Minggu, 11 Januari 2009

BEKMEN INSYAF


Udah hampir sejam ini, cowok kerempeng itu berdiri di atas tembok rumah Pak RT. Dengan kostum berwarna hitam dan topeng warna pink, doi kelihatan keren banget. Doi sadar, warna kostum dan topengnya, nggak matching. Tapi doi cuek bebek. “Habis, pink is my favorite colour,” katanya pada rumput yang bergoyang. Satu paket dengan kostumnya, ada sayap yang melambai-lambai gara-gara tertiup angin malam. Warna sayapnya pun nggak matching, warna putih totol-totol. Persis warna anjing dalmation.

Sambil memanggul karung, mata cowok ini melirik ke kiri dan kanan, persis penari Bali. Dari gayanya, dia seperti sedang mengawasi lokasi di sekitar situ. Ia nggak sadar, tembok rumah Pak RT yang ia injak itu tembok tua. Yang setiap waktu bisa ambruk-bruk. Benar saja, tiba-tiba angin berhembus dengan kencang. Badan kerempeng cowok itu membuat keseimbangannya hilang. Akibatnya...

“Bruk!”

Cowok itu akhirnya jatuh. Karung yang tadi dibawa lepas dan terbuka. Tahu apa yang keluar? Beberapa bebek. Melihat pasukan bebek lepas dari karungnya, cowok itu segera bangun. Sayang, baru hendak bangun, tembok Pak RT rubuh lagi dan menimpa cowok itu. Lagi-lagi, cowok itu jatuh lagi. Kali ini nggak sendirian, tapi ditemani oleh reruntuhan tembok. Sudah diduga, ambruknya tembok Pak RT membuat suasana yang tadinya sepi sepoi, menjadi gaduh.

“Bunyi apa itu?” tanya seorang warga yang udah siap bawa gebukan kasur. Nggak tahu mau ngapain bawa gebukan kasur, atau memang baru ngegebukin kasur. Tapi ngapain juga ya malam-malam gebukin kasur. Bukankah seharusnya ngegebukin tikus?

“Apa itu bunyi?” tanya pria satu lagi yang keluar dalam kondisi aneh: pakaiannya terbalik. Celana dipakai jadi baju, baju dipakai jadi celana. “Eh, terbalik ya bahasanya? Harusnya: bunyi apa itu?!” pria itu membetulkan kalimatnya yang tadi salah.

Cowok berkostum hitam itu langsung kabur, begitu mendengar suara langkah beberapa penduduk menuju ke arahnya. Rupanya gerakan cowok ini diketahui oleh seorang penduduk. Siapakah dia? Apa ciri khasnya? Simaklah teriakan-teriakannya berikut ini.

“Maling!” teriak seorang warga yang punya kumis baplang.

“Maling!” teriak warga itu lagi, yang kebetulan masih juga punya kumis baplang.

“Maling!” lagi-lagi warga kumis baplang berteriak.

Sejumlah penduduk mengejar cowok yang diteriaki maling itu. Nggak seperti Flash yang larinya secepat kilat, cowok itu berlari 2 km/ jam. Adegan kejar-kejaran di malam hari ini cukup seru. Melewati dari satu gang kecil ke gang besar. Melewati got kecil sampai got besar yang banyak sampahnya. Kalo si cowok belok kiri, orang-orang ikut-ikutan belok ke kiri. Begitu juga begitu si cowok belok kanan, orang-orang ngikut belok kanan. Sekali waktu, si cowok bergantian mengejar orang-orang. Begitu mereka sadar, balik lagi ke posisi semula, yang dikejar di cowok. Adegan kejar-kejaran akhirnya berakhir dengan kemenangan si cowok. Maklum, si cowok lebih dulu sampai ke pangkalan ojek, dimana di situ ada Tukang Ojek yang ganteng jelita.

“Bang tolong antarkan saya ke rumah sakit!” perintah si cowok berkostum itu.

“Siapa yang sakit Bang?” tanya Tukang Ojek. Pertanyaan nggak penting. “Abang yang sakit? Sakit apa Bang?”

“Nggak usah banyak tanya deh! Cepat antar saya. Nanti keburu ada orang-orang, nih!” kata si cowok itu lagi sambil mengusap darah yang ada di sikunya. Rupanya doi terluka. Ini luka akibat jatuh dan kerubuhan tembok.

“Emang sekarang ini kalo tanya-tanya dilarang?” kata Tukang Ojek agak protes.

“Ya, enggak! Tapi waktunya nggak tepat!”

“Tanya lagi boleh nggak? Kenapa situ pake kostum kayak Batman? Emang situ Batman?”

Gara-gara nggak sabar, si cowok langsung mendorong si Tukang Ojek yang sedari tadi berada di atas jok. Akibatnya, si Tukang Ojek jatuh tersungkur. Pantatnya nungging. Sebelum membawa motornya, si cowok menempelkan stiker di pantat si Tukang Ojek. Tulisan di stiker itu: BEKMAN.

Orang-orang menyesali perbuatan mereka akibat gagal menangkap cowok itu. Padahal, udah beberapa bulan ini, cowok itu menjadi buronan penduduk kampung. Doi dianggap meresahkan bagi ekistensi bebek-bebek yang menjadi hewan peliharaan mayoritas penduduk di kampung bebek. Bukan cuma hewan peliharaan, namun bebek udah menjadi komoditi yang menjadi sumber penghasilan tertinggi warga. Hampir sebagian besar warga kaya raya gara-gara beternak bebek.

Udah lama kampung bebek hidup dari ternak bebek. Bahkan sebelum kampung berdiri, bebek udah lebih dulu hadir. Nggak heran kalo kampung yang tadinya belum punya nama, dinamakan kampung bebek.

Seiring dengan meningkatnya jumlah warung makan atau restoran yang menjual bebek sebagai menu andalan, kampung bebek mulai dilirik orang. Para pemilik warung maupun restoran bebek selalu datang silih berganti ke kampung bebek. Selain membeli bebek, mereka juga ada yang cuma sekedar ngobrol dengan bebek, curhat-curhatan, atau kangen-kangenan.

Meski kampung-kampung lain banyak yang beternak bebek, namun para pengusaha warung atau restoran lebih suka membeli bebek di kampung bebek. Boleh jadi karena kualitas bebek di kampung bebek lebih terjamin. Ada cap halal di setiap punggung bebek. Selain lebih terjamin, beli bebek di kampung bebek mendapat diskon 25% kalo membayarnya dengan salah satu kartu kredit. Kebetulan beli bebek di kampung bebek nggak harus cash, bisa sistem gesek. Geseknya tentu pakai kartu kredit, bukan pake kartu remi. Selain diskon, ada lagi keunggulanya, yakni setiap pembelian dua bebek berhadiah satu bebek atau istilahnya “buy 2 get 1 free”.

Sayang, nggak semua orang menyukai peningkatan kualitas hidup penduduk kampung bebek. Ada orang yang nggak suka warga kaya gara-gara mengorbankan bebek. Orang ini meresa bebek juga butuh hidup. Bebek memang hewan, tapi dia punya hak buat hidup seperti manusia. Ketidaksukaan orang ini menyebebkan dirinya memiliki rasa pri-kebebekan. Dia bertekad buat menyelamatkan bebek-bebek dari ekspolitasi penduduk kampung bebek. Orang yang nggak suka ini nggak lain nggak bukan adalah cowok yang diteriaki maling oleh warga kampung. Cowok itu bernama Panjul.

Suatu malam, Panjul yang berpala panjul itu ingin merealisasikan rencananya. Apa sih rencananya? Rencananya menyelamatkan bebek-bebek dari kandang dengan cara mencuri. Kalo bebek-bebek di kandang hilang, maka kampung bebek akan kehilangan bebek. Kalo bebek hilang, maka warung bebek dan restorang nggak akan mendapatkan distribusi bebek. Akibatnya, mereka bangkrut, gulung tikar. Dengan begitu, bebek akan terselamatkan dan rencana Panjul berhasil.

Dalam aksinya, yakni mencuri bebek, Panjul sendirian. Nggak ditemani siapa-siapa. Persis lagu Koes Plus: “suatu malam ku sendiri...a a a... tiada teman ku nanti”. Panjul memang lebih suka sendirian. Lagipula aksi menyelamatkan bebek yang doi rencanakan itu nggak didukung oleh siapa-siapa, ya jadinya better alone lah. Dalam kesendiriannya, dia juga nggak pake alat apa-apa. Nggak pake golok kek buat nyongkel pintu kandang. Atau pake sendok dan garpu kek buat makan (yang ini kayaknya memang nggak perlu deh). Intinya, Panjul maling dengan tangan kosong.

Malam itu gelap. Panjul nggak lihat sama sekali mana kandang, mana gudang. Kebetulan aksi pertamanya dilakukan di rumah orangtuanya. Menurutnya, aksi pertama dianggap latihan. Kalo latihan maling, lebih baik dilakukan di tempat orang udah dikenal kayak rumah orangtuanya ini. Kenapa? Kalo ketahuan, nggak mungkin dipukulin sama seluruh warga kampung dong. Paling-paling diceramahin. Nah, balik lagi ke masalah gelap gulita. Gara-gara nggak bisa lihat dengan jelas lokasi kandang, Panjul akhirnya meraba-raba dengan cara mencium bau bebek. Dengan petunjuk bau bebek, berharap kandang bebek akan ditemukan. Benar, strategi itu berhasil. Panjul menemukan sebuah kandang yang berisi banyak bebek.

Setelah pintu kandang dibuka, tangan Panjul mulai mencari-cari bebek buat ditangkap. Aksi ini membuat bebek-bebek di kandang itu minggir. Para bebek bersuara. Kalo boleh diterjemahkan, bebek-bebek itu merasa nggak nyaman mau ditangkap. Panjul nggak ngerti isi hati yang disuarakan bebek-bebek. Belum sempat menangkap bebek, salah seekor bebek mematok tangan kanan Panjul.

“Aduh!” jerit Panjul kesakitan akbat dipatok bebek.

Patokan bebek bikin Panjul panik. Doi jadi menarik tangannya keluar dari pintu kandang. Ada bekas patokan di tangannya, yang ternyata mengeluarkan banyak darah Nggak berapa lama, kondisi Panjul melemah. Ini akibat darah yang keluar begitu rupa banyaknya. Doi akhirnya tumbang di depan kandang bebek.

“Bapaaaaaaaaaaaaaaakkk!!!” Ibu si Panjul berteriak memanggil Bapak si Panjul. Bapak kemudian datang. Dia tanya ke Ibu ada apa? Ibu bilang, ada Panjul tidur di depan kandang bebek. Bapak tanya apakah si Panjul semalam nggak tidur di kamarnya? Ibu bilang nggak tahu. Bapak bilang, mari kita cari tahu.

Bapak mengguyur air ke Panjul, lebih tepatnya ke wajah Panjul: “Byuuuuuuurrrrr!!!”

Guyuran pertama, Panjul nggak bangun. Sampai dengan guyuran ketigabelas, Panjul juga nggak bangun-bangun. Bapak si Panjul kehabisan nafas. Cape mengambil air banjuran dan membanjur Panjul. Ibu si Panjul melihat ada bekas gigitan di tangan kanan Panjul. Bekas gigitan bebek itu mulai memerah. Ibu si Panjul nggak tahu siapa yang menggigit dan mengapa menggigit di tangan kanan? Kenapa bukan tangan kiri? Kenapa nggak di kaki kanan? Kenapa nggak di kaki kiri? Belum ada yang mejawab, Ibu si Panjul inisitif memanggil ambulan dari Puskesmas buat membawa Panjul ke Pelabuhan Tanjung Priuk, eh salah, maksudnya ke Puskesmas alias Pusat Kesehatan Masyarakat.

“Aku ada dimana nih?” tiba-tiba Panjul siuman. Doi nggak ngerti kenapa sampai berada di Puskesmas. Doi juga nggak ngerti kenapa ada seorang Dokter di samping Bapak dan Ibunya.

“Tenang Nak Panjul. Everything gonna be alright,” kata Dokter muda itu. “Nah, Panjul cuma perlu istirahat. Next time kalo mau tidur di kamar ya, jangan di depan kandang bebek”.

Kata hati si Panjul berkata. Ah, si Dokter nggak ngerti kenapa doi semalam berada di kandang bebek. Lagipula Dokter ini pasti juga nggak akan pernah ngerti kalo Panjul jelaskan soal rencanannya, sama seperti warga kampung bebek lain yang nggak ngerti kenapa bebek harus dilenyapkan dari muka bumi kampung bebek. Yang Dokter tahu paling cuma bebek itu enak rasanya. Dokter nggak punya rasa pri-kebebekan sebagaimana Panjul. That’s it!

Nggak perlu waktu lama panjul nginep di Puskesmas. Kebetulan Puskesmas bukan buat tempat nginep. Jadi kalo nekad mau nginep, Panjul pasti diusir. Oleh karena itu, saat ini Panjul udah berada di rumahnya, tepatnya di kamarnya. Doi nampak gelisah. Bukan geli-geli basah, tapi bener-bener gelisah. Wajah dan sekujur tubuhnya berkeringat. Padahal saat itu di kamarnya dipasang kipas angin. Mungkin gara-gara kipasnya nggak mengeluarkan angin kali ya sehingga kepanasan? Iya sih, ada kipas angin tapi kebetulan lagi rusak. Tapi nggak juga gara-gara kipas angin rusak. Jendela kamar sebenarnya juga udah dibuka, kok. Yang menyebabkan angin sepoi-sepoi jadi masuk ke kamar. Tapi kenapa Panjul tetap kegerahan ya? Tetap mengeluarkan keringat ya?

Tiba-tiba badannya ditumbuhi bulu-bulu putih. Antar jemari tangan dan kakinya ada selaput. Bibirnya yang tadinya berwarna agak merah-merah gitu, sekarang berubah menjadi agak kekuning-kuningan. Panjul nggak ngerti kenapa ini terjadi. Doi juga belum melihat di kaca seperti apa bentuknya kini.

Perlahan-lahan Panjul mendekati sebuah kaca yang tergantung di tembok kamarnya. Hatinya dag dig dug. Lumrah, doi pasti akan tekjub melihat perubahan yang akan terjadi pada dirinya. Lumrah juga, boleh jadi begitu lihat, doi kaget tujuh rupa dan kemudian pingsan dan kemudian dibawa lagi Puskesmas. Apa yang terjadi saudara-saudara?

“Hah?! Kenapa jadi begitu?!” teriak Panjul begitu melihat wujudkan kini di depan cermin. Doi nggak jadi pingsan dan memang nggak kepengen pingsan. Cuma kaget aja.

Seperti apa sih Panjul sekarang? Saudara-saudara sekalian yang saya hormati, ternyata Panjul sekarang berwujud bebek. Hah?! Bebek?! Iya, bebek. Masa situ nggak percaya sih sama kita?! Patokan bebek atau lebih tepatnya gigitan bebek di tangan kanan Panjul ternyata menyebabkan si Panjul berwujud mendekati wujud bebek, yakni dengan punya bulu, ada selaput di antara jari tangan dan kaki, serta mulut yang berwarna kuning. Peristiwa yang dialami Panjul ini mirip Peter Parker. Sebelum jadi Spriderman, Parker sempat digigit laba-laba dilehernya. Gigitan itu menimbulkan reaksi sehingga Parker punya kelebihan yang dimiliki laba-laba, yakni membuat jaring dan merayap di tembok.

Hari demi hari dilewati Panjul dengan mengurung di kamar. Bulu-bulu bebek yang tumbuh di seluruh tubuhnya terus tumbuh, meski udah berkali-kali dipotong. Bibir yang menguning, udah dilapisi lipstik warna merah punya Ibunya. Semua ini dalam rangka upaya menyembunyikan wujud bebek.

“Panjul! Makan!” teriakan sang Ibu. Sementara yang diteriaki cuek. Panjul malu. Doi kawatir Ibunya tahu kalo Panjul kini jadi manusia bebek.

“Jul! Ayolah makan! Kamu udah sebulan nggak makan, lho! Nanti kamu sakit!” ibunya berteriak lagi. Panjul belum mau bergerak keluar dari kamarnya. Doi masih ragu-ragu, apakah ibunya menerima dirinya kini.

Tiba-tiba!

“Ciluk ba!” ibunya tiba-tiba membuka pintu kamar Panjul. Panjul kaget. Ibunya kaget juga. Kaget pertama gara-gara Panjul kaget. Kaget kedua gara-gara ada perubahan dari struktur tubuh dan anggota tubuh anak semata wayangnya.

“Panjul kamu kenapa?” tanya ibunya.

“Maafkan Panjul, Bu,” kata Panjul sambil menundukkan kepala. Nada suaranya memilukan.

“Panjul kamu kok bisa berubah jadi ganteng begitu?” tanya Ibunya.

“Hah?!” Panjul heran. “Maksud Ibu?”

“Maksud Ibu, kamu kok ganteng kayak bebek?” tanya Ibu lagi.

“Iya, Bu. Panjul sekarang kayak bebek. Tapi ibu nggak marah kan?”

“Enggak...”

“Bener Ibu nggak marah?” tanya Panjul nggak percaya.

“Iya, bener...”

“Bener Bu?” tanya Panjul masih nggak percaya.

“Ya ampun, Jul! Panjul...Panjul! Ibu nggak marah kok! Swear! Ibu nggak marah. Bapak kamu juga nggak akan marah. Meskipun kamu sekarang kamu berubah jadi bebek, Ibu dan Bapak tetap sayang sama kamu, kok.”

“Oh, terima kasih Bu,” kata Panjul. Doi langsung memeluk Ibunya yang tercinta. Dengan Bapaknya, Panjul belum sempat pelukan, karena nggak ada. Nggak tahu lagi kemana Bapaknya.

Penjelasan Ibunya, memotivasi Panjul untuk tetap eksis dalam dunia yang fana ini. Oleh karena itu, Panjul tetap akan meneruskan rencananya buat menyelamatkan bebek. Namun, agar warga kampung nggak tahu identitasnya dan juga mentertawakan wujudnya yang kini mirip bebek, Panjul kudu menyamar. Penyamaran kudu sukses kalo Panjul pake kostum dan sebuah nama serta logo di kostum itu. Logonya wajah bebek.

“Mulai hari ini, aku menamakan diriku BEKMAN!” kata Panjul seperti berikrar terhadap diri sendiri. Pada saat ikrar tadi, Panjul udah menggunakan kostum, yakni kostum warna hitam, topeng warna pink, dan sayap berwarna putih totol-totol dalmation. Kenapa Panjul nggak pake celana dalam di luar kayak kebanyakan superhero lain? Katanya, banyak celana dalamnya belum kering. Kalo dipake di luar, takut celana dalamnya kelihatan basah. Kalo dipake di dalam, takut masuk angin.

BEKMAN singkatan dari manusia bebek. Kata “BEK” singkatan dari bebek. Kata “MAN” artinya manusia. Hati-hati jangan salah sebut jadi BATMAN atau BAKWAN atau BAKMAN (manusia bak mandi). Kalo bahasa sononya salah sebut namanya slips of the tongue. Nah, karena sekarang Panjul berubah jadi BEKMAN, maka untuk penyebutan selanjutnya di cerita ini adalah Bekman. Nama Panjul akan hadir kalo memang bener-benar diperlukan.

Aksi Bekman relatif berjalan lancar. Memasuki hari pertama, pencurian bebek berhasil dilakukan Betman. Bebek-bebek yang dicuri dikandangkan lagi di sebuah kandang besar nan jauh dari kampung bebek. Keberhasilan Bekman juga terjadi di aksi-aksi selanjutnya. Warga kampung bebek nggak berhasil menangkap Bekman. Nggak heran, Kepala Kampung memerintahkan warganya untuk perang terhadap Bekman.

“Barangsiapa yang berhasil menangkap Bekman hidup atau mati, maka akan diberikan hadiah,” kata Kepala Kampung Bebek pada ratusan warga kampung.

“Hadiahnya apa Pak?” tanya salah satu warga Kampung Bebek.

“Hadiah pertama TV berwarna 20 inci. Hadiah kedua kulkas 3 pintu. Hadiah ketiga setrikaan listrik....”

Dasar Bekman lihai, sampai sekarang aksinya udah memasuki bulan ke-8. Ini artinya sebulan lagi akan melahirkan. Lho, kok jadi cerita soal melahirkan? Maksudnya, aksi Bekman udah memasuki bulan ke-8. Dalam 8 bulan ini udah banyak warung dan restoran bebek tutup. Sebab, pasokan bebek berkurang, sementara demandnya tinggi banget. Wajarlah, manusia-manusia penggemar bebek dari minggu ke minggu trend-nya naik. Mereka suka banget bebek gara-gara sambel hijau dan sambel irisan mangga.

Sampailah di suatu hari di malam Minggu. Bekman nggak bisa kabur lagi. Aksinya tiba-tiba bisa dihentikan oleh beberapa warga Kampung yang tahu keberadaan Bekman saat mencuri. Bekman tertangkap! Seketika itu pula, Bekman digiring ke balai desa buat diintograsi. Doi diintrograsi dengan seorang Polisi yang ganteng dan juga tidak sombong..

“Kenapa Anda mencuri bebek?” tanya Polisi.

“Karena saya mencintai bebek. Mencintai tidak harus memiliki bukan?” jawab Bekman.

Ada sekitar 50 pertanyaan yang kudu dijawab Bekman. Semua pertanyaan bukan dibuat dengan cara muliple choice. Tapi secara logika. Ketika Polisi menanyakan apakah Bekman tahu soal keuntungan di balik penjualan bebek? Bekman bilang tahu. Jawabannya: banyak warung atau restoran yang menampilkan bebek sebagai makanan utamanya. Dengan begitu, hidup bebek jadi berada di tangan mereka. Eksistensi bebek jadi terancam. Orang-orang Kampung Bebek mungkin senang dapat uang. Tapi buat Panjul, nggak fair. Kenapa manusia bisa dibiarkan hidup, sementara bebek nggak? Ini membuat ketidakadilan sesama mahkluk hidup.

“Memang kamu udah pernah ngerasain makan bebek belum?”

“Belum..”

“Makanya nggak usah sok jadi pahlawan begitu. Kalo udah coba bebek, pasti akan ketagihan makan bebek lagi..”

Bekman diam. Nuraninya tergoda. Boleh jadi apa yang dikatakan Polisi itu benar. Sekali makan bebek, besoknya pasti pengen makan lagi. Makanya begitu dipaksa buat makan bebek, Bekman nggak menolak. Apalagi yang membuat bebek adalah Chef-Chef dari warung atau restoran penjual bebek.

“Gimana rasanya? Enak kan?” tanya Polisi.

Bekman terdiam. Doi masih mengunyah nasi plus cuilan bebek. Nasinya itu udah dicampur dengan sambal hijau dan irisan mangga. Nampaknya enak. Itu bisa terlihat dari cara Bekman mengunyah dan keringat yang mengucur.

“Enak?”

“Enggak...”

“Maksudnya enggak?”

“Enggak cukup sekali makan doang. Kudu berkali-kali makannya....”

“Maksudnya?”

“Maksudnya, saya mau nambah nasi lagi. Habis, bebeknya enak sih! Ternyata makan bebek enak ya?” kata Bekman sambil mengunyah.

Dasar!

0 komentar: