Kamis, 21 Mei 2009

AKU YANG SELALU DIKELILINGI WANITA CANTIK

Sebenarnya nggak ada yang patut dibanggakan dariku kecuali otak yang ada di dalam kepalaku. Kata mayoritas orang, otakku hampir sama seperti Habibie. Ada lagi sebagian orang mengatakan, otakku sejajar dengan Rinto Harahap. Sisanya berucap, aku punya otak yang nggak jauh dari otak milik udang alias otak udang.

Otak udang, bolehlah disebut seperti itu. Namun, dari otakku yang otak udang ini udah banyak wanita yang klepek-klepek. Maksudnya klepek-klepek adalah menyayangiku. Seolah kalo nggak ada aku, mereka panas dingin dan panas dalam. Ada satu bagian yang hilang kalo aku nggak ada di sisi mereka. Bahkan mereka sempat menyebutkan: “You are my Hero!”



Aku nggak menggunakan jimat khusus buat menaklukkan para wanita. Nggak ada yang namanya jimat-jimat pemberian mbah Dukun. Nggak ada pula parfum atau wewangian yang dibeli di toko parfum dengan harga mahal. Aku cukup menggunakan keadaan yang aku miliki sekarang. Ketiak yang bau amis, rambut keriting yang nggak jelas mau dibelah pinggir atau belah tengah, bau mulut yang aromanya lebih dahsyat dari bau tumpukan sampah di Bantargebang, dan tentu aja kantong isi kantong yang nggak pernah tebal alias banyak duit.

“Me is just the way I am,” ucap diriku ketika ditanya soal resep selalu dikelilingi wanita-wanita cantik.

Menjadi diri sendiri memang sulit minta ampun. Kita selalu ingin menjadi orang lain. Ketika orang lain merubah rambut dari kerinting menjadi lurus, kita ikut. Ketika hidung orang lain lebih mancung daripada Petruk, kita ikut-ikutan pergi ke Haji Tjeje. Pun ketika orang lain beli Blackberry, kita ikut beli Blackberry meski gaji kita nggak mencukupi buat beli cash atau tunggakan hutang kita sebetulnya udah menumpuk.

Itulah mengapa aku selalu mengambil sikap untuk menjadi diri sendiri. Aku pertahankan pemberian Tuhan ini sampai mati. Mataku yang sipit, alisku yang nggak teratur, bibirku yang tebal kayak Mick Jagger, hidungku yang pesek enggak mancung enggak, mobilku yang lampu kanannya sering mati-mati terus, handphoneku yang koleksi zaman Gajah Mada, serta celana dalamku yang udah sobek tengah-tengahnya. Semua aku pertahankan keasliannya.



You know what? Wanita lebih suka kejujuran. Hiprokrit adalah penyakit yang paling dibenci wanita. Dalam soal kejujuran, aku adalah orangnya. Aku jujur pada fisikku yang nggak ganteng ini. Aku jujur terhadap gajiku yang sebenarnya cukup buat beli motor dan handphone Nokia bananan. Aku juga jujur jarang memakai parfum, lebih suka pakai minyak nyong-nyong.

“Engkau memang Pria yang aku cari-cari darling,” kata wanita berambut panjang dan berpunggung bolong itu padaku someday.

Terus terang, kata-kata kayak gitu udah seringkali aku dengan pada wanita-wanita yang selalu ada di sekelilingku. Mereka merasa aku masih orisinil, belum tersentuh, punya prinsip, dan tentu saja jujur. Yang mengatakan “pria idaman”, bukan cuma Sundel Bolong kayak yang memberikan statement di atas itu. Tapi wanita-wanita normal yang bodynya aduhai juga mengatakan hal yang sama.

“You are under arrested!”

Nah, kalo yang mengatakan itu tentunya bukan wanita dong! Itu pasti profesi yang kerjaannya menangkap orang. Kalo nggak mengerebek cafe-cafe, pasti menghentikan kendaraan bermotor di jalan. Profesi apa lagi kalo bukan Penjinak Bom. Lho, kok Penjinak Bom? Eh, salah bukan Penjinak Bom, tapi Anjing Penjinak! Itu lebih nggak masuk akal. Yang bener adalah Polisi, cong!



Memang nggak masuk akal, pria yang punya otak udang, nggak punya banyak uang alias kere, dan fisik nggak rupawan selalu dikelilingi wanita-wanita “edan”. Nggak masuk akal! Impossible! Kalo nggak pake jimat, impossible! Guys, sekali lagi aku katakan sejujurnya, aku nggak pake apa-apa. Modalku yang udah aku ceritakan tadi: orisinalitas, berpegang teguh dengan sikap, dan jujur. Nggak ada kan orang kayak diriku ini?

Sekarang ini mayoritas orang hipokrit alias munafik. Orang miskin, mengaku kaya. Gaji cuma 3 juta, memaksa diri memiliki blackberry yang harganya melebihi gaji. Gara-gara nggak punya duit dan pingin banget punya blackberry, si miskin ngutang dengan bank atau kartu kredit. Yang terjadi, si miskin terjerat hutang. Anehnya, hutang itu nggak menjadi beban. Si miskin cuek dan tetap asyik dengan gedget barunya.

Yang menyebalkan yang hiprokit itu para Pemuka agama. Di atas mimbar, sang Pemuka agama berkotbah soal kebaikan, jangan mencuri (maksudnya korupsi), jangan berbohong, jangan berbuat zinah, dan jangan-jangan samakan dia dengan yang lain (lho? Ini kan lagu Elvi Sukaesih?).

Apa yang dikatakan Pemuka agama itu jelas sangat positif. Bahwa kita memang wajib melakukan kebaikan dalam tiap aktivitas kita. Kalo ada mobil yang menabrak pengendara sepeda motor, kita kudu bantu mengangkat sepeda motornya, meninggalkan si pengendara, dan menggebuki supir mobil. Eh, itu ajaran ya salah ya? Maaf! Soalnya kebiasaan orang Indonesia begitu sih. Aku enggak begitu lho! I’m defferent! The one and only!



Apa yang dikatakan juga Pemuka agama soal dilarang berbuat zinah juga luar biasa. Bahwa kita nggak boleh merebut melirak-lirik suami orang. Itu katanya termasuk zinah kecil. Kalo kemudian merebut dari genggaman istri sang suami, itu lebih parah lagi. Kita juga dilarang sering-sering berkunjung ke panti pijat. Soalnya di panti pijat seringkali tujuan akhirnya bukan memijat, tapi malah melakukan perzinahan. Panti pijat-panti pijat yang ada sekarang ini mayoritas cuma kamuflase. Mungkin ceritanya akan beda kalo kita masuk ke panti pijat tuna netra.

“Kalo kejadiannya begitu, orang yang masuk panti pijat pasti serius mau dipijat, wong yang memijat tuna netra kok,” jelas salah seorang yang antipijat di panti pijat.

“Belum tentu!”

“Lho, kok?”

“Kalo tuna netra cuma mijat 10 menit dan kemudian digantikan oleh wanita cantik yang matanya normal gimana?”

“Wah, bisa-bisa konak juga, cong!”



Saat ini memang susah mendapati orang jujur. Hiprokrasi udah mendarah daging di bangsa ini. Aku adalah sosok yang masih murni. Masih nggak tersentuh oleh kondisi munafik yang terjadi di negeri ini. Itulah kenapa aku selaludikelilingi wanita-wanita cantik.

“Kamu kentut ya?” kata salah seorang wanita cantik yang kali ini sedang gencar-gencarnya mendekatiku.

“Ah, enggak. Kenapa kamu menuduh aku?”

“Habisnya aku merasa ada bau-bau nggak sedap yang berbeda dengan bau tubuhmu atau ketiakmu. Bau itu mirip kayak bau kentut atau bau tokai...”

“Tapi bukan aku yang kentut,” jawabku dengan nada bergetar.

Wanita cantik itu meninggalkanku. Sepeninggal dia, aku langsung menuju ke WC. Aku tutup pintu WC rapat-rapat. Sebelum menutup pintu, aku sempat celingak-celinguk ke kiri dan kanan, melihat situasi di sekeliling WC.



Perlahan-lahan aku membuka celanaku. Aku menemukan ada bekas mencret di celanaku. Aku sadar, tadi aku sudah melakukan kesalahan pertama dalam hidupku. Aku telah berbohong kalo aku tadi memang benar kentut dan berak di celana. Tapi apakah aku nggak boleh berbohong untuk sebuah kebaikan? Aku ngeri wanita itu akan menganggapku anak kecil, karena udah besar masih berak di celana. Malu kan kalo aku harus mengatakan terus terang ketika wanita cantik itu bertanya soal kentut?.

0 komentar: