Minggu, 07 Juni 2009

NAIK SEPEDA ITU TERMASUK KATEGORI NEOLIBERALIS NGGAK YA?

Dengan terkentut-kentut, akhirnya gw sampai juga ke Parkir Timur Senayan, Jakarta. Angin pagi yang menyusup ke perut gw yang belum sarapan ini, membuahkan hasil kentut-kentut itu tadi. Tapi Tuhan sangat baik, begitu sampai di venue, nggak ada lagi sisa-sisa kentut. Kalo masih ada, ini akan membuat malu gw sebagai Pengendara sepeda. Soalnya, pagi hari ini, gw bakal ketemu SBY.

“Hah?! Ngapain loe ketemu SBY? Emangnya elo sape?” tanya teman gw sesama Pengendara sepeda yang kebetulan antineoliberalis.

“Gw ini bukan siape-siape cong!’ jawab gw. “Gw ini cuma pengemar musik dangdut dan suka ekonomi kerakyatan.”

“Lantas kenapa elo ketemu SBY? Bukankah SBY itu dianggap representasi Barat yang menganut neoliberalis?”

“Kata orang sih begitu. Tapi gw nggak yakin. Makanya gw buru-buru naik sepeda supaya ketemu SBY. Supaya gw bisa ngobrol bareng dengan beliau sambil naik sepeda. Kalo nggak buru-buru, mana bisa gw ketemu. Gara-gara buru-buru, gw jadi nggak sempat breakfast. Walhasil, gw kentut melulu. Mau emangnya elo gw kentutin?”

“Brengsek loe!”

Ternyata gw kecepatan dari jadwal berjumpa dengan SBY. Semula pukul 07:00 wib, gw udah sampai di Parkir Timur Senayan pukul 10:00 wib. Lah? Bukannya itu malah terlambat ya Bo? Oh iya! Maksudnya gw udah sampe di venue pukul 06:55 wib. Artinya masih ada waktu 5 menit. Nah, waktu 5 menit itu gw manfaatkan buat cari breakfast. Sambil cari breakfast, gw nyanyi lagu “Lima Menit Lagi” yang dipopulerkan Ine Sinthya.


Capres dan Cawapres yang katanya menjalankan ekonomi kerakyatan. Bukankah JK itu Pedagang ya, Bo? Pedagang itu bukannya ikut mekanisme pasar? Kalo di pasaran harganya Rp 5, berarti dijual dengan harga Rp 5. Kalo dijualnya dengan harga di atas rata-rata, berarti nggak pake hati nurani ya?

Lima menit lagi akh.. akh.. akh..
Lima menit lagi.. dia mau datang menjemputku
Lima menit lagi akh.. akh..
Lima menit lagi.. aduh aduh jadi salah tingkah

Rambutku… belum disisir
Bajuku yang baru belum selasai dijahit
Malu ah.. malu ah… malunya setengah mati
Lima menit lagii…

Maa… tolonglah…
Tolong katakan padanya
Hari ini aku sakit
Sakit gigi, sakit perut dan sakit kepala
Mama ma ma ma… tolonglah…

Itu dia sudah datang
Suruh saja dia masuk
aku mau pura-pura
merintih-rintih di kamar

Aduh…
Rupanya dia tahu
Aku bersandiwara

Lima menit lagi akh.. akh.. akh..
Lima menit lagi dia mau datang menjemputku
Lima menit lagii…

Alhamdulillah akhirnya gw menemukan makanan buat breakfast yang luar biasa! Apakah itu saudara-saudara? Bubur kacang hijau! Pagi-pagi, makan bubur kacang hijau ibarat makan-makanan kelas A, kayak spageti, pizza, atau oncom (emang oncom makanan kelas A?). Dengan sisa waktu 4 menit, gw langsung memberanikan diri makan ngebut.

Persis sendok terakhir yang gw mau telan, bunyi sirine terdengar di kejauhan. Pikir gw pertama, pasti ada orang meninggal yang sedang naik sepeda, terus jantungnya nggak kuat, tiba-tiba mendapatkan serangan jantung, matilah orang itu. Pikir gw yang lain, ada anak kecil yang bapaknya petugas ambulan. Anak kecil itu iseng menyalahkan sirene, karena kedengarannya kayak musik rock n roll gitu. Pikir gw yang ketiga, pasti SBY bentar lagi mau beli bubur kacang hijau.

Eh, bener bo! Sirene itu mendekati gerobak bubur kacang hijau. Tebakan gw ternyata benar, SBY bakal breakfast dulu bareng gw. Memang gw cukup cerdas memilih bubur kacang hijau sebagai breakfast. Kalo SBY nongkrong bersama gw di bangku bubur kacang hijau, udah pasti ini namanya breakfast loby. Sambil breakfast, gw bisa lob—lobi gitu.

“Waduh! Kok mobilknya nggak berhenti di gerobak sini?!” tanya gw kebingungan. Iring-iringan mobil SBY ternyata menuju ke venue utama, dimana udah berkumpul para Pengendara sepeda yang bakal bersepeda sehat bareng SBY.

Melihat SBY yang keluar mobil di venue utama, gw langsung memberikan mangkuk ke Tukang bubur kacang hijau dan bergegas kabur dengan sepeda. Ternyata ada yang gw lupa...

“Bos! Bos! Bayar dulu dong buburnya!” teriak Tukang bubur kacang hijau.

Ya, amplop! Gw ternyata lupa bayar. Terpaksa gw balik lagi dan memberikan lembaran duit lecek dari kantong celana. Sebelumnya gw minta maaf atas kekhilafan. Bahkan gw rela mencium-cium jidat Tukang bubur agar si Tukang melupakan kesalahan gw, karena meninggalkan dirinya tanpa membayar terlebih dahulu.



Ada hotel Mega-Pro, ada komunitas Mega-Pro alias mereka pendukung Capres/ Cawapres Megawati dan Prabowo bernama Aliansi Masyarakat Jakarta (Amarta). Gw nggak ngerti, siapa yang yang mendukung siapa? Hotel mendukung Megawati-Prabowo atau sebaliknya Amarta mendukung hotel Mega-Pro? Yang pasti, kalo ada pasangan muda masuk hotel, perlu diperiksa KTP & surat nikah-nya. Mereka udah menikah atau melakukan perbuatan mesum? By the way, slogan "Mega-Pro menang rakyat senang!" itu buat Megawati-Prabowo atau buat hotel ya?

Rupanya, momentum gw memohon maaf ke Tukang bubur kacang hijau ternyata terlalu lama. SBY keburu siap-siap menggenjot Ibu Any, eh maksudnya menggenjot sepeda tandemnya bersama Ibu Any. Gw udah nggak memungkinkan buat menerobos masuk, karena Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) udah memblockir mereka yang mendekat ke SBY.

Rombongan pun akhirnya pergi. Menurut Panitia, rombongan SBY dan beberapa Menteri bakal menggoes sepeda menuju ke Monas. Oh iya, jalanan protokol Sudirman hari ini ditutup. Bukan sengaja ditutup gara-gara SBY. Tapi memang tiap Minggu, Sudirman ditutup karena Car Free Day (CFD) alias Hari Bebas Kendaraan Bermotor.

Terpaksa gw ikut iring-iringan yang ada di belakang. Gw berharap, SBY masih mau menerima gw buat ngobrol-ngobrol. Mumpung gw ini Pengendara sepeda dan masih ganteng. Coba kalo nggak bawa sepeda, pasti nggak bakal bisa naik sepeda, wong sepedanya nggak dibawa, gimana mau naik sepeda?


Gw nggak sempat beriring-iringan dengan SBY naik sepeda. Padahal gw mau tanya soal mengapa Bapak dituduh sebagai antek-antek Barat? Mengapa Bapak dianggap penganut faham neolibealis? Why? Tapi sepeda gw jauh di belakang sepeda doi, cong! Sehingga ngos-ngosan juga mengejar Capres yang sekarang lagi dikerubutin mereka yang katanya penegak ekonomi kerakyatan, tapi realitanya dolar mereka bertumpuk itu.
Sepanjang perjalanan, gw terus mengingat-ingat pertanyaan yang bakal gw tanyakan ke SBY. Pertanyaan-pertanyaannya seputar tuduhan lawan-lawan politiknya mengenai dirinya yang dianggap penganut faham neolibelis. Salah satu pertanyaan adalah: apakah neoliberalis bakal mengusir orang-orang yang naik sepeda?

Kenapa pertanyaan itu gw ajukan? Soalnya gw ini penggemar bersepeda. Meski nggak ikut Bike to Work (B2W), gw adalah salah satu orang yang setuju kalo Pemerintah membuat jalur sepeda, membatasi jumlah kendaraan di jalan, dan hal-hal yang sangat menguntungkan bagi mereka yang menggunakan sepeda.

You know know my Friends, komunitas B2W meningkat tajam. Pada saat deklarasi di Balai Kota DKI Jakarta pada tanggal 27 Agustus 2005, jumlah anggota B2W cuma 600-an orang. Pada tahun 2006, bertambah dua kali lipat, yakni 1.300 orang. Dari jumlah itu, nggak cuma karyawan-karyawan biasa, tapi udah ada Pejabat maupun publik figur. Bahkan Menteri kayak Pak Kusmayanto Kadiman (Menrisitek), Rahmat Witoelar (Meneg Lingkungan Hidup), Fahmi Idris (Menperindag), dan Andi Mallarangeng (Jubir Presiden SBY) masuk dalam deretan mereka yang pro pada dunia gowes-gowes alias bersepeda.


Ada Akbar Tanjung yang ikutan bersepeda bareng SBY. Begitu dekat-dekat dengan Jubir SBY, Andi Malaranggeng, seluruh wartawan langsung menyerbu. Mereka pengen nguping, ada statement politik apa yang dilontarkan Akbar atau perjanjian apa di Parkir Timur Senayan. Eh, ternyata cuma ngomong gini: "Tiket tol Jagorawi 5.500, Bang!" kata Andi. Lho, bukannya memang segitu bayarannya? Udah lama kalee!

Pada tahun 2007, jumlah anggota B2W makin gokil, yakni 4.000 orang. Menurut Ketua Umum B2W Indonesia, Toto Sugito, hingga pertengahan tahun 2009 ini, anggota B2W mencapai 11.000 orang. Jumlah segitu tersebar di 33 kota besar di Indonesia. Buat gw, ini menandakan Pemerintah sangat concern terhadap mereka yang menggunakan sepeda. Padahal katanya Pemerintah SBY sekarang ini neoliberalis? Bukankah sepeda itu identik dengan transportasi kerakyatan? Lah, Capres/ Cawapres yang mengelorakan ekonomi kerakyatan pada kemana? Kok nggak naik sepeda juga? Ah, omongan dengan kenyataannya nggak sesuai nih!

Gw ngos-ngosan. Antara gw dengan rombongan SBY jauh banget. Belum juga sampai di Monas, nafas gw udah Senin-Kamis. Rupanya nafas model begini memberikan sinyal, gw nggak bakalan sanggup mengejar SBY sampai ke Monas. Ini artinya, gw kudu stop alias berhenti.


Antara kampanye terselubung dan event murni yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup jadi bias. Lihat aja ada segerombolan Pengayuh sepeda yang berjalan menuju Monas, ada seseorang yang melambai-lambaikan bendera bergambar SBY. Biasanya bendera yang dilambai-lambaikan adalah bermotif kotak-kotak.

Payah! Ah, bukan payah! Gw cuma nggak mau memaksakan diri menggejar SBY dan melakukan interview sebagaimana pertanyaan-pertanyaan yang gw udah siapkan sedari tadi. Kalo dipikir-pikir sayang juga sih nggak bisa mendapat jawaban soal ekonomi kerakyatan dan neoliberalis itu. Tapi mending gw stop daripada gw mendapatkan serangan jantung, karena memaksakan diri buat ngejar SBY? Biarlah rasa penasaran gw tetap bersemi di hati ini. Emangnya elo mau bertanggungjawab kalo gw mati? Kata orangtua: sutralah! Mau ekonomi kerakyatan atau neoliberalis sama juga kok! Sama-sama ekonomi Barat yang diterjemahkan ala Indonesia!

...tetap masih bakal ada Pedagang-Pedagang yang sembarangan jualan di jalan sehingga memacetkan jalan. Tetap ada warteg-warteg atau warung-warung tenda yang mengambil trotoar dan dagangannya dijual tanpa lewat izin Dinas Kesehatan. Tetap akan ada parkir liar maupun parkir yang pakai karcis. Tetap akan ada ojek-ojek yang mengejar Penumpang yang baru turun dari bus kota. Tetap akan ada Pedagang asongan yang jualan di jalan tol. Tetap akan ada Metromini yang memindahkan Penumpang-nya ke Metromini lain. Tetap ada warga yang nggak taat aturan: ngerokok di tempat dilarang merokok, sepeda motor masuk ke jalur cepat, dan lain-lain....


all photos and video copyright by Jaya

0 komentar: