Kamis, 18 Juni 2009

SAYA ABSEN DULU, LALU KITA SAMA-SAMA KE TUGU PROKLAMASI YA, BANG?

Megawati mengritisi kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dalam pemerintahan SBY. Katanya, BLT merendahkan harkat dan martabat orang miskin. Bener juga sih. Masa orang miskin cuma dikasih “ikan”, bukan “kail”? Apakah duit BLT yang cuma 200 ribu per kepala bisa meminimalisir kemiskinan yang ada di tanah air ini? No way lah yau!

Pagi ini gw sebel banget! Tukang-tukang ojek di Kawasan Industri Pulogadung habis. Gw kudu menunggu berjam-jam untuk mendapatkan seekor Tukang Ojek yang bisa mengantarkan gw ke kantor. Oh iya my friends, gw memang masih ngefans berat sama Ojekers (istilah buat menggantikan para Tukang Ojek). Maklum, gw belum jadi Konglomerat yang tergantung dengan Sopir. Gw juga belum punya BlackBerry dan nggak berniat punya. Gw masih setia menjadi rakyat yang membumi. That’s why I need Ojek.

Akhirnya gw dapat Tukang Ojek. Gw nggak peduli jaket si Tukang Ojek baunya naudzubilah min dzalik. Gw don’t care rambutnya tercium bau-bau yang nggak sedap, kayak bau rambut yang belum keramas beberapa tahun. Gw terpaksa harus menahan “keharuman-keharuman” itu, karena yang terpenting bagi gw: arrive to the office as fast as he can.


Inilah Tukang Ojek di Dukuh Atas. Ada yang tidur-tiduran, ada yang nununguin Pelanggan, ada pula merah, ada pula yang biru. Setiap hari, kusiram semua. Mawar melati, semuanya indah. Lho kok jadi nyanyi lagu Lihat Kebunku? Ngapain lihat kebunku, mending lihat kebunmu atau kebun mereka. Kebunku kan nggak ada Tukang Ojek.


“Memangnya pada kemana sih Tukang Ojek, Bang?!” tanya gw sewot. Si Tukang Ojek yang nggak salah apa-apa jadi terpaksa gw semprot. Cipratan jigong gw menempel di pipinya.

“Semuanya ke Tugu Proklamasi, Pak!”

“Ngapain di Tugu Proklamasi? Mau demo?”

“Bukan, Pak. Ikutan kampanye!”

“Kampanye siapa?”

“Megawati-Prabowo!”

“Oh, Tukang Ojek itu pada milih Mega-Pro ya?”

“Ah, kalo nggak dikasih duit mana mau, Pak!”

“Emangnya dikasih berapa Pak?”

“Lumayan, empatpuluh ribu!”

“Halah! Tanggung amat, Bang? Nggak sekalian limapuluh ribu gitu?”

“Itu masih mending. Sebelumnya cuma mau dikasih sepuluh ribu. Mana mau Tukang Ojek dikasih sepuluh ribu?”


Ini Tukang Ojek yang mangkal di depan Pasar Baru. Mereka nggak sempat mendengar ada kampanye yang melibatkan para Tukang Ojek. Yang mereka dengar, gosip soal Ariel Peter Pan yang udah married di bawah tangan dengan Luna Maya. Kata beberapa Tukang Ojek: "Kenapa sih kalo udah married nggak ngaku aja? Daripada mereka disangka melakukan perzinahan atau nggak boleh masuk kamar hotel gara-gara nggak berani ngaku sebagai pasangan suami istri, mending ngaku aja bukan? Ini kok dari urusan kampanye Megawati-Prabowo jadi ngurusin Ariel-Luna Maya sih?


Pikir gw lumayan juga dikasih empatpuluh ribu cuma datang dan nonton Megawati-Prabowo ngoceh. Ya, paling-paling mendiskreditkan Pemerintah. Kalo nggak soal BLT itu tadi, soal iklan “Satu Putaran”, atau mencak-mencak gara-gara iklan pasangan ini dilarang di televisi swasta. Ya, paling-paling juga ngotot gimana caranya bisa menarik simpati rakyat dan akhirnya terpilih jadi Presiden dan Wakil Presiden.

“Paling-paling habis tanda tangan dan dapat duit, Tukang-Tukang Ojek pada pulang,” lanjut Tukang Ojek yang jaketnya bau apek itu.

“O, begitu!”

Akhirnya gw mendarat juga di kantor. Dengan tertundanya mendapatkan Tukang Ojek, otomatis gw agak telat tiba di kantor. Biasanya paling telat tiba di kantor pukul 10:00 wib, hari ini gw terpaksa mendarat di kantor pukul 09:55 wib. Lha, itu kan nggak telat? Hehehe, iya-ya.

“Ini ongkosnya Bang,” gw memberikan duit ke Tukang Ojek.

“Lho, kok ongkosnya cuma segini, Pak?” Tukang Ojek protes ketika gw ngasih duit dua ribuan. Duitnya lecek pula. Gw cengeggesan.

“Bang, saya absen dulu di kantor. Abang tunggu sini, nanti kita sama-sama ke Tugu Proklamasi...”

“Ngapain?”

“Ikutan kampanye Megawati-Prabowo. Kekurangan ongkos saya, setelah kampanye ya? Nanti kan saya dapat empatpuluh ribu. Gene hari lumayan kan dapat empatpuluh ribu? Hehehe. Gajian masih lama pula... ”

“....?????”

0 komentar: