Rabu, 01 April 2009

PACARAN KOK STRES?

Udah sejak kuda gigi besi, yang namanya pacaran itu kudu have fun. Suka cita. Bisa koprol bareng. Glundung-glundungan bareng. Ajrut-ajrutan di kasur bareng. Main perosotan bareng. Nonton bareng. Serta bareng-bareng lainnya. Tapi minus tidur bareng dan kencing bareng, lho. Yaiyalah! Kalo masih pacaran, please don’t ever think to do that!

Udah sejak zaman rekiplik, pacaran juga kudu membuat hati senang. Tiap ada kekasih pujaan hati di sampingnya, rasanya hidup ini indah. Bunga-bunga mekar. Kupu-kupu berterbangan. Jangkrik-jangkrik menyanyikan lagu “You’re the Inspiration” milik Chicago. Pokoknya nggak ada hari-hari yang berlalu tanpa menatap wajah sang kekasih, menghubungi sang kekasih, dan saling kentut bersama-sama dengan nada dasar D.

Namun kondisi kayak gitu, nggak dialami oleh cewek yang inisial “G” ini. Pacaran bukan membuat hati senang, tapi membuat hatinya gundah gulana. Membuat jantungnya deg-degan. Menciptakan ketakutan dalam dirinya. Serta menebar virus stres yang masuk dari otaknya dan kemungkinan besar akan menyebar ke ulu hati, usus 12 jari, dan paru-paru. Very-very kasihan.

“Udah lah, elo putusin ajah tuh cowok!” Seorang teman menyarankan pada “G”. Sebenarnya saran itu bukan baru kali pertama diucapkan temannya “G” itu. Mungkin ini udah keseribu limaratus tigapuluh tiga kali. Namun “G” tetap nggak menggubris. Doi tetap cuek bebek.

“Emang kenapa?” tanya “G”. “Gw rasa cowok gw fine-fine aja...”

“Sutralah! Elu nggak usah muna. Nggak usah bohongin hati loe dan hati gw. Elo ini sebenarnya sangat stres dengan kondisi elo berpacaran. Ngaku deh...”

“G” diam.

“Tahu nggak, begitu elo bersama pacar kebanggaan loe itu, karakter loe berubah total. Loe nggak jadi diri loe sendiri. Pacar loe jadi memusuhi teman-teman loe dan itu juga mempengaruhi diri loe juga. Dengan begitu, elo akan ditinggalkan banyak teman loe. Kasihan banget sih loe?”

“G” diam. Ucapan temannya boleh jadi benar. Selama ini “G” selalu merasa gaya pacarannya fine. Nggak ada masalah. Cuma jarak yang memisahkan dia dengan kekasih. But isn’t real problem. Padahal, kalo ditelusuri dengan seksama, “G” merasa tersiksa. Merasa stres kalo berhadapan dengan sang kekasih. Boro-boru berhadapan, mendengarkan suara sang kekasih aja udah keringat dingin. Ini bisa dibuktikan, tiap kali ada nomor telepon muncul di HP dengan nama sang kekasih, wajahnya berubah jadi pucat. Suaranya yang sebelumnya bebas lepas, direndahkan nadanya. Ngeri kalo suara “G” terdengar fun, terdengar cerai, pasti akan dipertanyakan sang kekasih.

“Kamu lagi ngapain sih? Kamu dengan siapa? Kamu nggak sama cowok kan? Pulang sama siapa? Kenapa pulang sama cowok itu? Memangnya nggak bisa pulang sama teman kamu yang cewek? Kamu jangan macam-macam ya?”

Pertanyaan-pertanyaan yang katanya tanda sayang, sebenarnya bikin “G” stres. Pertanyaan-pertanyaan yang katanya tanda cinta, sebenarnya bikin hati “G” jadi nggak tentram. Masa pacaran bikin stres? Bukankah seharusnya fun?

“Udah lah, Cin! Elo putusin aja tuh cowok,” usul temannya “G” yang lain. “Memang nggak ada cowok lain yang naksir elo? Bukankah cowok loe jelek?”

“Iya sih jelek. Tapi kaya. Gimana dong?”

Susah juga kalo udah ngomongin kaya. Tapi seharusnya “G” ngerti (karena udah gede), bahwa kekayaan nggak bakal menentramkan hati elo, selama elo berhubungan dengan pacar yang justru membuat hati loe dagdigdug. Harusnya bukan karena usia pacaran yang udah lama, yang menjadi alasan sebuah hubungan dipertahankan, apalagi masih pacaran. Harusnya pula, bukan karena sang kekasih keturunan Raja, sehingga otomatis kalo pacaran bisa jadi Ratu. Nggak begitu! Lihatlah betapa tragis akhir kisah Lady Diana, dimana memaksakan cinta pada Pangeran Charles yang ternyata nggak mencintai sepenuhnya.

Gara-gara stres, mentalitas “G” jadi terganggu. Sering lupa. Sering bengong. Sering gagap. Yang paling sering adalah tidur. Yap! Tidur menjadi sajian utama dalam kehidupan “G” ketika stres menjelang. Sebenarnya bagus sih tidur pada saat stres. Sebab, kita bisa melupakan sejenak kepenatan otak kita. Dengan tidur, akan muncul mimpi yang akan mengiring kita untuk memilih sebuah pilihan yang tepat. Konteks di sini, soal pacar. Apakah pacaran tetap dilanjutkan meski selalu beresiko stres? Atau justru memulai hidup baru dengan mencari pacar baru? Pacar yang bisa menyiramkan hati kita dari kegersangan menuju kesejukan. Pacar yang kalo kita berada di samping serasa bodyguard yang siap membela kalo ada musuh. Juga menjadi teman yang baik untuk dirinya dan teman-temannya.

“Semoga elo dan pacar loe bisa diterima di sisi Tuhan ya, Cin!”

0 komentar: