Rabu, 17 Juni 2009

APA SALAHNYA MENJADI ORANG KAYA?

Menyebalkan sekali hidup di negara miskin. Setiap kali teman-temanku menjadi kaya, selalu saja dicurigai ini dan itu. Dikatakan kongkalikong alias bersekongkol dengan aparat pemerintah lah. Dianggap sebagai Penjual aset negara atau double agent dari negara luar negeri lah. Yang lebih menyakitkan hati, menjadi terhukum oleh mayoritas orang miskin sebagai Penjual kemiskinan.

Apakah begitu semua orang-orang kaya kita?

Aku yang terlahir miskin, tentu saja ingin kaya. Aku anggap, kemiskinan yang turun temurun dimiliki oleh keluargaku menjadi semacam paku di bangku yang nggak boleh aku duduki. Analogi paku dalam konteks ini buat menjelaskan, betapa menyakitkan pantat kita kalo kita duduk di atas paku. Beda kalo yang duduk orang-orang India yang biasa duduk atau tiduran di tempat berpaku. Atau mereka yang memang nggak ngaruh dengan paku di tempat duduk itu, karena udah kena sindrom comfort zone atau udah biasa berada di zona kenyamanan.

Kemiskinan udah membuat keluargaku direndahkan oleh orang-orang kaya. Kekurangan finansial menjadikan aku dan keluargaku rendah diri. Latar belakang itulah yang membuatku harus berjuang untuk menjadi orang kaya. Aku malu hidup menjadi orang miskin. Aku malu dianggap benalu bagi pemerintah maupun orang-orang kaya. Barangkali orang-orang miskin sepertiku dahulu nggak sadar soal istilah benalu ini. Orang-orang miskin selalu merasa diri udah takdir menjadi miskin. Udah suratan Tuhan menjadi miskin. Padahal nggak begitu! Padahal itu stereotipe yang salah.

Bahwa nggak benar Tuhan menjadikan orang miskin terus menerus. Ada sirklus hidup yang Tuhan atur. Masalahnya, apakah orang-orang miskin ini ikut dalam sirklus ini apa enggak. Ikut berada di bawah dan kemudian berputar menuju ke puncak. Kalo orang-orang miskin yang malas atau menerima kondisi diri tanpa ada niat berubah, pasti nggak mau ikut berputar. Mereka ini selalu menyalahkan, entah itu menyalahkan Tuhan atau pemerintah.


Terkadang demo Buruh itu ditunggangi oleh oknum-oknum LSM yang memiliki ambisi tertentu. Mana ada Buruh bisa orasi sefasih Politikus? Nggak masuk akal! Buruh itu cuma ingin kerja, nggak pengen macam-macam. Kalo ada kebijakan yang membuat diri mereka terancam, Buruh-Buruh ini cuma berani ngedumel dalam hati atau cuhat dengan teman-teman senasib. Lagi pula mereka juga harus tahu diri. Kalo mau kerja, ya ikuti aturan perusahaan. Kalo nggak senang dengan kantor tempat mereka kerja, ya keluar aja. Ngapain juga pake demo-demo segala?
Mereka, orang-orang miskin ini, menyalahkan Tuhan gara-gara Tuhan selalu berpihak pada orang-orang kaya. Rezeki orang kaya lebih besar daripada orang miskin. Sehingga yang kaya semakin kaya, sementara orang miskin makin hari makin miskin. Padahal mereka yang sering menyalahkan Tuhan ini dalam keseharian nggak bertuhan. Mereka masih mengakui adanya Tuhan, tapi nggak menjalankan perintah Tuhan. Berbeda banget dengan orang miskin yang percaya Tuhan dan menjalankan perintah Tuhan, namun tetap merasa Tuhan itu baik. Mereka inilah adalah orang-orang miskin yang imannya nggak miskin.

Orang-orang miskin juga seringkali menyalahkan pemerintah. Mereka anggap, pemerintah menyebabkan mereka menjadi miskin. Eksistensi mereka biasanya di urban atau kota besar. Mereka ini dikenal dengan istilah miskin perkotaan, karena hidup miskin di sebuah kota besar. Gara-gara sering tergusur, entah itu tempat tinggal maupun tempat kerja mereka, pemerintah disalahkan. Lah, kenapa menyalahkan pemerintah? Padahal nggak 100% salah pemerintah, ya nggak? Mereka datang ke kota besar, bukan atas undangan pemerintah. Mereka membangun rumah-rumah kumuh yang sebenarnya dilarang, tanpa izin pemerintah, tapi oknum. Mereka berdagang di tempat-tempat yang membuat jalan macet, dimana orang-orang miskin ini udah tahu tempat itu dilarang berjualan, eh dengan tolol mereka tetap jualan. Jadi kalo tiba-tiba mereka harus tergusur, sebenarnya bukan salah pemerintah 100%, kan?

Aku nggak mau dimanfaatkan lagi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sebelum berjuang menjadi orang kaya, saya dan orang-orang miskin lain selalu dimanfaatkan. Sejumlah LSM mengambil kesempatan mendapatkan bantuan dari pemerintah maupun luar negeri dengan menjual kemiskinan kami. Mulai dari bantuan pendidikan maupun kesehatan, selalu dijadikan aset oleh LSM-LSM buat mengeruk kekayaan. Cuma dengan menampilkan kemiskinan via video-video atau foto-foto dan mendirikan nama Lembaga yang berlatar belakang sosial, bantuan dari berbagai pihak bisa segera datang.

“Padahal nggak sepenuhnya bantuan yang LSM-LSM itu buat menuntaskan kemiskinan. Mayoritas LSM nggak memberikan solusi buat si miskin. Orang-orang miskin tetap aja miskin, sementara orang-orang yang memanfaatkan orang miskin menjadi kaya. Jadi nggak benar kalo 100% pemerintah salah.”

“Padahal bantuan tersebut lebih banyak buat kepentingan pribadi. Dari 100%, paling-paling bantuan yang diberikan ke orang miskin cuma 50%”

“Lembaga-lembaga tersebut banyak yang senang kalo orang-orang miskin tetap eksis. Sebab, dengan eksistensi orang miskin, maka kucuran dana akan terus menerus diberikan. Kalo nggak ada orang miskin, otomatis bantuan berhenti. Orang-orang yang menikmati bantuan, akan sedih. Kesempatan mereka mendapatkan duit buat menjadi kaya jadi nggak ada.”

Jangan heran banyak orang dari LSM yang kaya. Punya mobil mewah, rumah mewah, duit berlimpah, dan memiliki bisnis. Dengan kepintaran mereka mengelola duit bantuan untuk kepentingan orang miskin dan pribadi, mereka jadi tetap eksis. Inilah yang membuat aku gemas. Sebagai orang miskin, aku harus memberantas pemanfaatan secara sistematis yang dilakukan oleh oknum-okunum LSM ini.

Memang aku tahu, orang miskin harusnya dilindungi oleh pemerintah. Ada Pasal yang mengatur itu, yakni Pasal 34 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Bunyinya: "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Lalu diamandemen menjadi 4 (empat) ayat. Ayat (1) kalimatnya sama dengan Pasal 34 UUD 45 asli. Ayat (2): Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Ayat (3): Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Ayat (4): Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal-pasal ini diatur dalam UU. Meski di UUD 45 orang miskin dilindungi pemerintah, bukan berarti orang miskin jadi harus malas. Orang miskin berpikir picik, menjadi orang miskin dianggap udah takdir. Padahal belum tentu. Tuhan pasti akan membantu orang-orang miskin mendapatkan rezeki, asal mereka konsisiten berusaha.


Ada orang miskin yang sikap dan prilakunya juga miskin, ada orang miskin yang otaknya kaya. Mereka yang miskin yang berotak kaya biasa selalu bekerja keras, berdoa pada Sang Pencipta, dan nggak pernah mengeluh dengan kemiskinannya. Itulah mind set orang miskin yang Insya Allah akan menjadi orang kaya. Selalu optimis!
Alhamdulillah, Tuhan memberikanku semangat untuk berjuang. Aku memang fighter sejati. Persisten dan konsisten berusaha untuk menjadi orang kaya. Nggak heran, dalam waktu 10 tahun, aku berhasil menjadi orang kaya. Anda nggak perlu menanyakan bagaimana aku menjadi kaya. Terlalu panjang untuk menceritakan perjalanan hidupku selama 10 tahun. Tapi percayalah, aku udah sukses meninggalkan kemiskinan yang selama ini menjerat hidupku dan keluargaku selama bertahun-tahun.

Kini, aku punya kepercayaan diri yang sangat besar. Berada di dalam mobil Alphard yang punya stereo set yang luar biasa. Ada televisi, dimana tinggal memasukkan DVD atau CD favorit, kita bisa menonton dan mendengar irama musik klasik Bethoven atau Mozzart. Di salam Alphard, aku bisa menyaksikan orang-orang miskin yang berak di kali atau Pengemis-Pengemis yang menyebalkan itu.

Kini aku bisa pacaran dengan Selebritis. Di daftar listku, deretan selebritis yang siap menjadi pacarku antara lain Tamara Blezinsky, Luna Maya, Dian Sastro, dan Sophia Latjuba. Sisa nama-nama wanita yang udah mengemis-ngemis menjadi pacarku adalah Yati Pesek dan Aura Kasih. Namun sayang, kedua wanita itu aku tolak. Sebab, aku nggak suka wanita yang hidungnya pesek, karena hidungku pesek. Saya juga nggak suka wanita yang nama aslinya digonta-ganti demi popularitas. Itu sama saja melecehkan orangtua yang capek-capek memberi nama kita saat masih bayi.

Namun sayang, sekarang ini menjadi musuh orang-orang miskin. Kata mereka, aku lupa kulit sama kacangnya. Aku udah meninggalkan sejarah masa lalu sebagai orang miskin yang menderita lahir maupun bathin. Aku udah nggak menginjak bumi lagi. Hidungku udah diangkat ke atas.

Tapi aku nggak peduli. Biarlah orang-orang miskin itu memusuhiku. Membenciku. Aku nggak peduli. Memangnya aku salah? Apa salahnya menjadi orang kaya? Aku kan udah berjuang dari bawah hingga menjadi orang kaya seperti sekarang ini. Dengan segala upaya, dengan kucuran tetes keringat, dan tetes darah, aku berhasil mengalahkan kemiskinan. Tapi kenapa orang kaya seperti aku dimusuhi?

“Orang kaya itu mengambil kesempatan orang miskin,” kata perwakilan orang miskin se-Jabotabek.

“Siapa bilang? Banyak kesempatan yang ada di dunia ini, tapi orang-orang miskin nggak banyak mengambil...”

“Pekerjaan terbatas!”

“Siapa bilang? Banyak pekerjaan yang nggak membutuhkan modal, tapi lebih banyak orang miskin yang pilih-pilih pekerjaan. Lihatlah di jalan! Anda bisa jadi Tukang apa saja! Tapi jangan jadi Pengemis!”

“Kenapa?”

“Pengemis itu pemalas! Anda lihat, banyak pengemis yang masih sehat jasmani, tapi mereka lebih suka meminta-minta duit dari orang-orang kaya. Mereka lebih suka mendapatkan duit instan daripada bekerja keras sebagaimana diriku. Para Pengemis menjual kekurangan fisiknya. Padahal Tuhan menciptakan sebuah kekurangan bukan dikomersilkan jadi Pengemis.”

“Kalo BLT?”

“Apalagi itu! Bantuan Langsung Tunai memang cara pemerintah membantu orang-orang miskin. Aku setuju kata Megawati, BLT itu merendahkan harkat dan martabat orang miskin. Masa orang miskin dikasih 200 ribu? Mana bisa di kota metropolitan kayak Jakarta ini hidup dengan 200 ribu. Orang-orang kaya kayak diriku ini buat nongkrong di Starbuck aja udah lebih dari 200 ribu dalam sehari. Mega boleh mengkritisi, tapi bukan berarti aku pilih Mega di Pilpres nanti, lho! Dia juga belum tentu punya cara membantu orang miskin.”

“Jadinya gimana dong?”

“Sebenarnya gampang kok menjadi orang kaya.”

“Gampang? Gampang bagaimana?”

“Bersikaplah menjadi orang kaya! Kaya cuma masalah mind set aja. Selama Anda masih berpikir miskin, merasa miskin, terhina, nggak punya kesempatan, nggak berhak menjadi orang kaya, dan lain sebagainya, selama itu pula Anda akan terus menjadi orang miskin...”


all photos copyright by Jaya

0 komentar: