Senin, 01 Juni 2009

SUPAYA NGGAK MALU-MALUIN

Katanya memang begitu. Adat orang Timur selalu sopan dan santun. Penuh tata krama. Kalo ada tamu yang bakal datang ke rumah, kudu diberes-beresin rumahnya. Nggak cuma dipel lantainya, tapi debu-debu yang hinggap di sejumlah barang, dilap pakai gombal. Tahu kan gombal? Kain bekas cong! Kalo perlu, seluruh tembok dicat lagi supaya rada kinclong gitu.

Ini dialami sama Ina. Tukang bersih-bersih Gelora Senayan, Jakarta ini lagi giat-giatnya bersih-bersih. Ina malu kalo tamunya yang datang bakal komentar macam-macam. Komentar soal stadionnya bau tai babi lah, banyak kecoa hilir mudik lah, debunya dimana-mana lah, terus penampilannya nggak keurus sehingga cat temboknya terkelupas. Padahal bukan karena Ina nggak punya duit. Tapi masalah waktu.

"Waktu buat cari duitnya yang nggak ada!" kata Ina.

"Jadi elo sebenarnya kerja apa enggak?" kata teman Ina yang dikenal sebagai Koruptor kelas kakap.

"Ya itu tadi gw bilang, gw nggak punya waktu buat cari duit..."

"Berarti elo itu nggak punya duit dong?"

"Kurang lebih sih begitu..."

"Halah!"



Duit Ina memang cekak. Buat makan aja susah, apalagi buat maintenance Stadion Senayan ini. Kalo mengandalkan subsidi dari Pemerintah, kayak menunggu godot atau menanti ketidakpastian. Pemerintah terlalu sibuk. Padahal Stadion ini sangat bersejarah. Artinya apa? Artinya, seharusnya Pemerintah memiliki cadangan dana khusus buat maintenance pusat-pusat sejarah, salah satunya ya Gelora Senayan yang sekarang populer dengan nama Gelora Bung Karno ini.

Menurut Wikipedia, Gelora Bung Karno adalah sebuah stadion serbaguna di Jakarta, Indonesia. Stadion ini merupakan bagian dari kompleks olahraga Gelanggang Olahraga Bung Karno. Umumnya, stadion ini dipakai buat lapangan sepak bola tingkat nasional maupun internasional.

Bung Karno lah yang merupakan tokoh pencetus pembangunan kompleks olahraga ini. Stadion ini mulai dibangun pada pertengahan tahun 1958. Dana pembangunannya berasal dari kredit lunak dari Uni Soviet sebesar 12,5 juta dollar AS. Dana ini diperoleh pada 23 Desember 1958.

Pembangunan fase pertama selesai pada kuartal ketiga tahun 1962 dengan kapatitas 100.000 penonton. Meski baru fese pertama, namun stasion ini menjadi salah satu stadion terbesar di dunia.

Ketika Orde Baru, dimana Presiden-nya masih (alm) Soeharto, nama stadion ini menjadi Stadion Utama Senayang. Ini sebenarnya dalam rangka de-Soekarnoisasi. Setelah bergulirnya gelombang reformasi pada 1998, nama Stadion ini dikembalikan kepada namanya semula melalui Surat Keputusan Presiden No. 7/2001, yakni Gelora Bung Karno.




Menjelang Piala Asia 2007, stadion ini direnovasi. Salah satu akibat renovasi, kapasitas penonton jadi berkurang. Kalo sebelumnya mampu menampung 100.000 penonton, setelah renovasi menjadi 88.083 penonton. Nah, dalam rangka ada tamu yang bakal datang bulan depan, Ina juga sedang beres-beres. Istilah kerennya tadi, ya renovasi.

"Soalnya sejarah itu bisa menjadi komoditas buat income Pemerintah," jelas Ina. "Lihatlah Yunani yang tetap mempertahankan bagunan-bagunan bersejarah. Gara-gara mempertahankan sejarah, banyak wisatawan asing menjadikan Yunani sebagai tujuan wisata luar negeri."

Ucapan Bung Karno soal "jasmerah" ada benarnya juga. Jangan sekali-kali melupakan sejarah atau disingkat "jasmerah". Sejarah bukan cuma buat mengenal siapa nenek moyang kita. Tapi sekali lagi, bisa menjadi aset yang nggak akan pernah mati. Meski kemudian sejarah diplintir atau direkayasa, itu persoalan lain. Sebab, sejarah memang multiintepretasi.



Back to Ina. Sebenarnya memang bukan tanggungjawab Ina buat mengeluarkan duit. Gelora Bung Karno ini kan milik Pemerintah. Tugasnya doi cuma menjadi Tukang bersih-bersih, mulai dari bersihkan WC stadion, kursi-kursi, sampah-sampah, dan rumput kalo kelihatan udah gondrong. Tugasnya nggak termasuk bersih-bersih duit negara. Kali itu namanya Korupsi. Tapi Ina merasa, stadion ini udah kayak rumahnya yang kedua. Nggak heran kalo dia sayang banget dengan stadion ini. So, meski Pemerintah belum juga mengantisipasi kedatangan tamu, Ina tetap akan bersih-bersih dengan kemampuannya sendiri.

Siapa sih tamu yang bakal datang ke Gelora Senayan ini? Memangnya penting gitu?

Buat Ina, semua tamu penting. Nggak ada tamu VIP atau tamu VVIP. Semua tamu penting, meski tamu itu berasal dari golongan rakyat jelata. Sebab, kalo kita ketadatang tamu katanya berkah. Nah, berkah yang dimaksud nggak menyebutkan segmentasi tamu tersebut. Sing penting judulnya TAMU, titik!

"Kebetulan tamu kali ini sangat spesial," kata Ina dengan wajah sumringah alias berbinar-binar. "Nggak ada yang gw tunggu-tunggu selain tamu gw satu ini..."

Siapa sih?

"Manchester United!"

Hah?! Kok klab sepakbola masuk kategori tamu?



"MU itu klab sepakbola yang gw idolakan sejak dalam kandungan!" kata Ina mantap. "Gw lebih ngefans sama MU daripada sama Persija atau Persib. Jangan kaitkan itu dengan masalah nasionalisme ya? Gw ini nasionalis tulen. Masalahnya, baik Persija maupun Persib, kerjanya beranteeeeeeem terus!"

Bener juga sih kata Ina. Sebenarnya baik Persija maupun Persib sama-sama orang Indonesia. Sama-sama punya bendera merah-putih. Sama-sama hafal Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Dan sama-sama punya lambang burung garuda Pancasila. Lalu ngapain juga jadi musuhan kayak begitu ya? Wong makan juga sama-sama di Indonesia. Minum di Indonesia juga. Harusnya kalo sama-sama makan nasi asal Indonesia, ya nggak perlu saling musuhan dong, ya nggak? Kecuali salah satu klab makannya pake beras import, satunya lagi beras asli Cianjur.

"Itulah alasan gw ngefans berat sama MU!" ucap Ina lagi.

Jangan ditanya soal sejarah dari dulu sampai sekarang soal Manchester United, Ina hafal di luar kepala. Jangan tanya pula, nama-nama pemain MU dari dahulu sampai sekarang, Ina hafal mati. Ini pun masih termasuk daftar nilai transfer para pemain MU. Gokil ya? Padahal Ina cuma Tukang bersih-bersih stadion! Lha apa hubungannya Tukang bersih-bersih sama jiwa fanatiknya pada klab sepakbola itu?

Awalnya, MU bernama Newton Heath LYR F.C. Itu kejadian pada tahun 1878. You know what? Klab sepakbola ini sebenarnya adalah klab yang dibentuk buat Perusahaan Kereta Api Lancashire dan Yorkshire Railway di Newton Heath. Pada tahun 1902, nama klab sepakbola ini diganti menjadi Manchester United.

Sejak pertengahan tahun 70-an dan awal 80-an, MU yang bermarkas di Old Trafford, Manchester ini menjadi klab sepakbola terkuat di Inggris. Namun baru sejak di bawah arahan Sir Alex Ferguson, pada tahun 1993 MU meraih dominasi yang besar di kejuaraan domestik. Bayangkan, klab ini berhasil sebelas kali merebut tropi juara, cong!

"Itulah alasan gw ngefans berat sama MU!" ucap Ina lagi.

Sukses di Inggris, belum tentu sukses di Eropa. Di Liga Champions, klab yang dimiliki oleh Pengusaha Amrik Malcolm Glazer ini cuma tiga kali meraih juara, yakni tahun 1968, 1999, dan tahun 2008. Pada tahun 1968, berhasil mengalahkan S.L. Benfica 4–1 di Liga Champions dan pada tahun 2008 mengalahkan Chelsea F.C. di final.

"Itulah alasan gw ngefans berat sama MU!" ucap Ina lagi.

"Halah! Baru sukses 3 kali aja di Liga Champions, segitu sukanya..."

"Ya, justru itu alasan gw ngefans MU!" ucap Ina nggak peduli kata temannya tadi.




"Ngomong-ngomong MU yang datang ke sini 20 Juli besok bukan MU-MUan kan? alias MU bohongan?"

"Nggak tahu deh! Ya, berdoa aja deh loe! Tahadjjud kalo perlu. Minta supaya yang datang benar-benar para pemain MU...."

"Ada Cristiano Ronaldo kan?"

"I don't know!"

"Kalo gitu nanti malam temen gw ya..."

"Kemana?"

"Nongkrong di Menteng..."

"Maksud loe tahadjjud di Masjid Menteng?"

"Bukan! Kita makan nasi gila! Katanya di Menteng enak..."

"Dasar!"


all photos copyright by Jaya

0 komentar: