Sabtu, 29 November 2008

MASA KALAH SAMA KAMBING



Dari dulu sampe zaman kapitalis kayak gini, kambing msh tetap msk dlm kategori hewan. Generasi kambing sdh berganti, seperti juga manusia yang hidup dari generasi ke generasi, entah itu generasi baby boomer sampe generasi x.

Meski generasi silih berganti, postur kambing tetap seperti itu. Dibilang cakep ya enggak, dibilang jelek sptnya lucu. Namun yang nggak bisa hilang memori kita pada kambing adalah aroma. Ingat! Aroma, bukan karoma. Sebab, kalo karoma, ntar dimarahin sama mas Rhoma Irama. Balik lagi ke msh aroma, bahwa kambing adalah binatang bau.

Bau kambing cukup khas. Nggak ada yg bisa ngalahin, even babi pun. Mau dikasih parfum dengan merek apapun, kambing tetaplah bau. Itu sudah takdir. Sudah dari sononya. Makanya kalo ada orang yang nggak pernah mandi, atau plng kantor nggak mandi, ato abis naik sepeda nggak mandi, disebut "bau kambing".

Meski bau dan dianggap menjiikkan, kambing termasuk hewan inspiratif. Bayangkan, setiap kali ada kasus yang melibatkan seseorang, nama2 kambing dibawa2. Orang yang ditendensikan kena kasus itu padahal blm tentu terlibat, dianggap di-kambing hitam-kan.

Nama-nama kambing yg berwarna hitam banyak sekali disebut di dunia politik, ekonomi, dan sosial. Padahal warna kambing bkn cuma hitam aja, ada yg cokelat, putih, abu-abu, kuning, merah, jingga, dan hijau. Warna-warna terakhir td sebenarnya kambing yg sudah di-cat sesuai dg warna partai politik. Maklum, gini hari menjelang pemilu, semua partai kudu melakukan sosialisasi, entah itu sosialisasi angka maupun warna.

Apa lagi yang membuat kambing masuk kategori inspratif? Semua yang ada pada diri kambing, dijadikan somethings yg bernilai. Ada yang mengambil kambing dagingnya aja, yang selanjutnya dijadikan sate kambing, atau diberikan kuah plus rempah-rempah jadilah sop kambing. Mulai dr kaki sampe (maaf!) bijinya kambing difungsikan.

Buat yang nggak kebagian daging, kambing masih menyediakan inspirasi lagi buat para manusia untuk menggunakannya. Ada kepala kambing yang bisa digunakan untuk pajangan rumah, yang katanya bisa mengusir setan, tikus, pengamen, atau nyamuk. Yang paling sering, memanfaatkan kulitnya.

Saat ini kulit kambing nggak cuma dijadikan bedug. Industri kulit kambing sdh merambah smp mancanegara, dimana kulit-kulit itu dijadikan alas kasur para raja. Jika sebelumnya alas kasur menggunakan bulu angsa, maka blakangan kulit kambing yang menggantika posisinya. Kenapa begitu? Katanya bulu kambing lebih halus dan bikin badan jadi geli. Tidur serasa nikmat kalo badan kegelian.

Sebagai mahkluk ciptaan Tuhan, seharusnya kita lebih inspiratif dripada kambing. Masa kalah sama kambing? Ya, pastinya enggak dong ya?! Kita harusnya lebih sabar, toleran, disiplin, manusiawi, visioner, dan not look backward. Tapi kalo sdh dikasih tahu masih juga dableg, itu biasa disebut kayak "kambing conge". Budeg!

Kita juga jangan mo kalah sama kambing. Harusnya kambing jg bisa menjadi motivator kita. Bhw kambing rela berkorban. Coba hitung sudah beberapa kambing yang berani menghadapi golok tajam. Semua demi kepentingan manusia, lho. Ada yang untuk kepentingan perut lapar, ya please makan sate atau sop kambing. Ada yang untuk kepentingan orang miskin.

Mumpung bentar lagi mo Idul Adha. Mulai skrng sisihkan uang seperak dua perak untuk ditabung. Ntar kalo udah banyak beli kambing buat di-qurban-in. Masa elo-elo yang gajinya lebih dari 2 jt nggak bs berqurban tiap tahun? Malu lah yau sama cerita tukang sol sepatu. Udah tahu kan ceritanya? Intinya, tukang sol yang gajinya di bwh UMR ini punya komitmen, setiap tahun kudu qurban. So, tiap hari dia ngumpulin recehan dan tiap tahun doi ber-qurban.

Mumpung elo masih punya gaji bln November & ada sisa sdikit gaji Oktober, beli deh kambing. Awas! jangan nyolong kambing, tapi beli. Sekali lagi: BELI! Kalo udah beli jangan dijual lagi. Itu namanya ente jd bandar kambing. Cuma cari untung musiman tapi nggak ber-qurban. Pokoknye elo jangan mo kalah deh sama kambing. Kalo sama yg laen terserah deh...

0 komentar: