Sabtu, 26 September 2009

ANTENA TELEVISI DI PAGI HARI

Adakah yang lebih penting dari antena televisi seharga duapuluh ribu perak? Entahlah! Barangkali menurut Silvi, itu lebih penting disbanding memberikan senyum pagi pada sang suami. Atau membuatkan sarapan plus kopi kapal api kesukaannya.

Sebagai istri yang sejak lebaran ini ditinggal pergi para pembantu, Silvi lebih suka membetulkan antena barunya yang kecil mungil dan baru dibelinya dua hari lalu. Ia kesal suaminya nggak pernah punya hasrat yang menggebu-gebu untuk membetulkan saluran televisi yang gambarnya selalu berbintik-bintik penuh dengan semut.

“Memang nggak boleh lihat berita di televisi?” tanya Silvi pada sang suami, Bejo, sambil mengarahkan antena agar mendapatkan gambar bagus.

“Enggak salah sih, tapi memangnya nggak ada stasiun televisi lain yang menyiarkan program berita?” balas sang suami.

Sebenarnya Bejo juga punya andil memiliki kesalahan, sehingga tidak pantas untuk Silvi naik-naik ke atas kursi untuk mencari arah, dimana antena tersebut dapat menangkap sinyal siaran televisi berita agar kinclong alias tidak kesemutan. Sudah berkali-kali Bejo diingatkan supaya membetulkan antena yang sudah ada di atas genteng, atau mencari antena baru, atau berlangganan televisi pra bayar agar bisa menikmati televisi berita.

“Lelaki kok pemalas!” gerutu Silvi dalam hati. “Lelaki itu harusnya tough, pantang menyerah, terus berusaha, dan jangan memble.”

“Ah, biar memble asal kece kan nggak masalah,” jawab Bejo dalam hati juga. Aneh? Kok isi hati Silvi bisa diketahui oleh Bejo? Inilah namanya sudah sehati dan sepikiran? Entahlah. Seharunya sih iya, karena mereka adalah suami istri.

Namun Bejo juga tidak bisa dipersalahkan 100%. Ia barangkali cukup realistis dengan kondisi antena. Ia sudah cukup berusaha untuk naik turun genteng cuma untuk membetulkan arah antena yang selalu bergeser tiap kali kena angin puyuh atau hujan badai di rumahnya. Naik turun genteng pun bukan dua kali tiga kali, tapi lebih dari tiga kali. Hasilnya? Televisi berita yang diinginkan Silvi tetap penuh dengan semut.

“Nggak usah, mending Indovision aja!”

Suatu kali di Mal, Bejo menolak tawaran istri untuk berlangganan First Media atau Aora. Tapi kedua televisi itu kanalnya terlalu sedikit, apalagi kebetulan First Media tidak mau memasang kabel sampai ke kampung Bejo. Walhasil, Bejo lebih memilih Indovision sebagai pengganti Astro yang sudah masuk ke dalam kuburan, meski televisi pra bayar ini tidak menayangkan televisi yang ingin dilihat oleh Silvi.

Sebenarnya Bejo cinta sekali pada Silvi. Ia ingin mewujudkan rasa cintanya dengan memilih First Media atau Aora. Tapi karena tersangkut masalah keenganan perusahaan televisi itu untuk memasangkan kabel sampai ke kampung mereka, ya dalam hal ini Bejo tidak bersalah, bukan? Sementara Aora, mending ke laut aja, karena jumlah kanalnya jauh banget dibanding Indovision. Memangnya cuma mau nonton saluran olahraga? Memang gara-gara mau nonton televisi berita jadi memilih televisi pra bayar ini? Nggak harus, kan?!

“Lagipula aku nggak pernah menikmati televisi, meskipun salurannya sampai 50-an kanal?” ungkap Bejo dalam hati. “Memangnya pernah melihatku duduk berjam-jam menonton kanal-kanal di televisi kabel itu?”

Terlalu norak memang kalo pagi itu masalah Silvi dan Bejo cuma gara-gara antena duapuluh ribu perak. Mereka tidak bisa menikmati keindahan pagi yang penuh dengan kicauan burung dan tetesan embun bekas hujan semalam. Mereka juga tidak bisa duduk berdua di sebuah meja makan dari kayu untuk menikmati sarapan. Silvi lebih fokus memutar-mutar antena, sedang Bejo lebih suka hidup dengan dunianya yang realistis.

“Biar aku saja yang mengembalikan antena ini ke toko yang kemarin,” kata Silvi dengan nada dasar F mayor.

Bejo tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tahu istrinya keras kepala. Jika ia melanjutkan masalah kecil soal antena ini, boleh jadi perang dunia ke-27 akan terjadi. Dan itu tidak secuil pun dikehendaki oleh Bejo. Ia lebih fokus pada hal-hal yang lebih penting agar pagi hari itu terasa nikmat, mengorek-ngorek lubang hidung dengan telunjuknya agar mendapati sesuatu yang najis dan tentu saja kentut sepanjang hari tanpa kenal lelah.

0 komentar: