Senin, 23 Februari 2009

KENAPA NGGAK BILANG DARI TADI, CIN?

Manusia paling bingung saat ini nggak lain bernama Gatot. Lebih tepatnya, Gatot dan istrinya. Mereka berdua sama-sama pusing. Kenapa? Sekarang ini mereka pusing memilih mobil mana yang akan mereka beli.

“Saya suka Alphard, Pap.” Itu suara istri Gatot, Amel. “Soalnya Alphard itu keren. Mobil eksklusif. Bertubuh besar dan canggih. Pintunya aja bisa nutup sendiri. Yang pasti, antibanjir, karena tinggi.”



Gatot geleng-geleng kepala. Istrinya terlalu naif menilai Alphard cuma segitu aja. Kalo cuma bertubuh besar dan canggih, sebenarnya nggak usah Alphard. Banyak mobil yang punya tubuh besar dan canggih. Truk salah satunya. Badan truk besar dan cukup canggih. Kendaraan ini serba guna. Bisa menaikkan pasir, bisa pula membawa sekumpulan sapi. Bisa membawa ayam-ayam potong, bisa pula membawa anak-anak singkong yang numpang.

“Lagipula Alphard udah nggak eksklusif, Ma,” jelas Gatot. “Alphard itu udah dijadikan taksi. Masa mobil eksklusif dijadikan taksi? Itu namanya udah nggak eksklusif lagi dong?”

Amel mikir. Betul juga kata suaminya yang berwajah bulat itu. Alphard udah nggak bisa dikategorikan eksklusif lagi. Bukan cuma dijadikan taksi, Alphard juga udah dijadikan komoditi orang-orang Jakarta yang mau ke Bandung atau sebaliknya. Kalo mau ke Bandung, tapi nggak mau naik kendaraan pribadi atau bus antarkota antarpropinsi (AKAP), bisa naik Alphard.

“Kalo gitu kita beli Avanza aja, Pap.”

Gatot terdiam. Otak istrinya kinclong juga. Pilihannya kali ini rada-rada mirip dengan pilihan Gatot. Selain nggak dipake jadi taksi atau jadi angkutan umum buat pergi ke Bandung, Avanza punya mesin bandel. Sistem EFI dan DOHC berkareakter RPM tinggi, sangat mendukung peningkatan tenaga mesin lewat rekayasa teknologi. Meski CC mesin terbilang kecil, 1300 CC, namun kenyataannya mesin model ini bisa menghasilkan tenaga 86 ps. Ini membuktikan, rekayasa mesin pada sistem pamasukan bahan bakar Twin Cam, Multi Valva, maupun sistem pengapian yang dikendalikan oleh komputer, sangat efisen.



”Tapi itu kan mobil sejuta ummat, Ma.”

“Maksud Papa?”

“Banyak orang yang pakai. Temen-teman aku banyak yang pakai. Nggak cuma itu, di kantor Papa Avanza-Xenia dijadikan mobil operasional. Jadi nggak eksklusif kalo pake Avanza-Xenia..”

“Jadi Papa maunya beli mobil apa dong?”

“Hmmm...apa ya?”

Gatot mikir lagi. Bingung lagi. Memilih mobil memang susah-susah gampang. Giliran keren dan tampak eksklusif, eh dijadikan taksi. Giliran mesinnya bandel dan after sales service-nya oke, eh mobil sejuta umat. Ini sama kondisinya kayak Honda Jazz yang dipake sejuta umat. Tapi mending Avanza sih. Nggak egois. Bisa masuk banyak orang. Juga bisa masuk banyak barang.

“Ya beda dong Pap. Yang satu MPV, satunya lagi city car,” jelas Amel. “Jadi bisa dimaklumin kalo city car lebih egois dari MPV yang serba guna. city car cuma mikir gimana caranya lolos dari kemacetan. Sementara MPV lebih mikirin gimana keluarga dan barang-barang bisa terangkut semua.”

“O...begitu. Jadi kita beli city car atau MPV nih, Ma?”

“Grand Livina aja deh, Pa.”

“Bagus nggak tuh?”



“Ya, bagus lah! Soalnya ada salah satu Executive Producer salah satu televisi swasta pake mobil itu. Kata doi, mobil itu nggak rewel. Yang rewel biasanya yang nyupir. Rewelnya kalo lagi macet. Ada motor yang nyenggol. After sales service-nya keren juga, kok”.

“Gitu ya?”

“Ngomong-ngomong Papa punya duit berapa sih?”

“Tigapuluh lima juta, Ma...”

“Kenapa nggak bilang dari tadi, Cin?”

Tiba-tiba wajah Amel memerah. Percakapan yang berlangsung hampir satu jam, nggak ada artinya. Mentah semua. Bicara ngalor-ngidul soal mobil yang akan mereka beli, ternyata cuma ngimpi. Even mobil Carry QQ buatan China pun nggak mampu mereka beli.

“Lebih baik kita beli Bajaj mesin gas aja deh, Pa,” tawar Amel.

“Kayaknya begitu deh, Ma.”

Finally mereka pergi ke dealer Bajaj terdekat dengan riang gembira.

0 komentar: