Jumat, 06 Februari 2009

KONSULTAN BUNUH DIRI

Apapun akan dilakukan Yusril asal nggak ditembak mati. Menurutnya, ditembak mati nggak lebih asyik dibanding hukuman gantung. Nggak lebih nikmat pula disuntik mati atau dihukum mati via kursi listrik.

Yusril hari ini harus memutuskan mana yang cocok buat mengakhiri hidupnya. Tanpa keputusan dari dirinya sendiri, Pemerintah yang akan memutuskan. Buatnya, Keputusan Pemerintah bisa membuat malu dirinya di depan seluruh keluarganya, seluruh mantan anak buahnya, seluruh anggota Partai, seluruh ummat yang pernah menghadiri ceramah-ceramahnya, dan seluruh-seluruh lain.



“Nama Anda mengingatkan saya pada salah satu Menteri Kabinet....,” kata Djoko Legowo, pemilik biro konsultan PT Lemes Nikmat.

“Oh, tidak! Tidak!” Yusril memberhentikan kalimat Djoko. Yang Anda maksud Prof. DR. Yusril Adinegoro itu kan?”

“Yap!”

“Saya bukan dia, Bung! Dia orang baik sedang saya orang jahat. Dia pernah menjadi Menteri HAM, sedang saya cuma Mantri yang Tukang nyuntikin orang dan Ustadz.Kebetulan aja namanya sama...”

"Tapi kayaknya sih wajah keren kamu dibanding dia ya?"

"Yaiyalah! Masa yaiyadong?! Gini-gini saya bekas Cover Boy majalah Kloset..."

"Oh, pantas! Wajah kamu kayak WC..."

Begitu jujurnya Yusril membeberkan biodatanya. Begitu naif-nya pula doi mengaku penjahat. Seberapa jahat Yusril sehingga doi tega mengecap dirinya jahat atau Penjahat? Memangnya apa saja yang dilakukan doi sehingga begitu jujurnya mengaku Penjahat? Bukankah doi seorang Mantri yang memiliki segudang reputasi indah menolong orang lain? Bukankah doi juga seorang Ustadz yang selalu memberikan ceramah-ceramah dengan bahasa Indonesia yang indah plus ayat-ayat suci Al-Qur’an?

“Yusril penjahat!” Kata-kata kasar dan tendensius itu ditulis di media cetak beberapa hari lalu. Ketika warga RW 07 menemukan bukti-bukti otentik keterlibatan Yusril dalam melakukan beberapa modus korupsi. Apa saja modusnya? Datang telah dan pulang cepat. Itu adalah modus korupsi waktu.

Sebagai Karyawan yang baik, seharusnya datang dan pulang sesuai ketentuan kantor. Kalo kantor menetapkan masuk kantor pukul 08.30, ya harusnya datang pada jam segitu. Nggak boleh kurang dari jam segitu, atau melebihi dari jam segitu. Harus pas. Sebab, dengan keterlambatan datang dan kecepatan pulang, akan mempengaruhi jumlah produktivitas kerja.

“Bukankah kita wajib kerja minimal 8 jam setiap hari?” kata staff RW 07 di lingkup Departement HRD yang melaporkan modus korupsi yang dilakukan Yusril.

“Kalo lebih dari 8 jam tapi nggak ada kompensasinya?” bela Yusril.

“Hitung-hitung pengabdian ke kantor. Kalo nggak cocok dengan kantor yang nggak ngasih kompensasi, resign aja. Gitu aja kok repot?!”

Modus korupsi kedua yang dilakukan Yusril adalah mengeluarkan kalimat nggak sesuai dengan kenyataannya. Ini dianggap sebagai “korupsi ucapan”. Ada Undang-Undang (UU) yang melarang warga RW 07 yang “korupsi ucapan”. Bunyi UU-nya begini: “Barangsiapa yang berjanji pada anggota warga sesuatu hal namun tidak sesuai kenyataan sehingga anggota warga tersebut marah dan kecewa, maka orang yang berjanji ini disebut sebagai Koruptor, karena sudah mencuri kata-kata yang tidak benar agar terlihat benar”.




Sebenarnya di luar RW 07, soal “korupsi ucapan” sudah sering diperdendangkan oleh para Politisi. Sekali-sekali hadirilah kampanye Calon Gubernur dan Wakil Gubernur di sebuah daerah. Atau datangilah pula kampanye Calon Bupati dan Wakil Bupati di sebuah kampung. Di situ akan bertebaran janji-janji yang akan dikorupsi oleh mereka sendiri. Ada 1000 janji di kampanye. Tapi cuma direalisasikan 20 janji ketika mereka terpilih.

“Jadi sebaiknya saya mati dengan cara apa, Pak?” tanya Yusril pada Pak Djoko.

Pak Djoko yang Yusril temui siang ini memang bukan sembarang orang. Doi ahli di bidang hukuman mati. Setiap Politisi, Pengusaha, Ustadz, Kiai, Pastur, Guru Honorer, Pekerja Seks Komersial, Tante Girang, dan profesi-profesi lainnya yang hendak mati selalu berkonsultasi dengan Pak Djoko.

Entah apa yang membuat bisnis Pak Djoko begitu menggurita seperti sekarang ini. Bahkan jumlah outlet bisnis yang di-franchise-kan olehnya ini hampir mencapai 100 outlet. Gokil nggak seh? Padahal sebelumnya, nobody peduli dengan bisnis konsultan ala Pak Djoko ini. Mereka menghina bisnisnya dan menyamakan bisnisnya kayak bisnis Tuyul yang nggak jelas.

“Mana bisa sukses? Bisnis kok bisnis konsultan bunuh diri?” Itu kata seorang Pakar Telematika yang rada sok tahu dan kerjaannya mengutak-atik urusan orang, padahal ngurusin diri sendiri nggak becus.

“Harusnya bisnis yang nggak aneh-aneh. Bisnis kodok ngorek gitu!” Kata Pengusaha Cabe Rabit yang nggak suka makan sambal ini.

“Sing boten-boten ae...” kata orang Jawa kelahiran Sumatera.

Bisnis konsultan bunuh diri. Nama yang ada di logo kartu nama Djoko itu seringkali membuat orang-orang tertawa terpingkal-pingkal. Seringkali membuat orang-orang memegang jidat Djoko dan menyamakan jidatnya dengan pantat mereka.

Sebuah penghinaankah? Sebuah tanda mengijak-injak harga diri?

Itu dahulu saudara-saudaraku yang budiman. Sekali lagi itu dahulu. Seperti yang sudah dikatakan di atas, kini Djoko hidup tenang di sebuah rumah besar dengan puluhan mobil mewah yang besar-besar, termasuk memiliki istri berdada besar. Doi sudah sukses. Sekali lagi outletnya sudah mencapai 100 outlet.

“Dahulu orang nggak punya visi,” kata Djoko yang dikutip dari interview-nya dengan televisi CNN. “Seharusnya orang-orang punya otak bisnis. Kematian memiliki secercah peluang bisnis yang bisa mengeruk keuntungan lumayan. Alhamdulillah, saya sudah merasakan kesuksesan dari visi saya ini”.

“Anda yakin mau bunuh diri?”

“Yakin Pak!” tegas Yusril.

“Anda punya keluarga, lho. Istri Anda cantik luar dalam. Anda punya anak-anak yang lucu-lucu dan menggemaskan. Anda pun seorang Ustadz bukan?”

“Ustadz juga manusia Pak. Seperti lagunya Seriues ‘Ustadz Juga Manusia’. Sudah pernah dengar kan Pak?”



“Judulnya bukan itu tolol!” Pak Djoko sewot. Dia merasa dikorupsikan pengetahuannya oleh Yusril. Padahal selain Konsultan, Pak Djoko juga Musisi yang jelas mengikuti tren musik, termasuk lagu yang dinyanyikan Cendil dan kawan-kawan itu: “Rocker Juga Manusia”.

“Kalo Bapak sudah yakin, saya juga yakin, dan kita sama-sama yakin. Bukan begitu?”

“Betul, Pak. Jadi apa saran Bapak untuk mengakhiri hidup saya di dunia fana ini?”

Pak Djoko sejenak berhenti bicara. Kayak-kayaknya sedang berpikir. Yusril nggak berani mengganggu Pak Djoko yang lagi berpikir. Takut dikemplang, ditonjok, atau setidak-tidaknya dicium pipinya pake bakiak.

Akhirnya...

“Selama beberapa hari ini, Bapak nongkrong di Salemba...”

“Nongkrong? Saya ingin mati Pak! Kok disuruh nongkrong?”

“Diam dulu! Bapak mau mati apa nggak?” Pak Djoko marah. Kalimatnya yang belum selesai itu sudah dikorupsi oleh Yusril. Yusril kaget bukan kepalang atas kemarahan Pak Djoko. Kekeliruan itu diakhiri dengan permintaan maaf Yusril karena telah mengkorupsi penjelasan Pak Djoko.

“Nggak akan lama lagi, akan ada tawuran antarmahasiswa di Salemba. Kalo tawuran itu terjadi, Bapak berdiri di tengah-tengah tawuran itu. Dijamin Bapak akan mati. Batu-batu yang diterbangkan para intelektual muda itu akan mengenai kepala Bapak. Kepala Bapak akan pecah dan berdarah-darah. Begitu berdarah, please jangan boleh ada orang yang menolong Bapak, even Petugas dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo...”

“Baik, Pak...”

“Bapak setuju dengan hasil konsultasi ini?”

“Sangat sangat sangat setuju! Seharusnya Koruptor-Koruptor lainnya berdiri kayak saya ya? Biar ditimpuki mahasiswa...”

“Moga-moga nanti akan begitu. Sekarang dimulai dari Bapak saja dulu...”




Yusril begitu ceria sekembalinya dari biro konsultan milik Pak Djoko itu. Beberapa hari setelah konsultasi, Yusril nongkrong di Salemba buat menunggu ada tawuran mahasiswa. Tapi nongkrongnya ditemani oleh dua orang Aparat Keamanan. Sambil mengisi waktu, doi ngobrol dengan para Pedagang Kaki Lima yang berada di sepanjang trotoar. Dari Pedagang ini, Yusril baru tahu kalo mereka sangat senang berjualan di situ. Meski menyusahkan para Pejalan Kaki yang penting mereka untung. Apalagi keberadaan mereka didukung oleh para Mahasiswa.

“Bapak nggak takut sering ada tawuran?” kata Yusril sok memancing.

“Ah, itu biasa. Namanya juga manusia. Ada yang kaya, ada yang sirik. Yang kaya ditimpuk yang sirik. Yang kaya sok pamer-pamer membuat dongkol si sirik. Jadinya ya tawuran deh. Tapi biasalah! Sudah bukan hal yang perlu ditakuti...”

“Tapi kok lama banget sih nggak ada tawuran?”

“Sabar lah Om. Katanya orang sabar disayang Tuhan. Bentar lagi juga ada...”

Sampai tulisan ini diturunkan, Yusril masih menunggu terjadinya tawuran. Hayo dong tawuran! Masa nggak terjadi sih? Katanya intelektual muda? Katanya mahasiswa yang punya otak? Mana tunjukan kejantananmu!

"Mending saran saya, Om pergi juga ke Sumatera Utara..." usul Pedagang itu.

"Ngapain ke sana?"

"Om berdiri di gedung DPRD sana. Nungguin Mahasiswa-Mahasiswa melakukan aksi demonstrasi anarkis lagi. Kayak Selasa kemarin itu lho Om. Siapa tahu aja Om bisa mati ditimpukin batu atau kursi..."

Jenius! Rupanya Pedagang yang biasa mangkal di Salemba ini bukan cuma punya otak dagang, tapi otak jadi Konsultan kayak Pak Djoko Legowo. Konsutan bunuh diri. Jangan-jangan Pedagang ini salah satu pemilik outlet usahanya Pak Djoko?


all photos dok.

0 komentar: