy yg dekil dan gak dianggap. Tapi dengan keseriusan, kerja keras, latihan memukul bola golf beribu-ribu kali akhirnya menjadikan doi juara golf yang kaya raya. Elo pikir Michael Jourdan langsung piawai jump shot, ahli rebound? Lah, enggak langsung! Jourdan kudu latihan shooting sehari bisa ribuan kali.
You think what you are! Bersyukurlah dengan kondisi loe sekarang. Tapi kalimat itu bukan berarti elo lantas cepat puas dengan ukuran hidup loe, bo! Belum saatnya istirahat. Kerja keras masih terus berlanjut sampai titik darah penghabisan. Eit, jangan lupa berdoa. Yang orang Islam, ya sholat. Yang Nasrani, ya ke Gereja. Yang agama lain ya ke tempat ibadah masing-masing lah. Jangan ketuker-tuker tempat ibadahnya, yang Islam ke Gereja, ya Nasrani ke Masjid. Kalo begitu, elo pasti lagi mabok. Kalo udah mabok, ya susah deh.

Bergaul dengan orang sukses, kalo elo mo sukses. Masa mo sukses bergaulnya sama orang gagal, ya pasti akan ketularan gagal lah. Karena orang gagal pasti banyak ngomong negatifnya ketimbang menambah perbendaharaan motivasi buat kita fighting. Yang terakhir (pastinya masih banyak lah), you are what you think you are. Kalo elo berpikir elo paling jago, elo emang jago, tapi akan kelihatan sok tahu, sombong, riya, etc. Elo boleh berpikir jago, tapi dalam aplikasinya, elo harus humble, Bro! Rendah hati. Biar orang lain sok jago, tapi tetap miskin. Biar orang lain sok tahu, tapi tetap gak kaya-kaya, tapi kita down to earth ajah.

Sekarang ini, gw lagi bengong di depan kaca. Kok wajah gw mirip Ongky Alexander ya? Eh, salah ding. Maksud gw, kok leher gw jadi panjang yah? Kok badan gw jadi ”melar” banget yah? Ini pasti gara-gara alat Orthopedi itu. Awalnya gw sempat ragu mo ngebuang, tapi kalo gw pikir2 pasti banyak cowok-cowok yang perlu alat itu kali ya? Yang gak percaya dengan ulasan saya soal ”you are what you think” ini. Ada yg msh mo ngalahin Hakeem Olajuwon, pemain tengah NBA yang punya tinggi 213 cm yang sempat gue interview? Yg mau ngecengin model-model berpostur jangkung? The choice is yours.

Jumat, 28 November 2008

SEPEDA BUTUT UNTUK GURU KAMI

Wajah mereka kusut, seolah tak ada jalan yang bisa ditemukan. Keempat sahabat itu bingung. Bingung mendapatkan cara agar impian mereka terwujud. Untuk saat ini, baik Yorsi, Ira, Agra, maupun Chita tak bisa bicara. Tak mampu mengeluarkan kata-kata, apalagi mengeluarkan gagasan.

Sudah sebulan ini, ya kurang lebih 29 hari kurang satu hari, mereka pusing. Mohon jangan dibayangkan mereka pusing, karena penyakit atau karena stres. Mereka pusing, karena mereka benar-benar pusing. Buat anak seusia mereka yang tinggal di pelosok desa, mencari uang 100 ribu, bukan perkara mudah. Uang jajan mereka dari orangtua saja cuma seribu perak. Yorsi barangkali sedikit beruntung. Ia mendapat uang jajan duaribu perak.

Mereka bukan anak konglomerat, yang uang jajannya ratusan ribu sehari. Mereka bukan juga anak pejabat, yang dengan mudah mendapatkan fasilitas via katebelece. Mereka anak petani, yang tanahnya adalah tanah sewaan. Yang hidupnya serba kekurangan. Masih bisa makan saja, mereka begitu bersyukur pada Allah. Ya, mereka masih percaya Allah sebagai Tuhan mereka.

Mereka anak petani, tapi punya hati. Yang masih memiliki nilai-nilai sosial. Masih siap untuk bekerjasama antartetangga, toleransi, maupun gotong royong. Dan yang tak boleh lupa, mereka masih ngotot untuk bisa merubah hidup. Mereka tak ingin hidup mereka kelak seperti orangtua mereka. Biar mereka miskin, meski mereka tak punya apa-apa, pendidikan menjadi prioritas mereka. Alasan itulah yang membuat mereka berpikir dan menemukan cara mendapatkan uang 100 ribu rupiah. Agar Pak Lukas -guru mereka- bisa tetap mengajar.

Memang cukup jauh Pak Lukas harus mengajar Yorsi, Ira, Agra, Chita, dan murid-murid lain. Perlu menghabiskan waktu 4 jam. Membutuhkan ribuan langkah untuk mencapai 60 kilometer dari tempat tinggal Pak Lucas ke gubuk tua. Gubuk yang difungsikan menjadi sekolahan. Di usia lanjut, kini hampir 65 tahun, fisik Pak Lucas tak segagah dahulu. Yang dengan gagah berjalan, menyusuri perkebunan tebu, sambil bersiul-siul.
Sebagai guru yang sudah puluhan tahun makan asam garam mengajar, yang murid-muridnya sudah besar dan tersebar bekerja, baru kali ini ada sekelompok murid yang punya impian untuk membelikannya sepeda.

"Dengan sepeda, Pak Lucas jadi tak perlu jalan kaki lagi," ucap Yorsi yang pertama kali mengusulkan. "Dengan sepeda, Pak Lucas akan setiap hari mengajar kita. Beliau akan memberi ilmu pada kita. Mengajarkan kita soal apa saja. Tanpa sepeda, Pak Lucas pasti akan sering sakit".

Pak Lucas memang mengajar apa saja. Mulai dari berhitung, sampai soal moral. Mulai dari kesehatan, sampai soal pengetahuan alam. Dari Pak Lucas lah mereka mengerti mana hitam, mana putih. Lewat Pak Lucas, mereka tahu soal karakter rakus, kikir, iri, dengki, munafik, dan sombong. Dan kami dijadikan manusia yang rendah hati.
Tak seperti murid-murid Pak Lucas sebelumnya. Yang bertolak dari ajarannya. Mereka sudah hidup berkecukupan di kota, keluar dari suasana pertanian, alam desa, namun kembali ke kampung dengan nafas beda. Nafas negatif yang tak pernah diajarkan sama sekali oleh Pak Lucas selama di bangku sekolah. Merusak hutan, menjadi penyelundup kayu, memeras para petani, dan berkongsi dengan pemerintah untuk meratakan sawah demi pembangunan vila.

Di ranjang reot di sebuah rumah tua, di situlah Pak Lucas tergeletak pasrah. Ia sakit. Sakit tua, karena fisiknya sudah lemah. Tak ada istri maupun anak yang merawatnya. Hanya Dian dan Iwan, tetangga yang baik hati yang setia menemani Pak Lucas.

Ia memang tak sempat menikah, apalagi punya anak. Buatnya, murid-muridnya adalah anak-anaknya. Sayang, murid-muridnya tak mengakuinya sebagai ayahnya. Meski begitu, tak ada pikirian negatif pada murid-muridnya itu, yang menjadi pembelot dari ajaran kebaikannya. Ilmu hitung-hitungan yang diajarkan Pak Lucas memang diterapkan, namun dalam konsep yang jauh berbeda. Setiap hari harus ada uang yang dihitung. Semua pasti materi. Sementara untuk moral, dikesampingkan.

Di atas bantal putih yang sudah lusuh, Pak Lucas meletakkan kepalanya. Ia tak pernah mendendam. Meski banyak murid yang sudah jadi orang, sudah kaya raya, jadi pengusaha, jadi pedagang di kota, tak pernah terbersit secuil pun keinginan Pak Lucas untuk meminta-minta. Meminta uang, meminta dibuatkan rumah indah, meminta dibelikan mobil, motor, ya seapes-apesnya dibelikan sepeda, seperti impian Yorsi dan kelompoknya.

Ada berita dari dusun lain, seorang petani menjual sepeda. Memang sudah tua, tapi masih layak dibawa. Harganya 100 ribu rupiah. Cukup mahal buat Yorsi dan Chita, cukup membuat takjub Ira dan Agra. Namun mendekati impian mereka untuk membelikan Pak Lucas sepeda. Sebab, tak mungkin membelikan Pak Lucas sepeda baru, yang harganya berlipat-lipat dari harga sepeda yang dijual petani itu.

Uang receh itu kini sudah terkumpul 50 ribu rupiah. Artinya, masih kurang 50 ribu rupiah lagi. Bagi Yorsi, Ira, Agra, maupun Chita, kekurangan itu artinya mereka harus menyisihkan waktu dan tenaga lagi agar mendapatkan 50 ribu rupiah, agar sepeda tua itu bisa terbeli, agar Pak Lucas bisa kembali mengajar mereka setelah sembuh dari sakitnya.

Yorsi menerima 15 ribu rupiah dari seorang Mak pemilik warung makan. Pemuda kurus kering berkacama itu bekerja selama 15 hari menjadi pencuci piring. Lain lagi cara Ira dan Agra mendapatkan uang. Mereka rela berjalan berkilo-kilo untuk menjajakan kue-kue buatan pengusaha Cina. Dari hasil jualan kue itu, Ira dan Agra diberi fee masing-masing 10 ribu rupiah. Sisa 15 ribu rupiah disumbang Chita, karena berhasil menjual pakaian-pakaian bekas milik orangtuanya. Semua itu berarti, mereka berhasil mengumpulkan 50 ribu rupiah yang tersisa, yang kini genap 100 ribu rupiah. Keberhasilan itu yang membuat mereka suka cita.

Dengan penuh semangat, dengan harapan yang tinggi, keempat sahabat itu pergi ke dusun lain. Tanpa peduli jarak, jalanan yang becek, mereka berhayal akan membawa sepeda dan membuat kejutan Pak Lucas. Uang recehan 100 ribu itu dibungkuskan kain putih. Yorsi yang memegang bungkusan kain putih itu.

Tiba di dusun menjelang petang. Hewan ternak yang biasa dilepas, sudah masuk kandang. Kambing, ayam, maupun bebek seolah melihat kedatangan mereka, dari balik kandang yang sempit dan bau. Tak ada tanda-tanda rumah yang punya sepeda, apalagi tulisan sepeda yang dijual.

Beberapa penduduk nampak berjalan menuju suatu tempat. Ada beberapa bendera kuning yang dibawa mereka. Mulut mereka komat-kamit membaca barisan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Yorsi, Ira, Agra, dan Chita mendekat, bertanya pada salah seorang penduduk yang tertinggal di belakang.

"Ada yang meninggal di desa seberang. Orangnya sudah tua. Tak punya istri dan tak punya anak. Kasian sekali dia," kata salah seorang penduduk itu.

Mereka saling berpandangan. Tangan Yorsi, yang memegang uang recehan 100 ribu, gemetar. Ia tak bisa menahan emosinya, seperti Agra, Ira, dan Chita yang tak bisa menahan air matanya. Ada kekecewaan, ada kedukaan. Semua bercampur jadi satu. Tak karuan rasanya. Ada hayalan masa depan yang suram, tak bisa mereka gapai lagi, karena impian mereka hilang.

"Oh, tadi pagi sudah dibeli," tambah penduduk itu lagi, yang sedetik kemudian meninggalkan mereka, dalam kesedihan.

HATIKU SETAJAM RENCONG

CAST : RAZAK
MEUTIA
ABDUL WAHAB
RAFFLY
MUZAKIR
TEUKU SOLEMAN DAUD (AYAH MEUTIA)
CUT NYAK (IBU MEUTIA)

LOKASI : KUALATUHA, MEULABOH, BANDA ACEH

SCENE I

INT - RUMAH TEUKU SOLEMAN – MALAM
Cast : Teuku Soleman – Raffly

(ESTABLISH SHOT RUMAH DAN PEKARANGAN RUMAH TEUKU SOLEMAN DI KUALATUHA. BEBERAPA PASUKAN TENTARA NAMPAK SEDANG BERJAGA DI SEKITAR RUMAH. TIBA-TIBA SEBUAH MOBIL JEEP MASUK KE PEKARANGAN RUMAH, TEUKU SOLEMAN KELUAR DARI MOBIL DAN BERJALAN MASUK KE RUMAH. ADA RAFFLY MASIH SIAGA BERJAGA TEPAT DI DEPAN PINTU RUMAH ITU)

TEUKU SOLEMAN:
Pakiban keadaan sekeliling geutanyo, Raffly?
(Bagaimana keadaan sekeliling kita, Raffly? Aman?)

RAFFLY:
Alhamdulillah Aman, Bang. Tapi buno beungeh aneuk buah Razak kaseumpat tembak mate awak getanyo di rap Malabouh. Sebagian pasukan kaseumpat loen perintahkan ke lokas kejadian.
(Alhamdulillah aman, Bang. Tapi tadi pagi anak buah Razak sempat menembak mati anggota kita di dekat Meulaboh. Sebagian pasukan sempat aku perintahkan ke lokasi kejadian.)


TEUKU SOLEMAN:
Hmm..Abang sit kadeunge habanyan (MEMANDANG KE ARAH PEKARANGAN) Ka saatnya geutanyo hana kompromile ngeun Razak. (MENATAP RAFFLY LAGI DAN MENEPUK PUNDAK RAFFLY) Geut, gata jaga begeut di sino beh. Laporkan kalau na terjadi pupule.
(Abang juga mendengar kabar itu. Sudah saatnya kita tidak kompromi dengan Razak lagi. Baik, kamu jaga dengan baik di sini ya. Laporkan kalau terjadi sesuatu lagi.)


RAFFLY:
(MEMBERI HORMAT) Geut, Bang!
(Siap, Bang!)


INT - MEJA MAKAN RUMAH KELUARGA TEUKU SOLEMAN - MALAM
Cast : Teuku Soeleman – Cut Nyak - Meutia

(MEUTIA SEDANG MAKAN BERSAMA ORANGTUANYA. WAJAHNYA NAMPAK TEGANG. IA TAKUT DIINTEROGASI OLEH ORANGTUANYA SOAL RAZAK, PACARNYA YANG TERNYATA SEORANG ANGGOTA GERAKAN ACEH MERDEKA.)

CUT NYAK:
Beno seput ho kajak Meutia?
(Tadi siang kamu kemana Meutia?)


MEUTIA:
Lon ke Lamie, Mak…
(Aku pergi ke Lamie, Mak.)

CUT NYAK:
Kepu gata ke Lami? Nyan ken jiuh that? Dan paken gata hana izin Ayah le?
(Ada apa kamu ke Lamie? Itu kan jauh sekali? Dan kenapa kamu tidak izin Ayah dulu?)

MEUTIA:
Meutia lake meah hana izin ngen Ayah, Mak. Meutia ke Lamie keneu mereumpo ngen lon…
(Maaf Meutia tidak izin Ayah dulu. Meutia ke Lamie ingin berjumpa dengan teman.)

CUT NYAK:
Seharusnya gata lake izin ile ngen Ayah. Inong hana geut jak sirou…
(Seharusnya kamu minta izin Ayah dulu. Wanita tidak baik pergi sendiri.)

MEUTIA:
Maah, Mak...
(Maaf, Mak)

CUT NYAK:
Memang so ngen gata nyang gata mereumpo nyan?
(Memang siapa teman kamu yang kamu kunjungi itu?)


(MEUTIA LANGSUNG GUGUP BEGITU IBUNYA MENANYAKAN HAL ITU. WAJAH MEUTIA TERLIHAT TEGANG. NAMUN KEADAAN ITU DISELAMATKAN OLEH KEDATANGAN AYAHNYA YANG TIBA-TIBA MUNCUL DI RUANG MAKAN)

TEUKU SOLEMAN:
Assalamu’alaikum!

CUT NYAK & MEUTIA:
Waalikum salam!

(CUT NYAK DAN MEUTIA LANGSUNG MENCIUM TANGAN TEUKU SOLEMAN. MEREKA KEMUDIAN DUDUK.)


CUT NYAK:
Paken Abang trep that. Sibuk that?
(Tidak biasanya Abang terlambat. Sibuk rupanya?)


TEUKU SOLEMAN:
Na nyang perle Abang puboet…
(Ada yang harus Abang kerjakan)

CUT NYAK:
Abang keneu pajuh bu jino? Menye’e lon hidangkan?
(Abang mau makan sekarang? Kalau iya aku siapkan?)

TEUKU SOLEMAN:
Siat te Abang kene jep I ile.
(Nanti saja. Abang mau minum dulu)

(CUT NYAK KEMUDIAN MENUANGKAN MINUMAN)

TEUKU SOLEMAN:
Sia atnyo beberapa daerah kamulai hana aman. GAM kamulai mengintimidasi masyarakat sekitar Beureunun, Blangkejeran, Jantho, ngeun beberapa daerah laen
(Akhir-akhir ini beberapa daerah mulai tidak aman. GAM mulai mengintimidasi masyarakat sekitar Beureunun, Blangkejeran, Jantho, dan beberapa daerah lain)

CUT NYAK:
Lon deunge buno seput sit na nyang tewas le Aceh Barat, Bang…
(Aku dengar tadi siang juga ada yang tewas lagi di Aceh Barat, Bang)

TEUKU SOLEMAN:
Lon sit deunge nyan. Aneuk buah Razak nyang peboet…
(Aku juga dengar itu. Anak buah Razak yang melakukannya)

(MEUTIA KAGET. SENDOK YANG ADA DEKATNYA TERJATUH. KEJADIAN ITU MEMBUAT AYAH DAN IBUNYA HERAN.)

CUT NYAK:
Paken ngeun kah Meutia?
(Kenapa dengan kamu Meutia?)


TEUKU SOLEMAN:
Kah teupu soal pembunuhan nyo?
(Kamu tahu soal pembunuhan ini?)


MEUTIA:
(GUGUP) E…e..e…hana Ayah. Lon hana teupu..
(Tidak Ayah. Aku tidak tahu)


(MEUTIA LANGSUNG TERBAYANG PERTEMUANNYA DENGAN RAZAK TADI SIANG. CAMERA TRACK IN KE WAJAH MEUTIA YANG TEGANG. FLASHBACK RAZAK SEDANG BERADA DENGAN MEUTIA DI PINGGIR PANTAI MEULABOH, ACEH BARAT. ADA ABDUL WAHAB YANG MENGAWASI DI SEKILILING, KARENA TAKUT ADA PENDUDUK SETEMPAT YANG MELIHAT PERTEMUAN ANTARA RAZAK DAN MEUTIA.)

FLASHBACK

SCENE II

EXT. PINGGIR PANTAI MEULABOH - SIANG
Cast: Razak – Meutia

(KAKI MEUTIA DAN RAZAK DICELUPKAN KE AIR SUNGAI. RAZAK DUDUK DI SEBELAH KANAN MEUTIA.)

RAZAK:
(SAMBIL MENATAP) Meutia, kah teupu keun Abang sayang ke gata?
(Meutia, kamu tahu Abang sayang kamu?)

(MEUTIA MENGANGGUK PERLAHAN, NAMUN WAJAHNYA MENUNDUK. MELIHAT AIR SUNGAI. TANGAN RAZAK PERLAHAN MEMEGANG TANGAN MEUTIA. PADA SAAT TANGAN RAZAK MEMEGANG TANGAN MEUTIA, TAK SENGAJA ABDUL WAHAB MELIHAT KEJADIAN ITU. TAPI IA KEMUDIAN MENGAWASI KEADAAN LAGI.)

RAZAK:
Abang teupu mungken keinginan Abang nyo cokup berat ke gata. Mungken saat nyo hana tepat. Tapi Abang harus pegah ke gata, Meutia. Harus. Bulen uke Abang keune melamar gata. Meukawen ngeun gata…
(Abang tahu mungkin keinginan Abang ini cukup berat buatmu. Mungkin waktunya juga tidak tepat. Tapi Abang harus mengatakan padamu, Meutia. Harus. Bulan depan Abang ingin melamarmu. Menikahimu)

MEUTIA:
(KAGET DAN MELIHAT RAZAK) Poe, Bang?!
(Apa, Bang?)

RAZAK:
Abang kene meukawen ngeun gata, Meutia. Abang kene gata jadi istri…
(Abang ingin menikahimu, Meutia. Abang ingin kamu jadi istriku…)


(MEUTIA MELEPASKAN PEGANGAN TANGAN DAN BERDIRI DARI KOLAM. RAZAK JUGA IKUT BERDIRI. KEJADIAN ITU KEMBALI SEMPAT DILIHAT ABDUL WAHAB.)

MEUTIA:
(SAMBIL MENUNDUK DAN MEMBELAKANGI RAZAK) Maah, Abang…Lon hanjeut!
(Maaf, Abang. Aku tidak bisa!)


RAZAK:
Abang tepeu nyo pasti berat ke gata, Meutia. Ureung tuha gata cit pasti hana galak ke Abang. Tapi Abang cinta gata. Abang akan terimeng peupeu nyang kan terjadi…
(Abang tahu ini pasti berat buat kamu, Meutia. Orangtua kamu juga pasti membenci Abang. Tapi Abang cinta kamu. Abang akan terima apapun yang akan terjadi.)

MEUTIA:
(MENANGIS) Lon hanjeut, Bang….lon hanjeut!
(Aku tidak bisa, Bang. Aku tidak bisa!)

(TIBA-TIBA SUARA TEMBAKAN TERDENGAR. RAZAK LANGSUNG MELIHAT KE ARAH SUARA TEMBAKAN ITU. SEMENTARA MEUTIA MASIH MENANGIS. ABDUL WAHAB MELAPORKAN KEJADIAN ITU.)

ABDUL WAHAB:
Na nyang tertembak Bang…
(Ada yang tertembak Bang)

RAZAK:
Sho Wahab?
(Siapa Wahab?)

ABDUL WAHAB:
Hana ku teupu, Bang. Mungken penduduk setempat. Sebaiknya geutanyo jak dari seneu, Bang. Mungken nga Tentara nyang trouk…
(Tidak tahu, Bang. Mungkin penduduk setempat. Sebaiknya kita pergi dari sini, Bang. Mungkin ada Tentara yang datang)

(MUZAKIR SAMBIL BERLARI MENDATANGI RAZAK. NAFASNYA NGOS-NGOSAN, KARENA KELELAHAN BERLARI.)

MUZAKIR:
(SAMBIL NGOS-NGOSAN) Maah, Bang…lapor…prajurit geutanyo menimbak Tentara..
(Maaf, Abang. Lapor. Ada prajurit kita menembak Tentara.)

RAZAK:(KAGET DAN MARAH) Peu?!
(Apa?!)

MUZAKIR:
Tentara nyan dipeugah mate seketika
(Tentara itu katanya tewas seketika.)

(RAZAK NAMPAK MARAH DAN KEHILANGAN KONSENTRASI, SESEKALI MELIHAT MEUTIA UNTUK MELANJUTKAN PERCAKAPAN, SESEKALI INGIN MEMUNCAKKAN KEMARAHAN PADA ANAK BUAHNYA. MEUTIA TIBA-TIBA LARI)

RAZAK:
(BERTERIAK) Meutia ?! Ho ka jak?! …Meutia ?!
(Meutia ?! Kamu mau kemana?! Meutia ?!)

(RAZAK HENDAK MENGEJAR, TAPI IA TAK MAMPU BERBUAT APA-APA< KARENA KEADAAN LAGI TIDAK MEMUNGKINKAN. IA HANYA MELIHAT KEPERGIAN MEUTIA SAMBIL MENAHAN AMARAH.)

ABDUL WAHAB:
(MENGAJAK) Sebaiknya geutanyo jak dari sino, Bang…
(Sebaiknya kita pergi dari sini, Bang.)

(RAZAK MASIH PENASARAN MELIHAT KEPERGIAN MEUTIA. DENGAN KESAL AKHIRNYA IA MENINGGALKAN MEULABOH KE ARAH TUTU YANG DITEMPUH SEPANJANG 61 KILOMETER)

SCENE III

INT - RUMAH TEUKU SOLEMAN – PAGI
Cast : Teuku Soleman – Raffly – Pasukan Tentara

(ESTABLISH SHOT RUMAH DAN PEKARANGAN RUMAH TEUKU SOLEMAN. BEBERAPA PASUKAN NAMPAK SEDANG MENDENGAR PIDATO TEUKU SOELEMAN. SEMENTARA MEUTIA MENDENGARKAN PIDATO AYAHNYA ITU DARI KAMARNYA)

TEUKU SOLEMAN:
Terus terang lon sungguh kecewa ngeun Razak. Janji jih untuk meminta anek buah jih agar hana melakukan kontak senjata ternyata hana dipatuhi. Jih melanggar janji. Sungguh lon kecewa.
(Terus terang aku sungguh kecewa dengan Razak. Janjinya untuk meminta anak buahnya agar tidak melakukan kontak senjata ternyata tidak dipatuhi. Ia melanggar janji. Sungguh aku kecewa.)

(MEUTIA MASIH MENDENGAR PIDATO AYAHNYA)

TEUKU SOLEMAN:
Anggota geutanyo mate kemarin. Almarhum Madjid Ibarhim. Kematian almahum merupakan suatu penghinaan ateh kesepakatan nyang harus dipatuhi. Dan oro nyo, lon menyatakan perang terhadap Razak dan pasukannya…
(Anggota kita tewas kemarin. Almarhum Madjid Ibrahim. Kematian almahum merupakan suatu penghinaan atas kesepakatan yang seharusnya dipatuhi. Dan hari ini, aku menyatakan perang terhadap Razak dan pasukannya)

(BEGITU TEUKU SOLEMAN MENGATAKAN “PERANG TERHADAP RAZAK”, KONTAN SELURUH PASUKAN YANG MENDENGAR MENGANGKAT SENJATA TANDA SIAP MELAWAN. SEMENTARA MEUTIA LANGSUNG MENGHEMPASKAN TUBUHNYA KE RANJANG DI KAMARNYA. IA MENANGIS. DIPEGANGNYA PERUTNYA YANG SUDAH DUA MINGGU INI SUDAH TELAT MENS.)

EX-BOYFRIEND

“Yang ini dibuang gak, Non?” tanya Mbok Sum, sambil mempelihatkan sebuah surat bersampul pink bergambar hati, pada Dinar.

“Buang!”

“Yang ini, Non?” Mbok Sum bertanya lagi. Kali ini, yang dipegang Mbok Sum sebuah boneka beruang mini. Di leher boneka itu tergantung kartu kecil. Tulisannya: “Happy Valentine’s Day to Dinar. Love Rendy”.

“Buang!”

“Benar, nih, Non?” Mbok Sum menggoda. Matanya melirik-lirik nakal. Pembantu berusia setengah abad yang sudah menemani Dinar sejak kecil ini memang punya kebiasaan seperti itu: menggoda.

Barangkali kebiasaan itulah yang membuat dirinya masih tetap tegar sampai sekarang. Padahal track record hidupnya begitu lirih. Tiga kali ditinggal kabur sang suami yang kawin dengan wanita lain. Menyakitkan lagi, kelima anaknya tak ada seorang pun yang pernah menemuinya. Anak-anaknya semua dibawa ketiga suaminya ke tempat yang sampai saat ini tak diketahui.

“Iya, buang!” Dinar sedikit membentak.

“Gak nyesel?” Mbok Sum masih nakal menggoda Dinar.

“Ihhh! Si Mbok! Kalo aku bilang buang, ya buang!” Dinar geram.

“Buat Mbak Sum aja, ya, Non,” pinta Mbok Sum.

“Buat apa?”

“Buat cucu, Mbok. Habis, bonekanya lucu,” jelas Mbok Sum, sambil memperhatikan boneka yang ia pegang.

“OK, boneka itu boleh Mbok Sum ambil, tapi boneka itu jangan sampai kelihatan di depan mataku ya, Mbok?”

“Beres, Non!”

Dinar sebenarnya suka banget sama boneka beruang mini. Habis, selain lucu, kebetulan beruang adalah binatang favoritnya. Trus kenapa juga boneka itu dibuang? Memangnya gak sayang? Jawabannya: nggak! Kalo sudah terlanjur sakit hati, apapun bisa jadi dibenci, termasuk sama boneka beruang mini itu.

Dinar memang sedang sakit hati. Gak heran, kalo hari ini lagi ada pembersihan besar-besaran. Bukan bersih-bersih kamar, yang rutin biasa dilakukan Dinar saban minggu. Tapi pembersihan kali ini, edisi khusus. Maksud? Demi melupakan masa lalu yang menyebalkan, Dinar membersihkan segala hal yang ‘berbau-bau’ Rendy Ia berharap, hal ini mampu mengubur rasa sakit hatinya.

* * *
Kantin Fakultas Sastra sudah nampak sepi. Beberapa warung sudah tutup. Padahal, waktu masih belum begitu sore. Matahari saja masih memancarkan sinarnya tepat di atas kepala, terik sekali. Satu per satu mahasiswa, meninggalkan bangku kantin. Cuma ada dua atau tiga pasang mahasiswa, yang masih betah di kantin, yang letaknya persis dekat rektorat.

Para mahasiswa biasa menyebut kantin itu sebagai “kantin cinta”. Entah sudah berapa puluh pasang mahasiswa, merasakan kemanjurannya. Kemanjuran mendapatkan cinta, tentunya dong. Kalo perkara menyatakan cinta, dan kemudian pacaran, itu mah sudah biasa. Atau yang paling sering, kenalan, tukar-tukaran HP, kencan, dan selanjutnya jadian. Ada juga kejadian, mengucap janji, pacaran, putus, dan akhirnya berhasil nyambung lagi, gara-gara mereka makan di kantin ini. Ajaib, kan?!

Makanan yang paling ngetop di “kantin cinta” ini adalah, siomai dan es sekoteng. Hmm, yummi! Sudah enak, murah pula. Gara-gara terkenal enak dan murah, siomai dan es sekoteng itu, jadi cepat ludes. Mereka seharusnya sudah tutup dari tadi. Tapi gara-gara Bayu dan Dinar, para pedagang ini terpaksa harus menunggu. Sebab, siomai dan es sekuteng yang dipesan Bayu dan Dinar, masih banyak.

“Maaf, mas...mbak, siomainya sudah?” tanya pedagang siomai, untuk yang kesekian kali. Berharap Bayu dan Dinar segera menyelesaikan makan somainya. Tapi dasar tak tahu diri...

“Belum, mas. Bentar ya,” jawab Bayu.

Sambil menggerutu, pedagang siomai terpaksa mundur. Setelah beberapa langkah pedagang siomai mundur, giliran maju pedagang es sekoteng. Kali ini pedagang sekoteng berharap gelas berisi sekotengnya bisa segera diambil dan dicuci. Dengan penuh keyakinan...

“Es sekutengnya sudah kan, Non?”

“Belum, mas. Bisa tunggu sebentar lagi, kan?” kali ini Dinar yang merespon.

Dua wajah pedagang cemberut. Mereka gak berhasil mengambil piring dan mangkuk. Serba salah juga, siomai dan es sekoteng memang kebetulan masih belum habis, tapi durasi mereka makan sudah melebihi deadline. Udah gitu, Dinar adalah salah satu pelanggan setia dua pedagang itu. Menurut mereka, kalo pelanggan dikecewakan, pasti gak akan mau beli lagi, dong. Biar cuma satu orang pelanggan, kalo pelanggan itu bisa promosi ke teman-temannya alias getok tular, bukan gak mungkin akan ada pelanggan-pelanggan lain yang mencoba somai dan es sekoteng. Lagipula bukankah ada moto: pelanggan harus diperlakukan dengan baik? Pelanggan adalah raja.

“Maafin aku, Din, please...”

Entah sudah berapa kali, Bayu mengucapkan kata please. Kalo mau dihitung, cuma dalam waktu tigapuluh menit, sekitar delapan kali, Bayu kira-kira mengucapkan kata itu. Dinar bosan mendengarnya. Apa gak ada kata lain aja?

“Sudahlah, Bay. Kamu kan bilang sendiri, kalo hubungan udah gak fun, ngapain lagi dipertahankan? Ngabis-ngabisin waktu, bukan?”

“Iya. Tapi aku gak pingin kita putus...”

“Lalu mau kamu apa?”

“Hmm...”

“Tuh, kan?! Kamu aja gak tahu mau apa? So, buat apa hubungan kita dipertahankan lagi? Percuma!”

“Please, Din. Jangan putusin aku...”

Oh my God, please lagi, please lagi. Bosen! Rupanya Bayu gak ngerti juga, kalo Dinar benar-benar bosan sama kata berbahasa Inggris itu (please maksudnya). Dinar ngerti, Bayu sangat berharap, kata permohonan itu, bisa meluluhkan hatinya. Tapi yang ada, Dinar justru bete. Persis lagunya Dewiq sama Ipank yang lagi ngetop sekarang ini.

“Aku tahu, aku yang salah. Aku janji gak akan mengulang kesalahan itu lagi...”

“Gini aja deh. Kita cool down aja dulu,” Dina memotong penjelasan Bayu. Tujuannya supaya pembicaraan mereka cepat selesai, supaya kata please gak ia dengar lagi. Bosan tahu! “Kita introspeksi diri kita masing-masing. Kalo nanti memang berjodoh, pasti kita akan bersatu lagi...”

Bayu terdiam. Kali ini gak ada kata please-please-please lagi, yang keluar dari mulutnya. Kayaknya, keputusan Dinar itu, lebih bijak, lebih masuk ke hati Bayu, ketimbang benar-benar harus putus cinta.

Bayu sadar, barangkali Dinar benar. Ada baiknya, mereka vakum pacaran dulu. Daripada ‘perang’ terus menerus? Gak enak kan ‘perang’ terus. Dikit-dikit ‘perang’, dikit-dikit marahan. Hmm...apa asyiknya pacaran kayak begitu, yak gak? Bukankah pacaran itu tujuannya cari pasangan yang cocok? Yang bisa buat have fun?

Bayu tahu, mayoritas kesalahan hubungan mereka, itu karena dirinya. Ia dikenal Mr. Ngaret. Sering melanggar janji. Mending dua kali, tiga kali. Bayu mah, sering banget! Janji jam tujuh, eh baru muncul jam delapan. Selain Mr. Ngaret, Bayu juga mendapat cap Mr. Batal. Tahu dong maksudnya? Yap! Bayu memang sering membatalkan janji. Alasan pembatalan, yang paling sering dan mengecewakan Dinar, gara-gara urusan kantor mendadak.

“Menurut kamu begitu?” tanya Bayu.

“Ya, lebih baik kita cool down dulu,” Dinar yakin.

Bayu akhirnya setuju, dengan berbagai pertimbangan. Ia berharap, selama melakukan introspeksi diri, ia dan juga Dinar bisa mereformasi diri. Maksudnya, setelah introspeksi, Bayu harus bisa membuktikan, kalo ia gak lagi mengecap Mr. Ngaret atau Mr. Batal. Sementara itu sebaiknya, Dinar harus bisa menjadi cewek yang lebih sabaran dan gak selalu jadi Mrs. Perfect, karena nobody;s perfect.

“Tapi selama cool down, kamu janji gak akan pacaran sama cowok lain?”

“Moga-moga begitu...”

“Kok jawabannya begitu?”

“Habis kamu maunya gimana jawabanku?”

“Aku mau, janji gak pacaran selama introspeksi, bagian dari komitmen...”

“Gimana kalo kita jalanin aja dulu masa vakum pacaran ini dulu...”

“Baik!”

* * *

“Kriiiiiing! Kriiiiiiing!”

Ring tone HP-nya, tiba-tiba menghentikan lamunan Dinar. Padahal, sebelum HP-nya berdering, ia tengah membayangkan Bayu. Sedang apa ya cowok itu? Kangen juga, gak dapat SMS dari dia seharian ini. Hiks! Namun, semua bayangan tentang cowoknya, hilang sekejap, gara-gara bunyi HP-nya itu.

“Halo, bisa bicara dengan Dinar?”

“Hmm...dari siapa ya?”

“Apa kabar, Din?”

Suara itu begitu familiar. Unsur bas-nya begitu kental, penuh wibawa. Artikulasinya juga sangat jelas. Dinar coba mengingat-ingat. Kayak-kayaknya, ia pernah kenal, sama pemilik suara ini. Tapi gak tahu dimana dan kapan.

“Ini aku, Rendy...”

“Rendy? Kamu gak becanda kan?”

“No, I’m not, Din. Aku benar-benar Rendy..”

“Ya ampun! Apa kabar Ren? Aku gak sedang mimpi, kan?”

“Gak, Din. Kabarku baik-baik aja. Kamu gimana?”

“Aku baik-baik juga, Ren...”

“Long time not see ya?”

“Iya-ya. Sudah ada dua tahun kali ya?”

“Lebih...”

“Oh my God! Gak terasa ya, Ren. Kamu lagi dimana sekarang?”

“Kita bisa ketemu gak, Din?”

Rendy dulu sempat mengisi hari-hari Dinar begitu indah. Nonton bioskop, makan di restoran, nongkrong di kafe, atau sekali-kali ke diskotek. Hmm...rasanya begitu indah. Hampir setiap hari, Rendy juga menjemput dan mengantar pulang sekolah. Tentu, setelah Rendy resmi menjadi cowok Dinar. Sebenarnya, Dinar gak pernah meminta Rendy, buat melakukan kebiasaannya itu. Tapi Rendy sendiri yang ingin, ya mau bagaimana lagi?

Rendy selalu mengirim SMS, yang sebenarnya isinya sudah ‘basi’, habis itu-itu terus. Kalo gak kalimat: “Selamat pagi sayang”, pasti yang Rendy kirim kalimat: “Sudah makan belum?”. Buat Dinar, SMS-SMS-nya, dianggap sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang.

Namanya juga sedang pacaran, apa yang dilakukan kekasih, dianggap no problem. Ngerti dong? Selain sebagai bentuk perhatian, buat Dinar, SMS-SMS ‘basi’ itu juga dianggap sebagai motivasi. Yang namanya motivasi, tentu memberi semangat. Kalo sudah semangat, hidup akan terasa indah.

Baik Dinar, maupun Rendy, gak peduli sama ‘angin-angin’ sirik yang berhembus kencang, seirama dengan perjalanan hubungan mereka. ‘Angin’ yang paling kencang, justru datang dari teman-teman Dinar. Mereka memprediksi, hubungan Rendy dan Dinar, gak bakal awet. Usia pacaran mereka, pasti cuma seumur jagung, alias sebentar. Kalo pun awet, pasti ada keajaiban yang terjadi.

“Ayo taruhan?”

“Ah, ada-ada saja loe, orang pacaran kok dijadiin taruhan?”

“Takut?”

“Hmm...gimana ya?”

“Gue yakin mereka cuma pacaran sekitar tiga bulan. Kalo bisa bertahan sampai enam bulan, wah itu sebuah keajaiban...”

“Segitu yakinnya loe?”

“Berani taruhan gak?”

“Taruhan lagi, taruhan lagi! Cape, deh!”

Begitulah teman-teman kuliah Dinar. Hubungannya sama Rendy, jadi pasar taruhan. Sebenarnya apa sih yang menyebabkan teman-temannya begitu negatif? Mengapa juga teman-temannya memprediksi hubungan cinta mereka gak awet? Konon, gak lain, gak bukan, gara-gara kepribadian Rendy dan Dinar, jauh beda. Yang satu Mr. Over Protective dan Mr. Jelous, yang satu lagi Mrs. Perfect.

Dinar baru sadar, apa yang dilakukan Rendy, sebenarnya merupakan upaya pengekangan diri. Maksudnya begini, lho, kelihatannya Rendy memang perhatian, selalu mengantar dan menjemput, mengirim SMS, atau mengecek SMS dari teman-teman Dinar. Tapi apa yang Rendy lakukan itu keterlaluan, over protective! Latar belakang itulah yang menyebabkan Rendy dicap Mr. Over Protective. Selain itu, Rendy juga punya julukan Mr. Jelous.

Kini, Rendy hadir lagi. Siapa yang menyangka, di saat Dinar menjalankan waktu introspeksi, ex-boyfriend-nya hadir kembali. Pengalaman pahit pacaran bersama Rendy, hilang. Posisi wajah Bayu, kini tergantikan oleh Rendy. Dinar gak sadar, kalo pertemuannya ini, akan menjadi awal dari penyesalanya kelak. Tapi...

“Deal! Sampai ketemu besok ya, Din,” Rendy coba mengkonformasi ulang lagi.

“OK!”

* * *

Sore ini Dinar tampil ala Hippie. Pakai ethnic dress warna cokelat, dipadu jins Levi’s 501 biru muda. Gak lupa, tangannya memakai bangles motif bintang warna hitam dan perak. Ditambah, kalung berbentuk ‘biji-bijian’, menguntai lehernya. Ia dandan se-perfect mungkin. Tahu dong kalo ia punya julukan Mrs. Perfect?

Kalo buat penampilan sendiri, bolehlah perfect. Tapi kalo buat ngasih pendapat ke orang lain, itu yang berbahaya. Nah, Dinar kadang gak bisa tahan, memberi komentar pada teman-temannya, yang kebetulan penampilannya gak perfect. Komentar-komentar kayak begini, yang sering diucapkan Dinar, “Kayaknya elo gak pantes deh pakai baju merah”, “Bedak elo kemenoran banget sih”, atau “Elo beli parfum dong, supaya badan loe gak bau”.

Buat cowok, komentar-komentar kayak begitu, barangkali bisa dimaafkan. Tapi kalo buat cewek, sungguh menyakitkan. Begitulah kebiasaan Dinar, si Mrs. Perfect! But anyway, sore ini, Dinar tempil cantik sekali. Penampilan ala Hippie ini, sebenarnya sudah pernah ia lakukan, saat pertama kali kencan sama Rendy.

Mereka janji bertemu di kafe Liebe, yang ada di sebuah Town Square. Mengapa memilih kafe ini, sebenarnya gak sengaja. Tiba-tiba saja, mereka sama-sama menyebutkan kafe Liebe, sebagai tempat pertemuan. Sekedar info, kafe ini adalah kafe pertama kali mereka jadian.

“Din, aku sayang kamu. Maukah kamu jadi pacarku?”

“Kamu yakin mau pacaran sama aku?”

“Seratus persen!”

Kalimat di atas itu, terjadi sekitar tiga tahun lalu. Saat Rendy dan Dinar, meresmikan hubungan cinta mereka. Memori itu masih jelas dalam ingatan Dinar, mungkin juga Rendy. Kapan harinya, tanggalnya, bulannya, tahunnya, bahkan jamnya, masih Dinar ingat. Maklum, Mrs. Perfect! Kini, kita masuk ke zaman sekarang, dimana saat ini Rendy sedang duduk sendirian, menunggu Dinar.

“Hai, Ren! Sudah lama?”

“Baru sepuluh menit, kok...”

“Maaf ya telat..”

“It’s OK, Din...”

Rendy memandangi wajah dan penampilan Dinar. Dipandangi begitu, gak biasanya Dinar jadi grogi. Padahal, saat pacaran, Rendy juga sering memandangi kecantikannya. Selain itu, ia pun yakin seratus persen, penampilannya sudah sempurna. Namun, entah kenapa, saat ini ia merasa seperti sedang ditelanjangi.

“Ada yang salah dariku Ren?” Dinar coba mengorek.

“Ah, enggak, kok!”

“Lalu kenapa kamu melihat aku seperti itu?”

“Kamu cantik sekali, Din...”

“Ah, kamu bisa saja, Ren,” wajah Dinar tiba-tiba memerah.

“Iya, benar, kamu cantik sekali, Din!”

“Thanks, Ren..”

Sudah lama banget, ia gak dengar ada cowok yang memuji kayak begitu. Perkara pujian itu tulus atau gak, itu mah gak penting. Yang penting dipuji. Maklumlah, bahasa cinta Dinar adalah pujian. Gara-gara pujian, hatinya bisa melayang-layang tinggi di awan. Gara-gara pujian, semangatnya bisa terpompa sepuluh kali lipat.

“Kamu mau pesan apa, Din?”

“Hmm...apa ya?”

“Pasti cinnamonroll!” kata Rendy.

Dinar tersenyum. Ia senang, Rendy masih ingat makanan favoritnya di kafe ini. Buat Dinar, cinnamonroll, makanan ringan, yang mengandung kayu manis, brown sugar, dan dihiasi lemon frosting begitu yummy! Nikmat banget! Biasanya, kalo makan cinnamonroll, minumannya pasti teh...bukan! bukan itu, tapi ice lemon tea.

Sambil menikmati makanan, Dinar dan Rendy bercerita dari A sampai Z. Dengan sedih, Rendy cerita soal pacarnya, yang belum lama ini meninggal karena kecelakaan. Dinar bisa merasakan kesedihan Rendy, amat memilukan. Kalo saja gak sadar diri, air matanya bisa-bisa mengucur deras. Hiks!

“Ah, sudahlah, gak usah ingat ceritaku yang itu. Nanti kamu tambah sedih. Aku gak mau kamu ikut-ikutan sedih...”

“Thanks, Ren..”

“O iya, aku turut prihatin soal hubungan kamu sama Bayu,” ucap Rendy. Ucapannya itu, mengagetkan Dinar.

“Kamu tahu darimana?”

“Biar kita sempat putus, bukan berarti aku putus infomasi tentang kamu, kan, Din?”

Sejak mengungkapkan hubungannya sama Bayu, Dinar jadi dekat lagi sama Rendy. Mereka jadi sering janji ketemu. Curhat-curhatan. Entah kenapa, hati Dinar mulai ‘klik’ lagi sama Rendy. Rasa cinta yang dulu terkubur, mulai muncul lagi. Ia gak sadar, kalo ini yang namanya CLBK, cinta lama bersemi kembali.

* * *

“Perlu gak sih gue balik lagi ke sama Rendy?” tanya Dinar pada Mia.

Sejak pertemuan pertama dengan Rendy, Dinar mulai mendapat gangguan jiwa. Maksudnya bukan Dinar jadi gila, lho. Namun, hatinya sekarang ini terbagi dua. Sementara masih sayang sama Bayu, tapi jadi mulai sayang lagi sama Rendy. Waduh!

“Usul gue, gak usah deh!” Mia mengulirkan gagasan.

“Kenapa?”

“Jawabannya elo udah tahu sendiri kan?”

Dinar diam. Itu artinya, pertanyaan Mia gak perlu lagi dijawab. Dinar sudah pasti tahu jawabannya. Bahwa Rendy pernah membuat Dinar merasa terkekang, merasa dikuntiti terus menerus, karena Rendy over protective. Bahwa Rendy terlalu cemburu, sehingga seringkali mereka ‘perang’ cuma gara-gara masalah kecil, yang sebenarnya gak penting, cuma salpeng aja, alias salah pengertian.

“Mending elo balik lagi aja ke Bayu..”

“Hah?! Apa?! Balik lagi sama Bayu? Ngapain?”

“Ya pacaran, lah, masa belanja?”

“Elo yakin hubungan gue bakal fun lagi sama Bayu?

“Memangnya elo yakin, dengan elo pacaran lagi sama Rendy elo bakal fun? Bakal gak ada kejadian-kejadian yang bikin elo sebal?”

“Hmm..yakin gak yakin sih?”

“Sudahlah, Din, ngapain juga elo cari penyakit..”

“Memang Rendy penyakitan apa?”

“Bukan, maksud gue, elo harus lihat masa lalu elo, pacaran sama Rendy. Jangan sampe elo menyesal lagi...”

“Rendy sudah beda, Mi. Dia gak kayak dulu lagi...”

“Dinar...Dinar, segitu yakinnya elo sama Rendy. Baru juga sekali dua kali ketemu sama mantan boyfriend elo, eh elo sudah men-judge cowok kayak Rendy berubah...”

“Bener, Mi, Rendy itu sudah berubah!”

“Sutralah!”

“Rendy itu gak kayak dulu...”

“Darimana elo tahu?”

“Hmm...ya, feeling gue begitu, Mi,”

“Please, deh! Gini hari main feeling. Gimana elo tahu kalo ex-boyfriend loe itu gak over protective, gak jelouse-an lagi? Pakai feeling darimana?”

“Pokoknya, feeling gue Rendy gak begitu lagi, Mi. Gue yakin itu!”

“Cape, deh!”

Semalaman Dinar gak bisa tidur. Bukan karena di rumahnya banyak nyamuk, tapi ia masih memikirkan percakapannya dengan Mia, tadi siang. Ada pertentangan batin. Meneruskan hubungannya sama Bayu, atau pacaran lagi sama Rendy? Persentase hatinya fluktuatif, naik turun. Kadang 50:50, atau limapuluh persen hatinya ke Bayu, limapuluh persen lagi ke Rendy. Kadang 30:70, cuma tigapuluh persen hatinya ke Bayu, sisanya ke ex-boyfriend-nya.

Sebenarnya berat rasanya meninggalkan bayang-bayang Bayu, dalam kehidupan Dinar. Apalagi mereka sudah punya komitmen, belum putus, tapi introspeksi diri masing-masing. Namun, wajah Rendy saat ini begitu kuat membayangi pikiran dan hati Dinar. Gak heran, Dinar akhirnya mengambil keputusan yang sangat kontroversi: pacaran sama Rendy lagi! Dinar...Dinar, seharusnya pengalaman-pengalamannya bersama Rendy, dijadikan pelajaran berharga. Jangan sampai ia masuk ke lubang yang sama lagi, ya gak?


* * *

Hari ini tumben-tumbenan, Pak Sihombing, gak masuk. Menurut info, dosen sejarah kebudayaan Jerman itu, gak masuk gara-gara sakit. Bukan cuma Dinar yang heran, tapi teman-temannya juga heran sama gosip itu. Pak Sihombing sakit? Tumben! Seumur-umur Dinar kuliah, dosen asli Medan itu, gak pernah sakit.

“Gue pikir, badannya benar-benar kayak Rambo,”

Di tengah-tengah ngegosip soal Pak Sihombing, tiba-tiba HP Dinar berbunyi. Ada nama Bayu di layar HP-nya. Dinar sebenarnya ogah mengangkat. Ia pikir, buat apa lagi Bayu menghubunginya. Lagipula, hatinya sudah gak fokus lagi ke Bayu, tapi ke Rendy. Gak heran, bunyi HP-nya, dicuekin.

“Siapa, Din? Kok gak dianggat?” tanya Karina.
“Gue tahu! Pasti dari Bayu!” celetuk Gladys.

“Sotoy amat sih loe, Dys?!” protes Dinar.

“Mana ada sih berita yang gak gue tahu? Benar kan, yang telepon itu Bayu?” ucap Gladys.

“Ada apa sama Bayu, Din? Kenapa elo gak angkat telepon dari pacar loe itu?”

“Dinar lagi marahan sama Bayu, Rin, makanya dia gak mau angkat telepon dari Bayu,” Gladys menjelaskan. Matanya melirik ke Dinar, berharap mendapat respon atau konfirmasi kebenaran pernyataan Gladys tadi.

“Gue pikir hubungan elo sama Bayu aman-aman aja, soalnya gue gak pernah lihat elo berantem, deh...”

Dinar diam, gak tergoda untuk menanggapi pernyataan Karina.

“Sudahlah, Din, angkat saja telepon Bayu itu. Ya, siapa tahu dengan kamu menjawab teleponnya, hubungan kamu jadi normal lagi,” saran Karina.

Dinar belum juga mau menjawab panggilan Bayu. Ia membiarkan, HP-nya berdering lagi. Padahal, sudah tiga kali, ring tone-nya berbunyi, dan nama Bayu muncul di layar HP Dinar. Dengan berat hati, Dinar akhirnya memencet tombol answer.

“Apa kabar, Din?”

“Alhamdulillah, baik. Ada apa, Bay?”

“Hmm...kita bisa ketemu, Din?”

Dinar berdiri, menjauh dari tempat nongkrong teman-temannya. Berharap pembicaraannya sama Bayu, gak ada nguping. Soalnya, kalo Gladys sampai dengar, bisa-bisa berbahaya. Sebab, cewek satu ini, dikenal sebagai bigos, biang gosip. Begitu ada info, seluruh dunia pasti akan tahu.

“Aku sibuk!”

“Sibuk apa?”

“Sibuk apa kek? Mau tauuuu aja,”

“O, maaf. Tapi boleh kan aku waktu kamu untuk ketemu, sebentar aja,”

“Aku sibuk! Kenapa sih gak di telpon ini aja? Kamu mau ngomong apa sih?”

“Aku siap untuk jadi pacar kamu lagi. Kesalahan-kesalahan yang dahulu, aku gak akan ulang lagi,”

“Sudah lah, Bay, kita gak jodoh,”

“Kata kamu kita introspeksi dulu?”

“Iya, dalam introspeksiku, aku rasanya gak cocok dengan kamu,”

“Ada cowok lain yang sudah menggantikanku, Din?”

“Kamu ini mau tahu aja sih?”

“Ada, Din?”

“Buat apa kamu tahu?”

Dinar menengok ke arah Karina dan Gladys, memastikan suaranya gak terlalu besar. Mereka pura-pura sibuk, saat Dinar menengok ke arah mereka.

“Siapa dia, Din?”

“Kamu gak perlu tahu kan?”

“Siapa, Din?”

“Maksa amat sih kamu?”

“Please, Din, siapa cowok itu?”

“Mulai lagi plas, please, pas, please...”

“Siapa Din?”

“Kenapa sih kalo aku gak ngasih tahu?”

“Rendy kah?”

Dinar kaget. Ia gak nyangka tebakan Bayu benar. Lagi-lagi Dinar menenggok ke arah Karina dan Gladys, meyakinkan mereka gak tahu kenapa ia kaget. Sekali lagi, mereka pura-pura sibuk.

“Sudah ya, aku mau pergi...”

“Din, please jawab dulu pertanyaanku. Rendy kah cowok itu?”

Dinar gak mau menjawab. Diam.

“Kamu rupanya kembali sama dia lagi?”

“Sudah ya, Bay, aku mau pergi. Maafkan aku...”

Telepon akhirnya ditutup. Dinar membuang nafas panjang. Tanda sebal, plus puas menghentikan obrolannya sama Bayu.

“Kamu tega banget sih, Din. Mutusin Bayu, cuma gara-gara ex-boyfriend kamu itu,” ucap Gladys.

Terus terang, Dinar kaget bukan main, Gladys bisa tahu isi percakapan Dinar sama Bayu. Kayak-kayaknya, jaraknya berbicara, dengan tempat Karina dan Gladys nonkrong, sudah cukup jauh. Begitu pula suaranya. Yang Dinar tahu, suaranya sudah cukup kecil, dan gak mungkin terdengar. Dasar bigos, kupingnya ternyata lebih panjang, dari apa yang Dinar pikir.


* * *

Menyenangkan sekali, Dinar bisa jalan sama Rendy lagi. Terus terang, bersama Rendy, Dinar merasa aman. Sebenarnya sih, waktu masih jalan bareng sama Bayu, perasaan Dinar juga sama: merasa aman dan tenang. Bahkan Bayu punya nilai plus. Selain jago karate, body-nya tinggi besar. Ya, namanya juga CLBK, so Dinar merasa jalan sama Rendy, beda banget.

“Kita pergi ke mana, Din?” tanya Rendy.

“Terserah kamu,” ucap Dinar.

“Hmm...gimana kalo hari ini kita ke ber-cafe latte ria?”

“Setuju!”

Jadilah Rendy dan Dinar meluncur ke sebuah kedai kopi. Mereka memilih salah satu kedai kopi yang cukup tersohor, yang saat ini jadi tempat hang out para executive muda, pada jam-jam happy alias hapy hour.

Perjumpaan Rendy dan Dinar, bukan baru pertama kali ini saja. Tapi sudah mereka lakukan beberapa kali. Sejak gak jalan lagi sama Bayu, Dinar selalu menerima tawaran Rendy buat jalan. Kalo gak jalan ke cafe, makan di restoran, mereka sempat nonton bioskop. Padahal kalo dipikir-pikir, Randy itu sibuk berat. Maklum, dia kan Produser di salah satu stasiun televisi swasta. Hari-harinya dilewati, kalo gak bikin proposal, ya shooting. Belum cukup, seorang Produser juga biasa ikutan presentasi ke klien dan liat hasil edit, kali-kali aja perlu direvisi.

“Saya ulangi lagi ya, Mas,” ucap Pramusaji kedai kopi itu. “Satu cafe latte, satu cafe mocha, ya...”

Pada saat Pramusaji membacakan kembali order-an, mata Rendy gak berkedip sama sekali, melihat Pramusaji itu. Dinar melihat sendiri, sikap Rendy itu. Inikah kebiasaan Rendy terbaru? Pramusaji itu memang cantik. Barangkali lebih cantik Pramusaji, dibanding Dinar. Beda nasib aja.

“Jangan lupa tiramisu-nya ya, Mbak,” Dinar mengingatkan Pramusaji tadi.

“Oh, iya, satu tiramisu. Ada lagi?”

“Segitu aja dulu, deh, Mbak. Nanti kalo kurang, tinggal nambah lagi,” kata Dinar, sedikit mengusir. Berharap Pramusaji segera pergi, agar mata Rendy fokus ke Dinar.

“Baik. Mohon ditunggu ya, Mbak, Mas,”

“Iya, ya,” Dinar mulai kesal.

Dinar gak sangka, Rendy ternyata punya kebiasaan baru, memandangi cewek cantik. Padahal sebelumnya, ia gak punya kebiasaan ini. Tahu dong, apa cap yang menempel pada Rendy sebelumnya, Mr. Overprotective dan Mr. Jelous. Dengan kebiasaan baru ini, ia patut mendapat cap lagi, yakni Mr. Jelalatan!

Dinar sebal sekali sama Rendy. Sebelum mereka bertemu di kedai kopi ini, tanda-tanda Rendy memperlihatkan kebiasaan baru, sebenarnya sudah tampak. Setiap kali ada cewek cantik melintas di depan matanya, matanya langsung memperhatikan dengan seksama, tanpa bekedip. Ini barangkali kebiasaan seorang Produser yang kini menjadi kebiasaan Rendy, dimana kerap melakukan casting untuk bintang-bintang muda kalo mau buat program televisi.

“Cewek yang pakai t-shirt biru itu cantik, ya, Din?” tanya Rendy pada Dinar.

Maksud hati memuji, tapi ternyata salah tempat. Kok memujinya cewek lain bukan ke Dinar? Dinar benar-benar sakit hati. Ternyata pujian Rendy pada Dinar, di awal perjumpaan, cuma pujian sesaat. Selebihnya, Rendy gak pernah memuji lagi, tapi lebih suka memuji orang lain.

Puncak dari kekesalan Dinar, saat Rendy berani memukul wajah Dinar. Ini terjadi, saat Dinar mempertanyakan soal hubungan mereka.


* * *

“Pokoknya, segala yang ada hubungannya sama Rendy, dibuang saja, Mbok!” perintah Dinar.

“Baik, Non!”

“Sekarang aku mau ke warnet dulu, ya, Mbok?”

“Apa Non? Kornet?” Mbok Sum mengulang kata Dinar, tapi salah. Maklum, kuping Mbok Sum sudah perlu di-service. Lagipula, Mbok Sum kan bukan anak kota, yang tahu istilah warung internet alias warnet. Tahunya, ya makanan kornet itu.

“Warnet, Mbok. Warung internet..”

“O....”

“Mbok mau ikut ke warnet?”

“Gak mau ah, Non. Pasti rasanya gak enak deh,” Mbok Sum masih menyangka warnet ada hubungannya sama kornet.

“Mbok, Mbok. Cape, deh!”

Selain membuang segala hal yang ada hubungangnya sama Rendy, hari ini Dinar juga berniat akan menghapus email-email. Bukan semua email, lah yau, tapi email-email, yang dikirim Rendy. Selain itu, Dinar akan men-delate nama Rendy sebagai daftar temannya di Friendster maupun di Facebook.

“Duh, segitu bencinya?” goda Mia.

“Ternyata elo benar, Mi, si Rendy itu brengsek! Seharusnya gue ikutin kalo elo ya?”

“Biasa, kalo belum terjadi, gak akan pernah menyesal,”

“Maafin gue ya, Mi,”

“It’s OK, Din. Betewe, elo gak akan delete gue, kan dari daftar temen elo di Friendster?”

“Ya, enggak lah! Gila kali gue?!”

Selama cool down sama Bayu, Dinar gak pernah mengutak-atik Friendster. Termasuk waktu berhubungan kembali sama Rendy. Friendster-nya masih utuh, seperti sediakala. Jumlah temannya masih sekitar 200-an orang. Yang memberikan testimoni, juga belum bertambah, masih Winny, Mia, Andre, Karina, dan Gladys.

Di Friendster, ada blog. Iseng-iseng Dinar membuka blog Bayu.

Air mata Dinar sempat menetes. Baris-baris kalimat yang ditulis Bayu di blognya, benar-benar menyentuh. Hiks! Ternyata Bayu benar-benar cinta pada Dinar. Cowok itu memang sering ngaret, juga sering batal, tapi kebiasaan itu lebih baik daripada kebiasaan Rendy.

Dinar merasa bersalah. Namun, penyesalannya seolah percuma, karena Bayu gak mungkin bersamanya lagi. Ia pasti sudah sangat kecewa, dengan apa yang Dinar lakukan. Hiks! Seandainya Dinar gak lagi menuruti perasaan, pasti gak akan ada lagi Rendy dalam kehidupannya. Seandainya Dinar mengikuti saran Mia untuk memilih Bayu daripada Rendy, barangkali kejadiannya akan berbeda.

“Kriiiiiing! Kriiiiiiing!”

Tiba-tiba HP Dinar berbunyi. Suaranya mengganggu perasaan Dinar yang sedang sedih. Namun, perasaan hatinya berubah seperti apa, setelah melihat nama di layar HP-nya. Nama seorang cowok, yang saat ini sedang ada dalam pikirannya. Siapa lagi kalo bukan Bayu.

“Bayu?” Dinar gak percaya, cowok yang ada di seberang sana benar-benar Bayu.

“Hmm...maaf aku mengganggu. Aku tahu kamu pasti tidak sedang mengharapkan telepon dari aku. Hmm..aku cuma mau bilang tiga kata saja, sesudah itu aku gak akan mengganggu kamu lagi...”

“Hmm...tiga kata?”

“Iya. Cuma tiga kata. I LOVE YOU, Din,”