Minggu, 24 Mei 2009

BEST SCHOOL OF ATTITUDE'S MONKEY

Setiap semester, para Wakil Rakyat negeri Omong Kosong (selanjutnya kita singkat aja ya dengan akronim Mongkos supaya nggak mubazir) melakukan studi banding. Tujuan studi banding adalah melakukan studi dan melakukan perbandingan. Kalo di negeri Mongkos begini, sementara di negeri lain begitu. Berharap dengan melakukan studi banding, maka negara Mongkos bisa mengikuti ide dari negara yang dibanding-bandingkan itu.

Sejatinya memang begitu. Setelah melakukan studi banding, maka hasil studi diaplikasikan alias diterapkan. Ini kayak yang pernah dilakukan negara tetangga Mongkos, yakni Indonesia, dimana Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso sempat melakukan perjalanan ke Bugotta. Katanya kota itu semerawutnya mirip Jakarta dalam hal kemacetan lalu lintasnya. Namun sejak diberlakukan mass transportation alias transportasi masal buat warga, yakni bus berjalur khusus, kemacetan lalu lintas di Bugotta jadi teratasi hampir 50%.



Setelah balik dari Bugotta, Sutiyoso langsung menerapkan mass transportation. Pertama yang dilakukan mengoperasikan busway. Kendaraan umum ini konon dianggap sukses, meski kemacetan juga belum bisa ditanggulangi. Yaiyalah! Wong penjualan kendaraan bermotor nggak diatasi, gimana nggak macet? Kalo busway lewat jalur khusus di darat, maka Sutiyoso juga waktu itu mau mengoperasikan monorel. Sebenarnya kalo saja monorel bisa beroperasi, menurut para Pakar transportasi, ini jauh lebih baik daripada busway. Soalnya jalurnya nggak di darat, tapi nggak mengganggu kendaraan bermotor di jalan. Tanpa harus menunggu traffic light pula. Sayang, monorel bermasalah! Kini cuma tiang-tiang aja yang kokoh berdiri. Konsorsiumnya nggak jadi meneruskan proyek ini.

Wakil Rakyat Mongkos berharap, dalam studi banding kudu mendapatkan ide segar dan tentu saja langsung diaplikasikan di lapangan. Setelah melakukan serangkaian rapat, diputuskan perjalaan studi banding semester ini ke Sekolah Monyet yang ada di negeri Monyet.

Awalnya mayoritas Wakil Rakyat negeri Mongkos protes. Lumrah saja, masa Manusia belajar sama Monyet? Ini namanya dekadensi mahkluk hidup! Yang ada seharusnya Monyet belajar sama Manusia, sehingga Monyet yang udah belajar dari Manusia biasa disebut Monyet Manusia atau Monyet yang kayak Manusia. Kalo Manusia yang belajar sama Monyet maka jadinya Manusia Monyet. Siapa yang mau dipanggil Manusia Monyet?

Nobody!!!!

“Ini penghinaan namanya!” kata salah satu Wakil Rakyat yang biasa tidur di ruang rapat. “Memangnya nggak ada negeri lain yang bisa kita datangi buat studi banding? Yang bener aja coy!”

Pendapat-pendapat sinis soal Monyet boleh muncul. Namun setelah Ketua Wakil Rakyat menjelaskan mengapa memilih Sekolah Monyet sebagai lokasi yang digunakan sebagai tujuan utama studi banding, seluruh Wakil Rakyat akhirnya setuju. Ketuk palu sebagai aklamasi bentuk persetujuan bersama pun dilakukan.

“Tok! Tok! Tok!” begitulah bunyi palu yang diketuk Ketua Wakil Rakyat.


Apa sih yang menyebabkan seluruh Wakil Rakyat akhirnya setuju?

Ternyata banya fakta empiris yang memungkin Monyet menjadi objek yang patut distudikan. Monyet adalah mahkluk Tuhan yang setia. Pada Januari 2004, Tim Peneliti dari Universitas Wisconsin-Madison mengungkapkan fakta terhadap Monyet, terutama Monyet jenis marmoset. Bahwa Monyet akan mempertimbangkan dalam memilih pasangan.
Para peneliti menggunakan functional magnetic resonance imaging (fMRI) buat melihat fungsi-fungsi otak Monyet asal Brazil itu. Dalam tulisan di Journal of Magnetic Resonance Imaging, mereka mengatakan, otak monyet menjadi “sibuk” ketika hewan ini tersebut mencium bau lawan jenisnya.

"Kami terkejut melihat tingginya aktivitas saraf di wilayah otak yang berkaitan dengan pengambilan keputusan, pengendalian kesadaran, juga di bagian reaksi seksual, saat monyet menanggapi isyarat bau-bauan," kata Profesor Charles Snowdon, peneliti yang mempelajari psikologi (Kompas Cybermedia, Kamis, 29 Januari 2004).

Monyet jenis marmoset ini hidup dalam sebuah kelompok dengan sistem kekeluargaan. Monyet ini nggak kawin secara bebas dengan lawan jenis sesuka hati. Mereka biasanya memilih pasangan dengan ekstra hati-hati.



Selain itu soal loyalitas, Monyet juga dijadikan figur dalam dunia horoscope Timur, selain binatang Kambing, Kuda, Ular, Kerbau, Macan, Naga, Kelinci, Tikus, Ayam Jago, Anjing, dan Babi. Menurut horoscope, Shio Monyet selalu nampak bersemangat tinggi, cerdas, dan banyak akal. Selalu membuat orang lain tertawa dan senang. Pintar bergaul dan jujur. Banyak Manusia sukses yang bershio Monyet, antara lain Leonardo da Vinci (Pelukis), Elizabeth Taylor (Bintang film), Mick Jagger (Penyanyi), dan Lyndon B. Johnson (Politikus).

Singkat cerita, para Wakil Rakyat sampai juga di Sekolah Monyet. Nama Sekolah Monyet itu keren abis, yakni Best School of Great Attitude’s Monkey. Di sekolah ini, Monyet-Monyet diajarkan prilaku yang baik dan sesuai kaidah-kaidah yang diberlakukan oleh Sang Pencipta Monyet, yang juga sama sebagai Sang Pencipta Manusia.

Monyet harus saling hormat-menghormati, saling berbagi pada sesama, jujur, dan antikekerasan. Ketika punya makanan, Monyet wajib memberi kepada Monyet lain yang kelaparan. Ketika ada Monyet yang puasa, Monyet lain harus toleransi dengan cara ikut puasa. Kalo nggak kuat, Monyet itu harus push up. Ketika mengadakan Pemilihan Presiden Monyet, selalu menggunakan kata-kata jujur. Nggak boleh membual alias bohong. Keburukan selama periode menjabat sebagai Presiden kudu diutarakan secara detail, sebagaimana prestasi kerja. Rencana-rencana kerja di masa mendapat juga kudu dijabarkan secara realistis. Nggak cuma lip service, menyenangkan hati warga Monyet.

“Kita juga diajarkan legowo,” kata mantan Presiden Monyet yang sekarang mengajar di Sekolah Monyet itu. “Setiap ada Monyet yang kalah dalam sebuah pertandingan, kudu memberikan ucapan selamat kepada Pemenang. Nggak ada Monyet yang selalu mencari-cari kesalahan ketika dirinya udah kalah dalam pertandingan”.


Budaya antri udah nggak ada lagi dalam dunia Manusia. Di Sekolah Monyet, diajarkan saling menghargai, toleransi, dan sikap sopan santun. Kalo Monyet aja bisa sopan, kenapa Manusia nggak bisa ya?
Prinsip ing ngarsa sung tuladha, ing madya mbangun karsa, tut wuri handayani juga diterapkan dalam bagian kurikulum Sekolah Monyet. Bahwa kalo jadi Pemimpin kudu menjadi suri tauladan, membangkitkan semangat dan dinamika, serta menjadi Pembimbing sekaligus bertanggungjawab.

“Kami sebagai kaum Monyet akan malu kalo ada lulusan kami yang nggak memberikan contoh baik ketika jadi Pemimpin,” jelas mantan Presiden Monyet itu. “Nggak tahu diri, mengejar jabatan, korupsi, selalu mengkritik sesama dan merasa diri benar, serta nggak bersyukur pada Sang Pencipta adalah bentuk antiprinsip ing ngarsa sung tuladha itu tadi”.

Pelajaran terakhir dari Sekolah Monyet soal kekerasan. Meski Monyet masuk dalam kategori binatang liar, namun Monyet sesungguhnya antikekerasan. Sesama Monyet dilarang melakukan tawuran. Haram, hukumnya. Sesama Monyet juga dilarang melakukan tindakan culik-menculik, apalagi sampai menghilangkan nyawa. Sesama Monyet harus rukun dan damai.

“Kalo ada ketidakcocokan, biasanya kami sesama Monyet selalu melakukan dialog dari hati ke hati buat mencapai kemufakatan,” lanjut mantan Presiden Monyet.

Nggak mudah membentuk attitutte menjadi luar biasa sebagaimana yang udah dimiliki para alumni Sekolah Monyet. Butuh waktu kurang lebih 10 tahun potong masa tahanan (karena ada Monyet yang seringkali dikurung dalam kandang oleh Manusia). Ini yang membuat beberapa Wakil Rakyat mulai gerah.

“Kok lama bener ya?” kata salah satu Wakil Rakyat dari Partai Cinta Duit (PCD).

Rupanya para Wakil Rakyat nggak sabar mentransfer otak Monyet ke otak mereka. Wakil-Wakil Rakyat nggak suka terlalu lama belajar di sekolah. Mereka lebih suka langsung terjun ke lapangan dan cari duit sebanyak-banyaknya. Nggak heran, supaya cepat belajar, para Wakil Rakyat memotong kepala Monyet yang masih hidup dan otaknya yang masih hidup langsung diseruput dengan menggunakan sedotan.

“Slup! Slup! Slup! Hmmm...nyumi!”

Melihat beberapa rekan-rekan Monyet diperlakukan kayak gitu, Monyet-Monyet yang lain kocar-kacir. Mereka takut otaknya dimakan oleh Manusia. Padahal ada Monyet yang berusaha memberikan penjelasan, bahwa mengkonsumsi otak Monyet bisa menyebabkan AIDS, Ebola, atau Marburg.

“Kalo AIDS tahu dong?” kata Monyet yang profesinya memang jadi Penyuluh itu. “Kalo Marburg itu sejenis virus yang ditemukan di Afrika tahun 1979. Virus ini masih saudaraan sama Ebola Sudan dan Ebola Zaire. Nama Marburg sendiri pertama kali populer di kota Jeman Tengah pada tahun 1967, tepatnya di pabrik Behring Work. Pabrik tersebut merupakan produsen vaksin dengan bahan dasar sel ginjal monyet hijau dari Uganda”.



Penjelasan tinggal penjelasan. Ketika Manusia ingin mendapatkan sesuatu, segala upaya harus segera dilakukan. Inilah sifat asli Manusia. Ketika merasa butuh cepat menjadi Manusia dengan attittute Monyet, dengan pragmatis Manusia menyeruput otak Monyet-Monyet yang masih hidup. Nggak heran nasib Monyet Penyuluh sama seperti Monyet-Monyet lain. Menariknya, buat mendapatkan otak-otak Monyet, Manusia saling berebutan satu sama lain. Saling gontok-gontokan. Situasi tersebut mirip ketika Buaya memakan binatang lain.

Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Monyet Penyuluh menggeleng-gelengkan kepala.

“Dasar Manusia! Ternyata kelakuannya lebih rendah daripada bangsa kami...”


All photos and video copyright by Jaya

0 komentar: