Sabtu, 27 Juni 2009

KALO BUKAN KARENAMU, AKU NGGAK AKAN MAU BUGIL

Kalo saja bukan karenamu, aku nggak akan mau bugil.
Buatku, melepaskan segala yang ada di tubuhku tanpa sehelai benang pun, adalah perbuatan memalukan!

Sejak dahulu kala, orangtuaku selalu mengajarkan untuk menutup aurat.
Karena aku laki, auratku dari pusar ke atas dan dengkul ke bawah lima sentimeter.
Kalo aku wanita, auratku semua, kecuali telapak tangan dan wajah.
Kalo aku setengah laki, setengah wanita, itu masa bodoh! Better elo tanya Dorce si Bencong itu.
Kalo aku setengah wanita, setengah laki, auratku sama dengan aurat yang ditutupi oleh para wanita.

Aku ini paling sebel melihat wanita-wanita sekarang yang berani pakai hotpants di public area. Mereka itu tahu nggak sih soal aurat? Mereka itu tahu nggak sih kalo hotpants itu digunakan oleh para Pelacur? Ah, jangan-jangan mereka memang Pelacur yang menutup kedoknya.

Aku juga paling benci melihat wanita-wanita zaman sekarang memakai tank top di depan anak-anak kecil. Mereka mengajarkan pada anak-anak tali bra nggak apa-apa terlihat. Tali bra nggak masalah balapan dengan tali tank top. Padahal dahulu ibuku selalu memusuhi anak-anak perawannya kalo memperlihatkan bra, even cuma talinya saja. Tapi biarlah! Barangkali itu Pelacur memang wajib memperlihatkan tali bra agar pria-pria konak. Ujung-ujungnya, mereka akan membayar service yang memuaskan Pelacur-Pelacur ber-tank top itu.

Aku munafik kata kamu? Mungkin benar! Aku munafik melihat wanita pakai hotpants atau tank top, dimana naluri kelaki-lakianku bisa muncul. Ngaceng! Ya, aku munafik! Tapi jangan salahkan kalo aku bisa memperkosa Pelacur-Pelacur itu akibat ulah mereka yang menantang birahiku. Jangan salahkan teman-temanku sesama kaum pria yang ingin melakukan pelecehan seksual, karena engkau membuat diriku dan teman-temanku konak.


Man! I’m normal, but this is not Hollywood! Kalian yang nggak mau dipanggil Pelacur tapi bergaya Pelacur ini meruntuhkan identitas kebangsaan kita. Ah, sok nasionalis! I’m sorry, man! Anak-anakku nggak mau ternodai oleh contoh-contoh kepelacuran yang kalian cemarkan di Indonesia ini. Kalo kalian mau bebas, sok pergi ke luar negeri sana.

Remember! Di atas hak kalian, ada hak orang lain juga! Kalian berhak tampil bak Pelacur kayak gitu, tapi orang lain juga berhak untuk memperkosa kalian kalo birahi mereka nggak tahan. So, jangan salahkan siapa-siapa.

Kalian nggak lebih bugil. Harusnya kalian bugil bersamaku. Tapi bukannya di mal, bukannya di toko buku, bukannya di tempat rekreasi anak-anak. Tapi bugil seperti diriku. Di tempat yang benar.

Kalo saja bukan karenamu, aku nggak berani tampil bugil.
Telanjang tanpa memakai celana kolor, tanpa pakaian, dan tanpa-tanpa lain.
Buatku, celana kolor itu penting. Tanpa celana kolor, penisku akan diketahui oleh khalayak ramai atau buah zakarku akan menggantung bak buah cokelat yang bertabur bulu-bulu.
Aku malu nggak pake celana kolor.

Makanya kalo bukan kerenamu, aku nggak akan pernah mau bugil sepanjang masa.
Karena orangtuaku mengajarkan soal kemaluan. Bahwa malu adalah sebagian daripada iman.
Kayak-kayaknya sudah waktunya aku bugil. Hari sudah sore. Nggak baik kalo mandi terlalu malam. Bisa rematik kata pakar kesehatan.

Allahuma inni audzubika minal hubusyi wal hobaitsh

Satu per satu seluruh pakaian dan celana kubuka. Sekarang aku bugil. Aku telanjang. Ah, kalo bukan karenamu, aku nggak berani bertelanjang-telanjang seperti ini. Untung pintu terkunci. Cuma ada lubang angin kecil yang terbuka. Kalo ada yang berani mengintip, bisa celaka.

Aku bebas bugil! Tanpa ada orang lain pun tahu seberapa besar penisku, seberapa besar buah zakarku. Aku bebas bugil! Kalo bukan karena dirimu wahai kamar mandi, aku nggak akan berani bugil sebebas ini.

0 komentar: