Sabtu, 29 November 2008

AKULAH SI PLAYBOY


Akulah si Playboy yang digunjingkan masyarakat belakangan ini. Sudah seminggu lebih, pamorku meroket, mengalahkan Presiden yang ada di negeri ini, atau para calon Presiden yang nggak tahu malu itu. Wajahku maupun namaku sangat sohor dari mereka. Yap, akulah Playboy yang kau sayangi itu.

Tak ada lagi selebriti yang mengalahkan berita soal diriku. Yang mampu berpacaran lebih dari seribu wanita cantik hanya dalam tempo satu bulan. Ketika tim investigasi salah satu televisi mendapati kemampuanku, seketika itu aku menjadi bahan gunjingan. Bahan omongan. Tapi untunglah tak membuatku marah, emosi, apalagi sampai membuat somasi. Buatku, berita itu justru menaikkan derajatku. Bahwa aku lebih tinggi nilai beritanya dibanding hilangnya kapal Adam Air, tenggelamnya kapal laut, pemilihan kepala daerah (Pilkada), meluapnya lumpur Sidoadjo, Bung Ical yang serius mensomasi majalah Tempo, Gubernur bingung mencari solusi kemacetan dan harus mengorbankan anak sekolah, dan berita-berita politik lain, yang menjadi konsumsi media, atau berita-berita selebritis untuk konsumsi infotainment.

Betul, Pak, akulah Playboy itu. Yang memiliki ketampanan luar biasa. Hidung mancung, wajah oval, kulit putih bening, badan kekar, tinggi, dan rambut ikal. Minggu-minggu ini sejumlah Menteri negara senang dengan berita soal diriku ini. Bisa jadi karena berita soal mereka jadi tertutup. Soal betapa malangnya jemaah haji yang kelaparan, soal salah satu Menteri yang masih punya relevansi dengan bencana Sidoardjo, soal Menteri yang kawin lagi, Menteri yang kini melenggang karena berhasil tidak didakwa sebagai Koruptor, dan Menteri-Menteri lain. Namun jangan pikir tidak ada Pejabat yang sebal sekali dengan kehebohan berita soal diriku. Pejabat yang sudah melakukan aksi cari muka, cari publikasi, dan cari-cari lain.

Terus terang aku tidak punya teknik atau trik ataupun tips menaklukan seribu wanita dalam sebulan. Aku bukanlah tipikal pria pencari muka, penjilat, atau korup. Aku pria biasa. Bukan orang kaya pula. Kebetulan saja aku memiliki segudang kelebihan untuk memikat wanita. Tentunya dengan people skill. Sebuah keahlian yang diajarkan Les Giblin dalam buku-bukunya, yang selalu aku baca sebelum tidur maupun saat-saat lengang.

Aku juga bukan Bos yang mudah untuk memaksa orang untuk menjadi temannya padahal orang-orang itu dekat bukan karena ingin berteman, tapi karena jabatan. Aku sengaja tidak mau jadi Bos, atau memang karena belum punya kesempatan. Kalaupun punya kesempatan jadi Bos, buatku jabatan bukan segalanya. Aku bisa mempertaruhkan jabatan demi anak buah. Karena sayang jika kita selalu berpegang pada atasan lagi dan lagi-lagi atasan, sementara anak buah yang seharusnya bisa kita bela, diterlantarkan, maka kita resmi menjadi orang yang dibenci beribu umat.

Kata orang aku lebih tepat disebut Pemimpin. Menurut buku-buku yang kubaca, Pemimpin jauh beda dengan Bos. Kalo Bos bilang "Do It" (Kerjakan!), Pemimpin justru bilang "Let's Do It" (Mari kita sama-sama kerjakan). Yap, begitulah aku, yang lebih suka menjalankan sesuatu dengan bersama, termasuk bersama seribu wanita cantik yang kupacari selama sebulan ini.

Mengapa aku harus malu, minder, atau rendah diri? Aku malah bangga dengan predikatku sebagai Playboy ini, kok. Keseribu wanita cantik itupun juga punya perasaan yang sama denganku. Mereka mencintaiku sama seperti aku mencintai mereka. Jadi, berharga sekali mereka dalam hidupku. Mereka asetku. Gara-gara mereka hidupku penuh warna. Ada spirit yang luar biasa, yang muncul dalam diri, untuk mencapai visiku di masa depan.

Maklum, aku tidak punya harta yang berlimpah. Tidak punya pakaian yang bagus seperti kalian yang setiap minggu pergi ke mall, pergi ke cafe. Belanja pakaian bermerek. Makan makanan yang lezat dan mahal. Nongkrong di diskotek, minum kopi di "warung kopi" yang segelasnya bisa mengenyangkan perut anak kecil yang kelaparan di perempatan lampu merah. Aku juga tidak biasa hang out di distro, karaoke, bioskop, dan tempat-tempat yang memanjakan mata dan entertaining. Kok aneh Playboy gak pernah ke tempat-tempat itu? Jawabannya: memang gak boleh?

Yap, akulah si Playboy itu, yang belakangan selalu muncul di program infotainment di sepuluh televisi swasta belakangan ini. Ibu-ibu yang selalu siap di depan layar kaca, memandangi wajahku begitu takjub, sesekali tersenyum, ada yang sampai ngiler, bahkan meneteskan air mata. Begitu akrabnya para ibu-ibu itu pada wajah dan namaku, sampai-sampai mereka lupa mengurus anak-anak. Anak-anak yang mau menyusu, mau sekolah, mau makan, dan mau-mau lain. Lupa mengurus suami. Melupakan mencium tangan suami, berciuman, bahkan menolak making love. Tak heran angka perceraian pun mulai membengkak.

Ibu-ibu sudah lagi tidak peduli bayi yang menangis kelaparan minta diberikan ASI. Tetek-tetek itu dibiarkan membesar penuh dengan air susu. Mereka lebih peduli menyaksikan infotainment berisi wajahku. Mereka lebih peduli melanjutkan karir mereka di atas pentas, mencari uang, bilangnya demi anak-anak, padahal demi bentuk dan ukuran tetek supaya tetap terlihat bagus. Sementara pria-pria begitu cemburu padaku. Mereka marah, emosi, jelous, sinis, negatif, dan segala bentuk kasar lain. Mereka pikir seharusnya mereka bisa lebih dariku. Wong, uang mereka banyak. Soal ketampanan, ya relatiflah.

Perjalananku masih panjang. Masih banyak cerita soalku yang nanti akan aku ceritakan pada kalian. Soal seribu wanita itu. Soal apa kunci rahasiaku sehingga seribu wanita itu begitu terpesona padaku.

0 komentar: