Jumat, 23 Oktober 2009

YOU CAN RUN BUT YOU CAN'T HIDE

To:
Novi
+0817141458

Aq tnggu di kmr 220

Sent:
20:09:00
10-09-2009

***
Btar aq msh sama suami d anak2

Sent to:
Irwan
+08111819087

***

Gak sbar nih!

***
To:
Irwan
+08111819087

Bntar syang. Nanti qta psti have fun!

Sent:
21:25:05
10-09-2009

***

Sent from:
+0817724117

To:
Irwan
+08111819087

Dah gak sma suami d anak2. Bebas euy! Skrng aq ke situ ya?

***

To:
+0817724117

Ini siapa? Salah sambung!

Sent:
22:25:05
10-09-2009

***

Sent to:
Irwan
+08111819087

Aq Novi...

***

To:
+0817724117

Novi? Novi siapa?

Sent:
22:25:20
10-09-2009

***

Sent to:
Irwan
+08111819087

Novi. Qta jd ktm di kmr 220 gak?

***

To:
+0817724117

Kok nmornya gnti? Km pny nmor br ya? Kok gak bilng2?

Sent:
22:40:15
10-09-2009

***

Sent to:
Irwan
+08111819087

Tkut kthuan suami. Aq gnti nmor...

***

To:
+0817724117

OK! Ditnggu di kmr 220 ya...

Sent:
22:60:01
10-09-2009

SATU JAM KEMUDIAN

Di sebuah hotel berbintang lima di kawasan Senayan Jakarta. Irwan membuka pintu kamar 220, begitu bel berbunyi dua kali. Ia tidak sempat lagi mengintip dari balik lubang kecil yang ada di pintu kamar.

Irwan:
(Heran campur kaget) Anda siapa?

Gilang:
(Tenang tapi hatinya marah) Saya suaminya Novi...

BIJI MATA YANG KUAJAK JALAN-JALAN

Biarlah biji matanya kuajak jalan-jalan ke sebuah tempat yang belum pernah dilihatnya. Aku sengaja meminjam sebuah biji mata sebesar kelereng itu dari dia, karena dia tidak pernah mau kuajak pergi. Katanya, tempat yang kuajak selalu menyusahkan. Banyak korban berserakan dimana-mana; bau anyir darah yang bisa membuat orang muntah; dan tentu saja secara fisik harus siap membantu. Dia tidak suka itu semua.

Sebagai orang yang selalu hidup dalam wewangian, dia tidak perlu melihat dari dekat hal-hal yang membuatnya stres. Dia cukup mendengar dari orang-orang, setidaknya membaca dari media. Dia akan memutuskan perlu menyumbang atau cukup bilang: “Kasihan.”

Oleh karena itulah aku meminta dia untuk mencopot kedua biji matanya, jika dia sama sekali tidak mau turun ke lapangan, melihat persoalan yang benar-benar terjadi di tengah masyarakat. Biar fisiknya tetap berada di dalam mobil Alpard putih atau rumah mewah di bilangan Pondok Indah, sementara kedua biji matanya bisa menyaksikan sendiri kesusahan yang terjadi.

Nyatanya, dia tidak kuasa melepas kedua biji matanya. Dia ingin satu biji matanya tetap berada menyatu dengan lubang mata yang ada di kepala. Sebab, katanya, jika biji matanya ku ajak jalan-jalan secara bersamaan, maka biji mata itu akan terpengaruh oleh situasi dan kondisi terhadap apa yang terjadi, dan selanjutnya akan merasa iba. Itu tidak dia suka. Dia ingin seperti sekarang ini, hidup dengan ruang ber-AC, kursi empuk, seorang sopir yang setia menemani kemana pun dia pergi, berada dengan kemaksiatan, dan harta-benda yang tujuh turunan tidak akan pernah habis itu. Kesimpulannya, dia lebih suka yang diajak jalan-jalan olehku hanya sebuah biji mata.

Sebelum diserahkan padaku, ia mencongkel sebuah biji matanya dengan menggunakan obeng. Bukan obeng sembarang obeng, tapi obeng yang terbuat dari emas dengan tiga berlian di gagangnya. Tak perlu waktu lama, sebuah biji mata sebelah kiri keluar dari lubang tengkorak kepalanya. Sebiji mata itu keluar tanpa mengeluarkan darah setetes pun. Aneh, tapi nyata. Barangkali dia memang sudah tidak punya darah, karena darahnya sudah dihisap oleh Dracula, sebagaimana hatinya yang hilang entah kemana. Kini tinggal sebuah biji mata yang ada di kepalanya.

Kini setelah setahun kuajak jalan-jalan, biji mata tersebut diletakkan kembali ke tempat semula, di lubang tengkorak yang selama setahun ini bolong. Anehnya, ketika sudah dipasang dengan sempurna, banyak sekali perbedaan dari kedua biji mata itu. Biji mata kiri selalu saja meneteskan air mata. Tetasan airnya terus menerus seperti keran bocor. Sedang biji mata kanan, justru tidak sama sekali merasa perlu mengeluarkan air mata. Kalau pun biji mata kanannya memerah itu bukan karena apa-apa, itu akibat teralu banyak minum alkohol atau begadang semalam suntuk di sebuah diskotek terkenal di Jakarta.

Baru kutahu mengapa biji mata kiri terus menerus mengeluarkan air mata. Biji mata kiri sudah melihat ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di lapangan, bencana-bencana yang terjadi: tsunami atau gempa; maupun begitu banyak orang miskin yang tidak diurus oleh pemerintah. Biji mata kiri sudah kuajak ke teman-teman, dimana dia seharusnya melihat dengan mata kepala sendiri, sebagaimana posisinya sebagai seorang Pemimpin yang selalu berkoar-koar tentang kemiskinan atau ketidakadilan.

Terus terang sedih sekali kalo biji kanan dan biji kiri berbeda sikap. Oleh karena itu, sebagai pemilik biji, sudah seharusnya biji kiri dan kanan bersatu padu, atau setidaknya lebih toleran. Ketika mengeluarkan air mata, kedua biji -baik biji kiri maupun biji kanan-, juga mengeluarkan air mata. Ketika biji kanan ngantuk, biji kiri juga harusnya ngantuk. Tapi sayang, kedua biji tidak kompak.

“Baiklah kalo biji yang tinggal satu-satunya ini di wajahku akan diajak jalan-jalan juga, saya pikir cukup menarik,” ujar dia, yang tidak suka ketidakkompakan ini terjadi pada biji matanya. “Saya ambil obeng dulu untuk mencungkil biji mata ini.

Biji mata kedua akhirnya bisa menyatu. Dia berharap sekali, dengan menyatunya kedua biji mata, hatinya yang selama ini tidak bisa terketuk -karena tidak pernah diperlihatkan akan dunia lain yang jauh dari kenikmatan-, moga-moga akan lebih terketuk. Kita lihat saja nanti bagaimana ending-nya dari perjalanan biji kanan yang sekarang ini ku ajak jalan-jalan.

KASIHAN SIH, TAPI LAMA-LAMA NGESELIN JUGA




KENTUT DALAM PLASTIK

Angin itu tersimpan rapi di dalam sebuah plastik. Sebagai orang yang diamanatkan untuk membawa angin itu, aku masih bertanya-tanya dengan tanda tanya besar. Mengapa Pengusaha itu memberikan angin ini pada Politikus yang sangat terkenal itu. Apa istimewanya angin ini? Bukankah lebih baik memberikan mobil mewah atau uang triliunan rupiah daripada hanya sebuah angin? Meski terus dihantui pertanyaan, aku merasa puas mendapat job ini. Maklum, honor yang kuterima gede.

Sebelum benar-benar aku berikan ke Politikus itu, aku memandangi angin yang ada di dalam plastik itu. Mataku seolah melihat sosok wanita cantik yang sedang terpenjara oleh karena sesuatu hal. Mataku tak berkedip.

Aku memang punya kesempatan menyimpan satu hari angin dalam plastik itu, karena ketika serah terima dengan Pengusaha itu, waktu sudah sore menjelang malam. Kemudian, ketika aku membuat janji dengan Politikus itu, ia tidak bisa menemuiku kemarin. Katanya sibuk menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang harus segera dikelarkan, karena sebentar lagi ia tidak menjabat sebagai Wakil Rakyat. Padahal butir-butir RUU itu banyak yang absurd, penuh lubang-lubang korupsi, dan menuai protes dari berbagai kalangan.

Angin itu tak berwarna. Aku belum sempat melihat ada warna yang dimunculkan oleh si angin. Dari luar plastik transparan itu aku hanya melihat ruang kosong, dimana ruang itu sengaja dibuat membulat sesuai dengan gelembung plastik. Menurutku aneh, termasuk diriku. Ada sebuah plastik transparan yang digelembungkan, diikat pakai karet gelang, tapi di dalam plastik itu tidak nampak apa-apa. Entah itu benda sekecil kutu atau warna, tidak terlihat di dalam plastik. Anehnya, aku tetap memandanginya dan tetap akan membawa dan selanjutnya akan aku berikan ke Politikus yang Maha Sibuk itu. Kalo saja ada orang yang melihat kelakuanku, pasti aku didisebut gila.

“Tolong berikan kentut ini pada Bapak itu ya,” ucap Pengusaha itu padaku kemarin. “Pastikan yang menerima adalah beliau.”

Angin itu bernama kentut. Aku sebenarnya sudah sering mendengar kata “kentut”, bahkan setiap hari aku melakukannya. Kata orang, “kentut” itu penting. Jika ada orang yang tidak bisa kentut, maka orang itu sedang sakit, bahkan boleh dikatakan penyakit parah. Ada satu penyakit, dimana orang perlu untuk kentut. Jika orang yang punya penyakit itu bisa kentut, dijamin penyakitnya akan sembuh. Jadi, kentut itu memang penting.

Kata orang, kentut juga bau. Aku sih percaya, karena aku mengalaminya sendiri. Ketika ada orang lain yang mengeluarkan bunyi dari lubang pantatnya, itu namanya kentut, dan memang bau setelah kuhirup udaranya. Sebaliknya juga begitu, ketika aku mengeluarkan bunyi dari lubang pantat, bau yang dihirup oleh orang-orang disekitar adalah bau busuk. Jika aku habis makan telor, yang terhirup adalah bau telor. Jika kebetulan makan jengkol, yang keluar bau jengkol. Intinya, apa yang kita makan, udara yang keluar itulah bukti dari makanan yang kita makan. Tapi mengapa jika kita makan gaji buta atau makan uang rakyat yang keluar bukan gaji atau uang ya?

Kata orang, jika kentu berbunyi kencang, misalnya seperti bunyi terompet, udara yang keluar dari lubang pantat tidak akan bau. Sementara jika yang keluar hanya desis udara, sebagaimana angin sepoi-sepoi, maka udara itu akan membuat orang bau, bisa jadi orang yang menghirup udaranya akan muntah, ada bahkan yang sampai jatuh pingsan.

Kita bisa mengetahui orang yang mengeluarkan angin kentut jujur atau pembohong. Jika orang tersebut mengaku kentut, maka orang ini pasti jujur. Mau kentut yang berbunyi seperti terompet atau yang hanya mengeluarkan desis seperti angin, orang yang jujur pasti mengaku kalau ia baru saja kentut. Tapi yang paling banyak adalah para Pembohong. Biasanya mereka yang masuk kategori kentut, selalu diam setelah melakukan aksi kentut. Padahal sudah jelas-jelas dia yang kentut, wong sumber baunya dari dia, kok. Hebatnya, ada orang yang bukan cuma diam, tapi menyalahkan orang lain, mengatakan yang kentut orang itu, bukan dia.

Barangkali itulah mengapa Tuhan menciptakan kentut tanpa warna. Bayangkan kalau kentut berwarna hitam seperti knalpot kendaraan bermotor yang belum sempat ganti oli atau mesinnya perlu di tune-up, pasti orang yang kentut akan menanggung malu setelah ia kentut. Bayangkan pula kalau kentut berwarna seperti asap rokok, pasti orang yang di samping si Kentutman (nama orang yang kentut itu) akan menjadi Pengentut pasif (istilah ini level-nya sama dengan Perokok pasif). Tapi barangkali lebih baik bau kentut seperti bau asap rokok kali ya? Supaya para Perokok tidak merokok, tapi mengisap dan mengeluaran asap kentut. Lagipula, lebih sehat menghirup kentut daripada mengisap asap rokok, ya paling-paling kalau mengisap kentut kebauan, ingin muntah, atau pingsan sebentar. Kalau mengisah asap rokok –baik Perokok maupun Perokok pasif-, pasti akan kena kanker.

Tiba saatnya aku membawa angin berisi kentut yang ada di dalam plastik ini ke Politikus itu. Aku sudah buat janji dan kita akan berjumpa di Senci alias Senayan City. Politikus itu yang memilih mal yang berada di kawasan Senayan, Jakarta. Katanya, biar bisa melihat Tante-Tante yang sedang belanja. Katanya lagi, ya siapa tahu dari Tante-Tante itu ada yang bisa diajak berselingkuh. Maklum, banyak di antara Tante yang shopaholic alias gila belanja itu yang butuh kasih sayang, karena suaminya terlalu sibuk cari uang.

(bersambung)

YANG SALAH BUKAN FESBUK-NYA!

Arvida manyun. Ia mendapat hukuman dari Babe-nya. Selama seminggu ini nggak boleh main fesbuk. Sebenarnya Sharmila nggak masalah soal hukuman. Yang bikin manyun alasan yang diutaran Babenya nggak make sense. Nggak masuk akal.

“Memangnya kenapa Vida gak boleh main fesbuk, Be?”

“Haram!”

“Apa sih ukuran haram?”

“Pokoknya haram! Haram!”

Begitulah sore itu. Ibarat geledek yang menggelegar, menghantam kepala Arvida. Tanpa pengelasan yang menentramkan hati, terpaksa Arvida menjalankan hukuman Babe-nya. Padahal ia tahu, bukan Fesbuk yang patut dipersalahkan, tapi para member-nya lah yang memperlakukan Fesbuk dengan kurang layak. Fesbuk dikultuskanlah dan yang paling parah cuma buat ajang selingkuh. Padahal Fesbuk bisa dimanfaatkan apa saja.

“Apakah salah kalo gue menjadikan Fesbuk sebagai media unjuk diri?” tanya Arvida pada sahabatnya, Hana.

“Enggak. Elo nggak salah, kok, Vid, asal jangan terlalu narsis.”

“Apakah salah kalo gue jadikan Fesbuk sebagai media kritik buat pemerintah atau warga negara?”

“Enggak. Elo sama sekali nggak salah, Vid. Bahkan elo bisa jadikan Fesbuk sebagai media dakwah. Bukan cuma sebagai media jejaring sosial yang nggak punya makna…”

“Tapi kenapa gue nggak boleh main Fesbuk sama Babe gue? Alasan haram menurut gue nggak make sense!”

Selama ini Arvida memang cukup cerdas. Ia nggak seperti mayoritas orang yang menjadi Fesbuk sebagai ajang iseng-iseng, fun-fun doang, menghilangkan stres, buat jawab-jawabin status biar nggak garing, cari teman, menambah teman, selingkuhin teman, atau men-tag foto-foto yang nggak penting.

Buat Arvida, Fesbuk justru luar biasa manfaatnya. Menurutnya Mark Zuckerberg, penemu sekaligus pemilik Fesbuk kelahiran 14 Mei 1984 ini, sangatlah jenius. Sebagai orang terkaya di dunia di urutan 321 versi majalah Forbes -hartanya diperkirakan US$ 1,5 miliar (Rp 17,4 triliun)-, Zuckerman pasti nggak cuma ingin menjadikan Fesbuk sebagai ajang fun-fun doang. Member yang serius nggak patut tergabung dalam Fesbuk. Padahal salah!

Arvida seringkali mengritik kebijakan-kebijanan pemerintah dengan tujuan agar Indonesia lebih baik. Ia juga nggak segan-segan mengkritik teman-temannya sendiri agar berjalan sesuai dengan “rel”, entah itu “rel” yang sudah diatur pemerintah maupun agama dan kepercayaan mereka.

Pernah Arvida dikritik oleh satu-dua temannya, yang menganggapnya terlalu serius dengan Fesbuk. Maksudnya bukan menjadikan Fesbuk sebagai “berhala”, tapi tanggapan-tanggapan Arvida terhadap status atau foto yang di-tag temannya terlalu serius, sehingga ia dianggap kayak anak SMU yang sirik dan nggak ada kerjaan. Idiih! Aneh? Masa serius dianggap sirik dan nggak ada kerjaan? Padahal, balas Arvida, yang nggak ada kerjaan justru member Fesbuk yang kerjanya cuma menanggapi status teman-temannya atau men-tag foto yang nggak penting. Bukankah aktivitas fun kayak gitu lebih tepat dibilang nggak ada kerjaan?

“Jadi, aye pikir, kesimpulan Babe soal Fasbuk itu haram, nggak bener!” jelas Arvida pada Babenya yang kumisnya melintang itu.

Babenya kaget berats. Sejak kapan anak semata wayang ini berani membantah? Padahal selama ini, Vida baik-baik aja. Nggak banyak omong. Nggak banyak cing-cong. Tapi pelarangan Fesbuk ini membuat Vida beda.

“Babe emang pernah melihat aye selingkuh selama main Fesbuk?”

“Enggak!”

“Pernah nggak aye meninggalkan kewajiban sholat?”

“Enggak!”

“Setiap adzan, aye nggak pernah ngutak-ngatik Fesbuk lagi. Aye tinggalkan Fesbuk, trus langsung sholat, ya nggak?”

“Bener!”

“Pernah nggak Babe liat aye bolos kerja atau kerja nggak bener gara-gara Fesbuk?”

“Enggak!”

“Pernah nggak Babe lihat aye nge-tag foto nggak penting?”

“Nge-tag itu ape sih, Vid?”

“Mengirimkan foto gitu, lho...”

“Oh begitu....Beba rasa elu nggak pernah deh melakukan itu...apa namanye...tag-tag foto.”

“Nah, kalo begitu, kenapa Babe melarang aye main Fesbuk? Kenapa Babe menganggap Fesbuk itu haram?”

“Iye-ye, kenape ye?”

“Babe, yang salah itu bukan Fesbuknya, tapi para membernya. Kalo para member itu memperlakukan Fesbuk cuma buat fun-fun aja, ya silahkan aja. Tapi buat aye, selain buat fun, Fesbuk itu justru bisa dijadikan media penyeimbang dunia dan akhirat...”

“Wah, betul juga, tuh! Semacam dakwah via Fesbuk gitu ya?”

“Nah, tuh! Babe dah ngerti, kan?! Makanya jadi jangan larang aye main Fesbuk ya?”

“Baiklah kalo begitu. Tapi Babe boleh minta tolong nggak?”

“Minta tolong apa, Be?”

“Tolong bikinin Fasbuk buat Babe dong...hehehehe”

Tiba-tiba Emaknya Arvida muncul tanpa dirinya dan Babenya tahu. Rupanya percakapan antara Arvida dan Babenya didengar oleh sang Emak.

“Emak juga mau dong dibuatkan Fesbuk!”

“Hah?! Emak juga mau main Fesbuk?!”

“Sekalian bikinin Twitter-nya juga ya...” ucap Emak tanpa beban.

Tet-tot!

PASTI POTONG RAMBUTNYA DI SALON MAHAL, DEH

Menjadi creative yang soulfull bukanlah perkara mudah. Ia kudu tampil trendy alias mengikuti trend yang happening. Kalo lagi trend sepatu model Kickers, ia kudu beli sepatu model begitu. Kalo lagi happening jacket model Agung Copets, ya kudu beli jacket begituan yang konon sangat laris dibeli oleh para tukang ojeks.

Dalam soal rambut, seorang creative soulfull juga kudu mengikuti trend yang happening. Inilah yang dilakukan Chiptadi. Cowok keturunan Batak, Belanda, Jepang, Jerman, dan Irian Jaya ini sangat-sangat memperhatikan style rambut. Ia nggak mau ketinggalan momentum. Nggak heran ketika trend rambut ABS alias Rambut Adi Bing Slamet yang poni-poni nggak penting itu, ia ikut serta. Begitu pula pada saat trend KDM atawa Korban Demi Moore, Chiptadi melakukan itu.

Kalo nggak aral melintang, Chiptadi bakal melancong ke Singaparna, eh bukan, bukan Singaparna, tapi ke Singapura. Di negara ini, ia akan bermukim selama 3 hari 3 malam. Itu pun tergantung di Singapura ia kecantol sosok yang menjadi dambaan hatinya atau enggak. Kalo iya, ya apa boleh buat, kemungkinan di Singapura ia akan tinggal beberapa tahun lamanya.

Is it bird?”

“Apanya?”

“Dambaan hatinya!”

“Oh, no!”

Is it plane?”

No!”

Is it Superman?”

“Hmmmmmm...”

Dalam rangka ke Singapura, Chiptadi mempersiapkan diri dengan sepenuh hati. Bukan cuma membawa diri agar kejantanannya nggak sebarangan terabaikan oleh hembusan angin yang menyelinap ke kemejanya. Tetapi ia juga mempersiapkan perbekalan yang full. Ada sekitar 30 celana dalam merek Wacoall, BH berinisial Cartier (kok BH seh?), dan beberapa item yang menarik dan berwarna pink.

Satu persiapan yang nggak pernah dilupakan menjelang berangkat ke Singaparna, lho kok Singaparna lagi? Maksudnya Singapura, adalah memperbaiki rambutnya yang selama ini bagai benang kusut yang nggak pernah tuntas-tuntas meluruskannya. Chiptadi ingin rambutnya diterima dengan baik oleh orang-orang Singapura, karena ia yakin, rambut merupakan salah satu bagian dari wakil bangsa. Dengan rambut yang trendy dan happening, para muda-mudi Singapura yang gaul, happening, dan soulfull akan memberikan kasih padanya sepanjang masa.

Kini rambutnya Chiptadi telah berubah. Ia sadar, perubahan ini juga ditujukan buat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang saat ini sedang carut-marut gara-gara pertarungan Cicak lawan Buaya. Lebih dari itu, potongan rambutnya juga ditujukan kepada kekasihnya yang tak dianggap (kok kayak lagu Pingkan Mambo ya?). Mohon maaf, ia nggak mau menyebutkan siapa kekasihnya itu, termasuk jenis kelaminnya, karena ini urusannya akan panjang.

“Pasti rambut loe itu dipotong di salon mahal deh!” jawab Uky, rekan sekerjanya yang juga selalu happening dalam soal trend, nggak heran kalo disebut sebagai creative yang nge-hits.

Chiptadi diam.

“Rambut loe dipotong sama si Mance ya?”

“Bukan!”

“Atau di salon Lu Vaze yang harga sekali potong 350 ribu sampai 500 ribuan itu ya?”

“Oh, tentu tidak!”

“Hmmm..barangkali potong di salon Tony and Guy yang lebih mahal lagi...”

“Yang sekali potong 1 juta itu?”

“Yap! Elo pasti potong di situ deh...”

“Bukan!”

“Habis dimana dong?”

“Di Arion!”

“Di Arion Plaza?!!”

“Bukan! Di pagar depan Arion. Tepatnya di bawah pohon di dekat pos satpam...”

Senin, 12 Oktober 2009

DUA PEREMPUAN YANG KUTEMUI SORE ITU

Perempuan itu cantik. Kulitnya yang menghitam akibat sengatan matahari tak bisa mengelabui kecantikannya. Percayalah, ia lebih cantik dari teman-teman saya yang sok cantik, padahal saya tahu kecantikan mereka sudah melewati serangkaian terapi di salon. Percaya pula, kecantikan perempuan ini jauh lebih alami dari Bencong Taman Lawang sekalipun.

Perempuan itu tak peduli suaranya terdengar jelek. Serak-serak basah, bahkan cenderung parau. Ia juga sama sekali tak peduli, dengan kecantikan alaminya itu berdiri di hadapan perempuan-perempuan lain yang tak secantik dirinya. Ada perempuan bermata sipit, tapi kulitnya putih, dan berambut sebahu. Ada perempuan berdada besar, hidung pesek, dan menggenakan jins warna biru. Yang paling fokus menatap perempuan yang aku katakan cantik itu adalah seorang ibu berwajah jelek dengan tinggi badan tak lebih 150 cm itu.

Dan sampailah perempuan itu pada bait terakhir dari sebuah lagu yang sama sekali tak ku ketahui judul maupun penciptanya. Ia kemudian, dan beserta anaknya yang berusia sekitar dua tahun itu, meminta uang recehan dari satu penumpang ke penumpang lain, termasuk diriku. Setelah itu, ia langsung pergi meninggalkan bus 46 jurusan Grogol-Cililitan yang sore itu membawaku ke Twin Plaza.

Perempuan itu pengamen. Bila kutaksir usianya, kira-kira masih sekitar 20 tahunan. Bila anaknya berusia 3 tahun, berarti ia melahirkan pada saat usianya 17 tahun. Usia, dimana perempuan kota sedang “hot-hot”-nya, minta dibuatkan ulangtahun terindah agar bisa dikenang di kemudian hari. Usia, dimana anak-anak menengah-atas minta dibuatkan SIM agar bisa segera membawa mobil milik orangtua mereka.

Sayang aku tak sempat bercakap-cakap dengan perempuan pengamen ini. Perempuan yang menurutku pantas ikut Gadis Sampul, Model Kawanku, atau mungkin Putri Indonesia. Anda pasti sudah bisa menebak kecantikan alami perempuan yang saat ceritakan ini. Sayang, ia tak terawat. Kemaja yang ia kenakan sudah lusuh, dekil, dan pasti bau. Jins yang seharusnya berwarna biru muda itu pun sudah penuh dengan kotoran, asap knalpot, dan barangkali bau bekas kencing anaknya yang masih dua tahun itu.

Padahal aku ingin sekali bertanya: siapa namanya; siapa suaminya; apakah suaminya tahu kalo ia cantik, lebih cantik dari Titi Kamal atau Shanty; dimana tinggalnya; bagaimana ia sehari-hari hidup dengan anaknya; pernahkah terpikirkan olehnya tentang masa depan, masa depan anaknya; bagaimana hubungannya dengan suaminya; dan pertanyaan-pertanyaan lain. Namun ia sudah turun dari bus 46 bersama anaknya di perempatan Pancoran, dan dengan cepat menyeberang ke jalan lain, dimana aku yakin ia akan kembali ngamen dengan kecrekan kayu dengan bekas tutup botol itu.

Sore di kesempatan lain, aku menjumpai perempuan kedua. Kali ini jelek rupanya. Ia mengaku usianya baru 17 tahun. Dari pembicara dengannya, aku percaya usianya memang segitu, karena saat ini jika masih berada di bangku sekolah, ia duduk di kelas 2 SMU. Yap! Perempuan kedua yang kutemui di pinggir pantai Taman Impian Jaya Ancol ini memang sudah putus sekolah.

Bibirnya yang tebal itu menceritakan dengan lancar tetang kisah hidupnya, yang menurut saya cukup tragis. Ia tidak lagi diakui oleh orangtua kandungnya sendiri. Ibunya telah mengusirnya dua minggu sebelum Idul Fitri 1430 H lalu, sedang Bapaknya yang menurutnya mantan preman itu tidak pernah sama sekali berusaha mencarinya.

Dengan perempuan kedua ini, memang aku punya kesempatan banyak bercakap-cakap. Aku punya kesempatan melihat perempuan ini dari dekat. Wajahnya yang bulat; kulitnya yang hitam dan kering; hidungnya yang pesek; rambutnya yang nge-bob; tingginya yang kira-kira 145 cm; pantatnya yang molek; dan payudaranya yang sebesar cetakan nasi padang.

Namun perempuan kedua ini jauh berbeda dengan perempuan pertama. Setidaknya itu asumsiku yang bisa disebut sebagai prejudice atau prasangka yang belum tentu kebenarannya. Tapi begini, perempuan kedua ini aku pikir lebih suka lari tanggungjawab. Pasti ada masalah yang membuat dirinya tidak diakui lagi oleh orangtuanya, which is jiwa pemberontaknya.

Lewat percakapan, saya menilai perempuan kedua selalu mengambil jalan pintas, praktis. Ketika orangtuanya menasehati, nasihat tersebut ditangkap sebagai hal yang bertentangan dengan jiwa pemberontaknya. Ia merasa punya hak melakukan apa saja, sementara orangtua menuduh anaknya itu lupa akan tanggungjawabnya sebagai anak. Setiap nasihat orangtuanya bertolak belakang, perempuan kedua itu lari, bertemu teman-temannya, dan bermalam sampai pagi di diskotek. Ini dilakukan berkali-kali. Siapa orangtua yang tak marah? Itulah yang membuat dirinya diusir dari rumah.

Dua sore itu, dengan dua perempuan yang berbeda, menambah pelajaran berharga bagiku. Perempuan pertama mengajarkanku soal struggle for survive, tanggungjawab ibu pada anak, dan mencari uang tanpa rasa malu selama uang dicari adalah halal. Sementara perempuan kedua memberiku pelajaran akan hak dan kewajiban anak pada orangtua dan tak ada guna lari dari masalah, karena akan melahirkan masalah baru.

Dari perempuan ketiga, aku mendapat jauh lebih banyak dari kedua perempuan yang kedua sore itu kutemui. Perempuan ketiga ini memang tak kumasukkan dalam kisah di atas tadi, karena sampai kini selalu setia menemaniku, dalam keadaan susah maupun senang.

Senin, 05 Oktober 2009

DASAR BENCONG!!!!

Ramya akhirnya memutuskan memilih Dorna untuk menjadi Host. Ia tak peduli makian teman-temannya yang menyayangkan pilihannya itu. Menurut teman-temannya, Dorna tak seharusnya menjadi Host program televisi.

“Ini sangat bertentangan sekali!”

Bertentangan yang dimaksud adalah dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Lebih dari itu, kalo sebuah stasiun televisi menayangkan Dorna, itu sama saja mesahkan atau mengakui bahwa seorang Bencong itu tak masalah. Fine-fine ajah. Itu sama saja memposisikan Bencong sebagai mahkluk lain yang derajatnya sama dengan manusia yang berjenis kelamin wanita atau pria. Ini gokils!

“Sungguh bejat!”

Sekali lagi Ramya tak peduli dengan orang lain, termasuk teman-temannya. Ia lebih melihat perspektif lain. Melihat dari sisi humanis dari Dorna yang Bencong itu. Dorna yang bernama asli Rojali Sontoloyo itu. Ramya tak ingin mencampur adukkan masalah nilai-nilai yang bertentangan di masyarakat dengan nilai-nilai kemanusiaan yang ia anut.

“Ia kan juga manusia,” jelas Ramya, membela Dorna. “Sebagai manusia, ia punya hak hidup. Masa sebagai manusia berakal, kita tidak memberikan kesempatan orang untuk hidup?”

Perkara memberikan kesempatan orang hidup, jelas luar biasa. Tapi prinsip Ramya soal hak, ini rasanya jadi aneh. Teman-temannya tak menyangkal, setiap manusia punya hak hidup. Tapi kalo soal membela Bencong, ini lain persoalan. Urusannya bukan kemanusiaan, tapi sama saja menentang nilai-nilai moral yang ada masyarakat dan sudah pasti menentang norma agama.

“Sungguh bejat! Masa Bencong mau dibela?”

“Lalu kalo nggak ada yang membela Bencong, siapa lagi?”


Bencong berpayudara gede ini ogut abadikan via foto ketika ngamen di perempatan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Ramya tetap akan memakai Dorna sebagai Host di program acara itu. Meski akan menjadi polemik yang tidak akan kunjung padam, Ramya dan Dorna akan menjadi great couple dan mereka yakin program acaranya akan ditonton banyak orang, karena rating maupun share-nya akan besar. Keyakinan mereka itu, karena konsep program ini berbeda dengan televisi lain. Judulnya saja sudah unik: Bencong dan Fauna.

“Moga-moga progam kita ini bisa bertahan sampai 2000 episode ya, Dorna,” kata Ramya berharap.

“Amin! Tapi kayaknya gue nggak bisa ikut liputan deh. Gue nggak mood,” ujar Dorna.

Ramya kaget. Tiba-tiba Dorna membatalkan niatnya untuk meliput korban bencana di Sumatera Barat. Alasannya, nggak mood. Dan acuh tak acuh, Dorna mengembalikan tiket pesawat yang baru saja diberikan Ramya kepada dirinya. Setelah memberi tiket, Dorna pun meninggalkan Ramya yang terbengong-bengong melihat kecuekan Dorna.

“Dasar Bencong!” maki Ramya dalam hati.

YANG SATU PENGEN JADI MICHAEL JACKSON, SATUNYA LAGI PENGEN GANTIKAN AHMAD DANI

Dua pria ini rupanya cuek dengan kondisi diri mereka. Yang satu ingin menjadi Michael Jackson versi Sunda, satunya lagi ingin menggantikan posisi Dani Ahmad di hati Maia. Secara logika, impian kedua pria ini nggak mungkin terkabul, kecuali ada mukjizat dari Tuhan Yang Maha Esa.

Sebut saja inisial pria pertama NN. Pria yang selalu merawat bewoknya agar terlihat macho perkasa ini nggak suka dengan eksistensi Adam Jackson yang saat ini dikenal sebagai The Best Michael Jackson from Indonesia. Pasalnya, Adam wajahnya relatif mirip Jacko. Sebenarnya sih kalo mau jujur, wajah model Adam yang punya wajah oval dan hidung mancung kayak begitu banyak kita temui di toko bahan bangunan yang banyak dimiliki orang Arab.

NN ngiri, dengki, dan lain sebagainya. Dengan wajah yang nggak mirip dengan Michael Jackson, ia ingin mencoba bersaing dengan Adam. Katanya, kalo nanti pun kalah dengan Adam Jackson, ia bisa mengalahkan Adam Jordan yang popularitasnya saat ini sudah ke laut itu.




NN ikut kursus balet, pencak silat, dan bulutangkis. Memang nggak nyambung, tetapi biar sehat katanya. Sebab, kalo badan sudah sehat, maka ia bisa melakukan aksi moonwalk ala Jacko. Kalo sakit, tentu saja ia nggak bisa ngapa-ngapain, kecuali meringkuk di tempat tidur.

Selain latihan moonwalk, NN juga latihan breakdance. Sampai detik ini, NN berusaha semaksimal mungkin menurunkan berat badan agar tubuhnya kempes, perutnya langsung, dan bewoknya tertata dengan aduhai. Kelihatannya obesesinya mengalahkan Adam Jackson terlalu berlebihan. Makanya banyak orang yang mengatakan, NN nggak tahu diri. Tetapi ia cuek.

“Cuek aja lah apa kata orang,” kata NN. “Pekerjaan PA memang menuntut seperti itu. Lagipula skandal Bank Century belum juga dibongkar-bongkar. Nanti keburu mappingan baru keluar, nih!”

Pria satu lagi sebut saja bernama OP. Pria ini lebih nggak tahu diri dibanding NN. Apa sebabnya? Pertama, ia bukan anak band sebagaimana Ahmad Dani yang ngetop dengan band Dewa dan menjadi pencipta lagu, meski terkadang lagu-lagunya banyak yang mirip dengan lagu band dari luar negeri. Yang kedua, OP ini kepalanya selalu ditutupi oleh topi.

Terus terang banyak orang curiga, mengapa OP selalu memakai topi. Ada yang berasumsi, di balik topi itu banyak makanan dan minuman. Ya, kayak kulkas gitu deh. Kalo lagi lapar, topi dibuka, dan OP segera mengambil makanan yang ada di atas kepalanya.



Ada yang bilang, topi itu berfungsi buat menutupi kekurangannya. Memang apanya yang kurang? Yang jelas rambut yang kurang. Sebenarnya uang juga kurang, karena kalo ada uang pasti bisa menumbuhkan rambut secara instans. Oleh karena serba kurang, maka topi sebagai penyelamat bangsa.

Last but not least, OP dianggap jenaka. Nggak pantas berserius-serius ria bersama Maia. Ibarat pepatah, Maia di angkasa, OP di darat. Lihatlah Ahmad Dani yang gagah. Tinggi besar, gigi nggak pake kawat berduri, rambut bisa gondrong bisa pula dibentuk sesuka hati, dan nggak pake topi. Lihat pula Maia yang cantik jelita bagai boneka Barbie. Kulit putih, tinggi, langsing, wajah oval, bibir tipis, kumis tipis, mata indah bola ping pong, dan jago bikin lagu pula. So, memang sangat nggak pantas OP mencoba merayu Maia buat menjadi pacarnya.

“Sebenarnya jadi pembantunya juga nggak apa-apa sih, Om,” jawab OP dengan nada frustrasi.

Kamis, 01 Oktober 2009

JIKA MENERIMA LAMARANNYA, AKU JUSTRU DIANGGAP GILA

Hampir setiap orang sudah tidak lagi mengenali wajahnya. Hanya ada satu tanda yang barangkali masih bisa membuat orang curiga, kalo yang mereka lihat memang benar-benar dia, yakni tahi lalat sebesar kelereng yang ada di bawah bibir. Dia yang kumaksud di kisah ini adalah teman sebangku ku saat masih SD dahulu.

Kini dia muncul lagi dengan jelmaan yang 100% berbeda. Kemunculannya ini tanpa diduga-duga, setelah berpuluh-puluh tahun lamanya. Bahkan aku menyangka dia sudah tewas dimakan ikan hiu atau piranha, karena terakhir aku dengar dia meninggalkan kotaku dan menyeberang pulau dengan menggunakan kapal laut.

Entah apa yang membuatnya muncul lagi di kotaku. Apakah dia ingin memperlihatkan diri, bahwa dia masih hidup? Masih sehat wal afiat? Entah apa pula yang membuatnya berani menampakkan diri dengan penampilan yang berbeda, dimana penampilannya itu menggundang kontroversi warga di kotaku.

“Ah, biarkan saja orang mengatakan yang kurang baik padaku,” ujarnya. “Yang penting Presiden masih menghormatiku sebagai warga negara yang taat aturan.”

Selama ini Presiden manapun tidak akan pernah usil terhadap warga negara, selama warga negara tidak usil dengan dirinya sebagai Kepala Negara. Artinya, sebagai warga tidak mengancam jabatannya dengan melakukan serangkaian aksi yang mengarah ke subversif, pencemaran nama baik, atau membongkar rahasia negara. Pun sebagai warga juga giat membayar pajak sebelum jatuh tempo. Selama itu semua dijalankan, kita aman. Temanku itu aman.

Lebih dari itu kaum pembela hak azasi manusia, kesetaraan gender, dan aktor intelektual di balik penggagas nilai-nilai maupun budaya-budaya Barat mendukung penuh keputusan dia yang sudah berbeda. Jika ada golongan atau pribadi yang mencoba mempertanyakan eksistensinya, maka kelompok tadi akan membela habis-habisan temanku, karena menurut kelompok pembela hak azasi itu, temanku perlu dibela. Padahal Ibunya sudah tidak lagi mengakui dirinya. Kata Ibunya, dia bukan lagi anaknya. Anaknya sudah dianggap mati. Yang muncul adalah orang lain yang mengaku-aku anak.

Dan sore itu, temanku ini datang padaku dan mengajaknya married. Ajakan itu tentu saja kutolak mentah-mentah. Bukan aku tidak tahu diuntung, sebagaimana teman-temanku yang tidak kenal dengan dia yang sudah lama pergi itu dan berubah 100%. Aku tahu, dia cantik sekali, seperti bintang porno Miyabi alias Maria Ozawa yang akan datang ke Indonesia untuk shooting film Menculik Miyabi. Aku tahu, dengan kecantikan seperti Miyabi yang kedatangannya ini menggundang kontroversi ini akan memperbaiki keturunanku, karena kebetulan wajahku jelek.

Tapi teman-temanku tidak tahu pasti siapa dirinya, dan mengapa aku menolak untuk menjadi suaminya. Dan aku tidak peduli dianggap bodoh, stuppid, tolol, atau lain sebagainya, karena menolak married. Tidak mungkin akan memberbaiki keturunan, pun memiliki keturunan. Terserah apa kata teman-temanku tentang diriku. Satu hal yang pasti, aku masih normal. Mataku masih belum buta, masih bisa membedakan mana wanita dan mana pria. Otakku pun masih waras. Jika aku menerima lamarannya, aku justru dianggap gila.

“Iya aku ini Joko! Joko Priambodo! Masa kamu nggak ingat? Kita kan dulu pernah duduk sebangku waktu SD dulu....”

UU RUMAH SAKIT DAN MANTAN PACAR MANAGER PUBLIC RELATIONS

Paling enak kalo kita bisa naik kelas, dari kelas I ke kelas II. Tapi kalo turun kelas, peristiwa ini jarang terjadi. Yang selalu terjadi peristiwa nggak naik kelas kayak dialami beberapa teman saya waktu di sekolah dulu. Tahu dong yang dimaksud turun kelas? Misalnya dari kelas IV turun ke kelas III. Edannya udah ada di kelas V atau bahkan VI, masih pengen turun ke kelas III.

Senin ini, di Gedung DPR ada konferensi pers yang mengumumkan bahwa Undang-Undang (UU) mengenai Rumah Sakit (RS) sudah disahkan. Tanda udah disahkan adalah, Ketua DPR udah mengetuk palu tanpa UU itu sudah harus dijalankan sesuai Pasal-Pasal yang ada di UU itu.

”Lho apa hubungannya dengan naik kelas turun kelas yang tadi diutaran?”

”Ada dong!”

Menurut Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning yang saya kutip dari www.detik.com, RS negeri nggak boleh lagi ada klasifikasi kelas. Artinya, RS nggak boleh menolak pasien dari kelas manapun, mau pasien kelas I, II, III, IV, atau V, kudu dilayani dengan sepenuh hati, jangan diludahi. Cuih! Cuih! Bahkan kata Ribka yang anggota PDIP itu:

"Untuk RS negeri, harus semuanya kelas III. Tidak boleh ada klasifikasi kelas dalam rumah sakit milik pemerintah. Hal ini penting untuk menepis anggapan selama ini bahwa pelayanan kelas 1 di RSUD selalu yang paling bagus. Semua pasien harus mendapat pelayanan yang sama."

“Tapi pada prakteknya banyak RS negeri yang membuka kelas-kelas, lho...”

"Kalo mau buka kelas harus buka RS swasta sendiri. Tapi nggak boleh menjadi satu di rumah sakit milik pemerintah. Mulai hari ini berangsur-angsur anggaran untuk rumah sakit difokuskan untuk kelas III. Kami harap pemerintah tidak menarik retribusi untuk RS milik pemerintah supaya rumahsakit tidak kejar setoran dan menerapkan tarif kamar semena-mena," papar wanita bersuara besar menggelegar ini.


Dua buah figura yang berisi quality policy dan management di RS Thamrin yang dipajang di tembok. Itu artinya RS Thamrin ini memenuhi standar kualitas dalam industri rumah sakit. Terlepas dari figura di tembok itu, menurut Kartono Muhammad, sebagaimana saya kutip dari majalah Reader's Digest Indonesia (Agustus 2009), saat ini Indonesia belum ada lembaga yang berhak mengakreditasi sebuah RS sudah bertaraf internasional atau belum. Lembaga yang berhak bernama Joint Commission International (JCI). Di Indonesia cuma ada satu RS yang sudah mendapatkan akreditasi oleh JCI. Namun RS itu tidak mencantumkan international di belakang nama RS-nya. Jadi, RS-RS yang berlebel international cuma strategi marketing.

”RS negeri itu kayak apa sih?”

”Pokoknya elo cek RS yang yang akronimnya RSUD atau kayak RS Cipto Mangunkusomo, dan RS-RS lain gitu deh,” jelas temen saya yang bukan temannya Ibu Ribka.

Tambah Ribka, untuk RS swasta, harus menyediakan 25 persen ruangannya untuk pasien kelas III. Nggak boleh ada Pasien yang ditolak dengan alasan apapun. Di UU inipun menjamin nggak boleh ada uang muka yang harus dibayar pasien. Pasien kudu dilayani terlebih dahulu, baru ngomongin soal duit. Nggak boleh ada perdagangan darah. Yang nggak kalah seru, Pasien boleh melaporkan apapun yang dia rasakan nggak nyaman selama di rumah sakit ke media massa, sebagaimana yang pernah menimpa Prita Mulyasari.


Terus terang, saya, keluarga saya, atau teman-teman saya belum pernah bermasalah dengan RS Tebet ini. Cuma mau ngasih tahu aja kalo saya pernah dua minggu di rawat di RS ini, karena tifus. Durasi sakit terlama, padahal sebelumnya tidak pernah dirawat di RS. Yang menyebalkan, kejadiannya bertepatan dengan tahun baru. Jadi saya pernah bertahun baruan di ranjang RS.

"Masyarakat boleh curhat ke mana saja. Masa mau mengeluh tidak boleh apalagi sampai di penjara," papar Ribka, yang berambut tidak panjang alias pendek itu, yang barangkali dipotong rambutnya karena kepanasan atau memang doi tomboi, yang barangkali seperti saya setiap hari menggunakan shampo, yang....ah entahlah! Sing penting UU RS ini sudah disahkan dan moga-moga pemerintah konsisiten dengan aturan yang diberlakukan via Pasal-Pasal di UU ini. Dan jangan ada dusta di antara kita, lho kok?!

”Ya itu dia! Kadang-kadang orang Indonesia itu sok disusah-susahin hidupnya. Ngaku warga kelas III, padahal mereka kaya raya, hidup bergelimang harta. Itu yang tadi saya sebut naik kelas turun kelas...”

”Betul! Kalo pas sakit, sok dimiskin-miskinin, tapi pas kalo belanja ke mal atau foya-foya, sok dikaya-kayain. Ini namanya pembohongan publik!”

”Pembohongan publik itu beda kan sama public relations?”

”Ya, jelas beda lah yau! Kalo pembohongan publik itu biasanya bisa wanita, bisa pria. Tapi kalo public relations rata-rata wanita yang mencapai level tertinggi. Jarang terjadi pria jadi Manager PR atau Direktur PR....”

”Yang ada temennya Manager PR atau Direktur PR...”

”Atau mantan kekasih dari Manager PR atau Direktur PR...”

”Kayak elo, ya kan?!”

”Hehehehe. Tahu ajah!”


PENGADUAN JIKA RS BERMASALAH/ MELANGGAR UNDANG-UNDANG

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)d/a Konsil Kedokteran Indonesia, Jl. Hang Jebat III Blok F3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12120. Telp: 021-7206623, 7254788, 7206665, Faks: 7244379

LBH KesehatanJl. Manggarai Utara IV/ D8, Jakarta Selatan. Tlp: 021-70731817, 83706143

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)Pancoran Barat VII No 1, Duren Tiga, Jakarta Selatan 12760.
Tlp/ Faks: 021-7981858, 7981038

Gerakan Nasional Keselamatan Pasien (GNKP)Sekretariat: Konsultasi Tibis Sinergi, Graha Enka Deli lt 2
Jl. Warung Buncit Raya No. 12, Jakarta Selatan. Telp/ Faks: 021-7985407

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)
Jl. Boulevard Artha Gading Blok A-7A No 28, Kelapa Gading, Jakarta 14240
Telp: 021-45845303/4, faks: 45857833, email: persi@pacific.net.id