Minggu, 19 April 2009

DEMI GRATISAN AKU RELA MELAKUKAN APA SAJA...

Bukan Agam namanya kalo nggak takut malu. Buat Pemuda yang mengagumi Pancasila dan UUD 45 ini, tiada hari tanpa malu-maluin. Apapun pasti akan dilakukan demi keinginannya agar terkabul. Kali ini hal yang doi lakukan adalah ingin masuk ke Taman Impian Jaya Ancol.

Sejak lahir sampai udah mau wisuda S-2, Agam belum pernah menginjakkan kaki ke Ancol. Buatnya Ancol terlalu mewah buat kantongnya. Maklum, Agam selalu mendapat ultimatum dari ortunya kalo hidup bermewah-mewah. Padahal doi anak Konglomerat tersohor. Maksudnya, anak yang hidup melarat di kolong.

"Hiduplah sesuai dengan kantongmu darling," kata Mamanya. "Kalo di kantongmu ada duit 1 juta, pakailah duit 200 ribu untuk jajan dan senang-senang. Sisa 800 ribu kamu bisa pakai buat ditabung."

Gara-gara banyakan duit yang ditabung, Agam jadi irit. Saking irit, doi dikatakan Mahkluk pelit yang jarang mengeluarkan duit. Tapi Agam punya prinsip, biarlah dikatakan pelit, yang penting tetap ganteng, tetap sering ngaji ke masjid, tetap cinta pada UUD45 dan hafal 5 sila Pancasila.

Buat Agam, Ancol juga venue yang sangat menyedihkan. Kenapa? Maksud hati tempat rekreasi buat keluarga, tapi banyak mobil goyang di situ. Kalo mobil bergoyang-goyang supaya bensin di tangki padat kayak yang sering dilakukan sopir Mikrolet atau Taksi, ya nggak masalah. Tapi yang terjadi, mobil bergoyang lantaran ada sepasang Mahkluk Tuhan sedang bergoyang-goyang di dalamnya. Mereka sedang melakukan adegan meseum.


Gerbang masuk Ancol. Kalo mau gratisan, titip KTP...

"Itu dosa kata Ustadz gw," ungkap Agam yang ternyata juga udah berprofesi sebagai Amal Jariah Boy alias anak yang sering ngider-ngiderin kotak amal dari rumah ke rumah ini, Cong. "Kata Mama dan Papa, kalo kita dosa bisa masuk neraka."

Hal terakhir kenapa Agam nggak suka ke Ancol, karena image Ancol sebagai tempat "jin buang anak" masih tetanam di benaknya. Padahal dari dulu nggak ada yang namanya "Jin buang Anak". Yang ada "Tuyul dan Mbak Yul" atau "Jin Buang Robert".

Namun sekarang, dari nggak suka berubah menjadi penasaran. Yes! Agam penasaran dengan yang namanya Ancol. Rasa penasaran ini tumbuh dari pembicaraan teman-temannya soal Ancol.

"Ancol itu kayak Hollywood, lho," kata Hangga, pria Batak berdarah Manado-Jawa yang suka makan daging mentah ini.

"Kalo elo masuk Ancol, suasana sejuk kayak di Puncak akan langsung terasa ke ubun-ubun," tambah Rafid, mantan Preman Senin yang di lengannya ada tato gambar sayur bayam ini.

Segitu indahkah Ancol?

"Baiklah my Friends, lets go to Ancol!"

Agam nafsu. Nafsunya Agam disambut positif oleh rekan-rekan seperguruan silatnya: Rafid, Hangga, Juju, dan Cholil. Oh iya, mereka memang akrab banget sebagai teman. Nggak bisa terpisahkan. Bagai pepatah: "tak ada durian, akar pun jadi".

"Ancol! We're comming!!!!!!!"

Dengan menggunakan jet pribadi milik Konglomerat tersohor Brillianto, mereka pun tiba tepat di depan gerbang Ancol. Memang, jet pribadi nggak bisa masuk langsung ke Ancol. Ada sinar laser yang akan berbunyi kencang kalo jet pribadi melanggar atau melewati gerbang.


Ini bukan Penjaga Ancol dadakan. Tapi Mahkluk yang sedang mawas diri memandangi pantai Ancol yang indah gemulai...


Pasukan yang dikomandoi Agam udah siap masuk Ancol. Mereka semua begitu percaya diri dan exiting bakal berjumpa dengan venue rekreasi yang sangat terkenal di Indonesia ini. Mereka nggak sadar kalo...

"Semuanya jadi limapuluh ribu, Mas," tukas Petugas Pintu Gerbang masuk Ancol.

"Lho, masuk Ancol bayar ya, Mas," tanya Agam sok bego.

"Yaiyalah! Masa gratis? Emang Ancol milik Nenek loe apa?"

"Bener juga sih, Nenek gw belum pernah punya Ancol," jawab Agam dalam hati.

Melihat ada masalah di Gerbang, Rafid langsung menarik lengan teman-temannya. Kayak-kayaknya doi ada ide buat masuk Ancol tanpa mengeluarkan anggota badan, eh maksudnya tanpa bayar seperak pun. Tapi gimana caranya?

"Begini aja...."

"Setuju. Tapi ada lagi nggak usulan?"

"Begini aja...."

Akhirnya mereka sepakat pada suatu kesepakatan. Agam menjadi perwakilan. Apapun yang diperintahkan pihak Ancol, Agam yang akan bertanggung jawab.

"Baiklah kalo begitu, sekarang copot seluruh pakaian dan celana yang ada di tubuhmu," kata Petugas Ancol. "Kamu boleh masuk ke Ancol tanpa ada sehelai benang apapun..."

"Hah?! Bugil dong gw?"

"Habis, kalian semua nggak ada yang punya KTP. Nggak ada ID pula. Satu-satunya barang yang menjadi jaminan kalian ya pakaian dan celana..."

"Celana kolor tetap saya pake kan Pak?"

"Tetap kamu copot! Saya akan berikan kamu selembar daun talas untuk menutupi kemaluan kamu..."

Agam melirik ke arah teman-temannya. Wajahnya nampak sedih. Ada tulisan tergambar di jidatnya: "Malang benar nasib gw. Mau ke Ancol harus berbugil-bugil ria begini sih?"

Baik Rafid, Hangga, Juju, maupun Cholil menganggat bahu. Itu tanda, Agam kudu konsisten dengan keputusan hasil rembukan tadi.

"Apa boleh buat, demi gratis masuk Ancol, gw rela berbugil-bugil ria lah. Moga-moga nggak kena UU Pornografi ya, Bo!"

0 komentar: