Senin, 22 Desember 2008

MALAM PERTAMA OH BERJUTA RASANYA

Akhirnya Raj Kumar dan kekasihnya Kanti Devi menikah juga. Sebenarnya pernikahaan mereka bisa dibilang cukup telat, terutama buat Devi. Maklum usia mereka sudah hampir kepala tiga. Bahkan Devi sendiri sudah mendapat julukan yang tak menyenangkan: Perawan Tua!

Lain dengan teman-teman Kumar atau Devi. Banyak yang sudah menikah. Usia pernikahan mereka pun sudah lama, ada yang anaknya sudah hampir masuk SMP, salah satunya Kedar Prasad, bahkan ada yang sudah kawin-cerai sampai 3 kali persis Dessy Ratnasari dan Ulfa Dwiyanti. Sedangkan Kumar dan Devi, baru memutuskan married setelah mereka memang terpaksa harus married. Jangan salah duga! Mereka bukan karena MBA alias married by accident, bukan pula pula dijodohin orangtua. Namun alasannya simple dan terkesan norak: mereka sudah bosan berdua-duaan tanpa status yang jelas.

Akhirnya Kumar dan Devi married juga. Dan malam ini mereka akan menjalani malam pertama. Malam, dimana sangat dinanti-nantikan banyak pengantin dan banyak orang, terutama orang-orang di kampung tempat tinggal Kumar dan Devi. Sebab, ada kebiasaan unik di kampung itu, yakni aktivitas pengantin baru, boleh diintip oleh semua warga di malam pertama.

Buat Kumar, malam pertama tak beda dengan malam-malam sebelumnya. Maklum dia biasa melewatkan malam demi malam dengan Pelacur-Pelacur, jika birahinya muncul. Mulai dari pelacur kelas duapuluh ribuan rupiah, sampai kelas duaratuslimapuluh ribu rupiah, pernah dia kencani. Termasuk Pelacur-Pelacur yang biasa mangkal di rel kereta api, sampai yang bermukim di kompleks Pelacuran, semua pernah dirasakan Kumar. Ajaibnya, dia belum pernah kena spilis atau penyakit kelamin lain, termasuk AIDS. Memang beruntung sekali si Kumar ini, pria berhidung mancung yang sering diejek masih saudaraan dengan pelawak Tomtam Grop yang sekarang melawak di DPR: Komar.

Kumar memang tipe lelaki yang haus seks. Dia tak pernah tahan godaan wanita, entah itu wanita yang buruk rupa (baca: jerawatan, hidungnya pesek, atau rambutnya ubanan), apalagi yang cantik sekelas Tamara Blezinsky. Begitu melihat paha mulus, begitu melihat payudara besar, kemaluannya langsung ereksi. Ujung-ujungnya birahi. Kalau sudah begitu, Pelacur jadi pelampiasan. Padahal dia sudah punya pacar dan dengan pacar-pacarnya pun dia juga sudah terbiasa melakukan hubungan intim alias ML, jika birahinya tak tertahan. Tapi rupanya kuantitas hubungan seksnya dianggap masih kurang.

Dengan Devi, Kumar tak pernah berhasil merayu untuk berbuat mesum satu kali pun. Jangankan ML, mencium dengan penuh nafsu pun Kumar belum pernah berhasil. Jangan heran sebelum menikah, Devi masih dinyatakan sebagai perawan ting ting.

”Kita kan belum resmi, Bo,” kata Devi pada Kumar suatu ketika saat Kumar sudah terlihat nafsu. Matanya sudah memerah. ”Burung”-nya sudah naik turun. Tangannya sudah siap menerkam payudara Devi.

Jadi kenapa Kumar mau-mauan married dengan Devi? Rasa penasaran itulah yang membuat Kumar terpaksa menjadi suami Devi. Ia ingin merasakan kenikmatan wanita yang (mohon maaf) vaginanya belum tersentuh penis lelaki. Soalnya, saat ini wanita itu teralu ”murah”. Belum married, tapi sudah bisa diajak cium-ciuman yang penuh nafsu, bahkan sampai ML segala. Soalnya juga, saat ini wanita yang dibilang anggota masyarakat kosmopolitan sudah biasa menjual tubuhnya di khalayak ramai, yang jelas membuat pria seperti Kumar cepat ereksi. Nah, Davi tak seperti wanita ”murah” metropolis saat ini. Dia berhasil menjaga vagina-nya. Selain alasan penasaran, tentunya termasuk alasan usia, dan sudah bosan berdua-duaan tanpa status yang tak jelas itulah yang membuat Kumar terpaksa mau married.

Malam ini, orang-orang kampung, khususnya anak-anak muda, sibuk. Mereka juga sudah siap begadang. Ada yang membawa Autan agar tak digigit nyamuk. Ada yang menyumbangkan tangga kayunya, supaya bisa dipergunakan untuk memanjat dan melihat dari atap rumah Kumar. Salah seorang dari mereka ada yang membawa sabun yang bisa difungsikan untuk melakukan onani on the spot. Biasanya ada saja penduduk yang tak tahan melihat adegan ranjang, so sabun adalah solusinya. Supaya tak terlalu mencolok, sabun itu dimasukkan ke dalam kantong plastik warna hitam.

Buat yang punya otak bisnis, ada warga kampung yang mencoba mengkomersilkan peristiwa ini dengan menbuat tiket. Biasanya warga yang punya bisnis oriented ini sudah lebih dulu survey mencari spot yang baik untuk bisa menyaksikan ”atraksi” Kumar vs Devi. Oleh karena spot untuk ngintipnya terbatas, maka harganya bergantung dari durasi ngintip. Semakin lama ngintip, maka harga tiketnya mahal. Ironisnya, masih ada aja calo tiket yang beredar di sekitar kampung situ.

Malam itu memang sudah menjadi malam kesekian kali buat anak-anak muda ini mengintip. Entah sudah berapa puluh pasang pengantin yang mereka intip. Meski banyak resiko yang ditimbulkan, misalnya mata jadi bintitan, ”burung” jadi cepet lecet, atau genteng si pengantin jadi bocor. Tapi mereka tak pernah jera. Untungnya lagi, mereka tak pernah ketahuan. Hansip yang ada tutup mulut, pura-pura tidak tahu. Mereka memang sudah menyumpal mulut hansip dengan uang seratus ribuan. Kalau ada Hansip sok menolak nilai segitu, terpaksa bukan disumpal uang lagi, tapi disumpal pakai kain pembalut wanita.

Seorang pria berusaha mengatur tangga agar aman dan nyaman bisa sampai ke atas genting rumah Kumar. Ada dua orang yang siap melihat pengantin baru itu menjalani malam pertama di atas genting. Dua orang lagi saling bekerjasama membuat lubang kecil sebesar kelereng dari bilik kamar.

Malam semakin larut. Entah kenapa udara di luar rumah Kumar dingin sekali, padahal saat itu sedang musim kemarau. Di kamar pengantin, Kumar sudah mulai pasang aksi. Ia mulai mencopoti satu per satu apa yang ada di tubuh Devi. Selain, bra ukuran 40, Kumar sudah lebih dulu membuka pakaian Devi yang jumlah kancingnya ada 43. Kumar juga sempat membuka celana dalam Devi yang cara membukanya dengan menggunakan kunci pengaman. Acara buka-bukaan ini hampir membuat Kumar frustrasi. Namun, rasa penasarannya yang sudah klimaks, Kumar tetap sabar dan mereka pun akhirnya bercinta.

“Punyaku berdarah!”

Tiba-tiba saja Kumar berteriak dengan kencang. Teriakan itu membuat kaget seorang pria yang kebetulan berada di genteng, yang sedari tadi menikmati adegan ranjang secara live itu. Keseimbangan si pria goyah. Dia terjatuh. Tubuhnya menimpa pria lain yang ada di bawah, yang sebelumnya juga sedang asyik melihat pengantin baru itu lewat lubang dinding. Bruk!

"Punyaku berdarah!"

Anak-anak muda yang tadi mengintip kamar pengantin itu lari pontang-panting. Seperti juga Kumar, para pemuda kampung situ juga kaget bukan kepalag melihat darah di ”burung” Kumar. Mereka pikir itu adalah awal dari wabah penyakit yang berbahaya. Sebab, beberapa tahun belakangan ini, mereka tak pernah lagi melihat -lebih tepatnya mengintip- ada pengantin-pengantin yang mengeluarkan darah dari vaginanya. Mereka sudah terbiasa melihat wanita-wanita pengantin baru di kampung yang tak mengeluarkan darah di malam pertama mereka.

Kumar kaget berat. Seumur hidupnya belum pernah mengalami ada darah di kemaluannya. Ketika ML dengan pacar-pacaranya, tak ada satu pun yang menghadiahkan darah. Darah segar! Termasuk selama berkencan dengan para pelacur.

Malam pertama itu menjadi malam pertama yang istimewa. Istimewa buat seluruh warga, maupun Kumar. Peristiwa ini adalah sebuah mukjizat yang diturunkan Tuhan kepada Kumar. Tak heran malam itu diabadikan sebagai peristiwa nasional yang tiap tahunnya akan dirayakan dengan cara membakar para wanita yang terlihat mengeluarkan darah dari vagina. Sebagai upacara pertama, para warga kemudian membakar hidup-hidup Devi.

Kumar tak bisa apa-apa. Dia hanya diam mematung, melihat istrinya menjerit, karena dibakar hidup-hidup. Sebuah aksi kebodohan terjadi di depan puluhan mata penduduk di kampung itu. Warga kampung memang terlalu bodoh membedakan mana yang benar mana yang salah. Mereka terlalu tolol mempersepsikan darah segar seorang perawan dianggap sebagai wabah yang menakutkan.

0 komentar: