Senin, 03 Agustus 2009

NEGARA KESATUAN REPUBLIK NGGAK TAHU DIRI

Mengakulah kalo kita ini adalah manusia yang nggak tahu diri. Semua ketidaktahuan diri, kita lakukan tanpa sadar. Gara-gara nggak sadar, kita jadi salah menyalahkan. Yang tua menyalahkan yang muda, karena dianggap nggak tahu diri. Sebaliknya yang muda mengatakan orangtua benar-benar nggak tahu diri. Udah tua dan bau kuburan, masih aja melakukan hal-hal negatif.

Itu baru “perkelahian” antara orangtua dan anak muda, belum “perkelahian” antarsuku dan antaragama yang seringkali terjadi di tanah air kita ini. Last but not least, “perkelahian” antarstrata sosial, dimana orang-orang kaya menganggap orang miskin nggak tahu diri. Mereka numpang di tanah-tanah kosong bertahun-tahun, eh begitu digusur marah-marah dan minta uang. Sebaliknya, orang-orang miskin nggak tahu diri. Mentang-mentang punya banyak uang, bisa seenak udel mengusur makam Nenek-Moyang orang-orang miskin dan kemudian mendirikan sebuah apartemen atau mal.


Motor-motor yang diparkir sembarangan di jalan MT. Haryono.

Anda pemilik motor nggak tahu diri. Naik ke trotoar dimana itu sebenarnya adalah jalan khusus buat Pejalan Kaki. Demi keegoisan pribadi agar cepat sampai tujuan, Anda mengambil hak Pejalan Kaki. Yang bikin kesal, kalo udah ngambil hak, eh si Pejalan kaki diklasonin, diomelin, bahkan ditabrak gara-gara dianggap menghalangi motor jalan. Dasar nggak tahu diri!

Sebagai Pemilik mobil, Anda nggak pernah mau tahu, bahu jalan di jalan tol itu dibuat cuma untuk kondisi darurat. Tapi Anda nggak tahu diri, peduli akan membahayakan mobil di sampingnya, Anda tetap menggeber laju kendaraan Anda. Begitu ada Polisi di depan, Anda secara tiba-tiba mengambil jalur mobil di sebelah kanan Anda dengan mepet. Ini berbahaya bodoh! Kelakuan Anda kayak gitu nggak lebih kayak sopir angkot atau bus kota. “Ah, sing penting cepat sampai tujuan,” kata Pemilik kendaraan yang seringkali menggunakan bahu jalan ini.

Begitulah hidup kita. Saling salah menyalahkan. Saling nggak tahu diri masing-masing. Kita merasa diri kita benar, eh ternyata seringkali menyusahkan orang. Sebaliknya orang lain sering mengkritik kita, padahal diri mereka banyak yang harus dikritik, bahkan kritiknya dari A sampai Z.


Sudah ada ruang untuk merokok, masih ada aja orang yang merokok sembarangan. Maunya manusia kayak gini itu apa ya? Kok nggak tahu diri amat sih?!
Di tempat umum, dimana ada tanda DILARANG MEROKOK beserta Peraturan Daerah (Perda), kita masih seenaknya merokok. Nggak tahu diri! Gw nggak yakin, yang merokok itu nggak bisa membaca, karena dari penampilannya mencerminkan manusia well-educated, deh. Hi! Smokers! Anda tahu nggak bahaya merokok atau mengepulkan asap di tempat umum, dimana banyak Perokok pasif, apalagi di tempat AC? Anda memang nggak tahu diri! Di tempat umum pula, yang dilihat ratusan orang, kita memamerkan aurat. Mengenakan pakaian ketat transparan, sehingga belahan payudara, bahkan (maaf!) puting susu terlihat jelas. Tali bra dibiarkan mengintip. Memangnya nggak bisa pake pakaian yang lebih sopan daripada berpenampilan ala Pelacur? Ingat! ada hak orang laindi luar hak Anda. Lalu ada lagi yang nggak tahu diri, ngerumpi di restoran cepat saji sambil main poker atau menikmati fasilitas wifi, dimana beberapa tamu yang ingin duduk terpaksa kudu menunggu dengan sabar atau mencari restoran lain.

Itu tadi pekerjaan nggak tahu diri yang biasa dilakukan orang-orang kaya. Belum lama ini, gw juga berhadapat dengan orang-orang kelas menengah ke bawah yang ternyata juga nggak tahu diri. Nggak membayar ongkos kereta api sebagaimana kewajiban Penumpang, sehingga hal tersebut merugikan pemerintah. Memangnya kereta api itu milik Nenek-Moyang loe? Udah gitu di kereta api banyak Pedagang yang membawa barang yang gede-gede, bahkan terakhir gw menemukan Pedagang yang membawa meja terbuat dari rotan berukuran 2X2 meter. Dasar nggak tahu diri! Masih di kereta, mereka membawa sepeda MTB naik ke gerbong. Padahal kalo nggak ada meja rotan atau sepeda MTB, pasti nggak akan menyusahkan Penumpang kereta api yang ada di gerbong itu atau yang akan naik.

Meski setiap tahun pasti bajir di bantaran kali, meski orang-orang miskin tahu kalo membuang sampah mengakibatkan banjir, toh dengan nggak tahu diri mereka tetap membuang sampah di kali. Ketika jalan tol macet, para Pedagang dengan nggak tahu diri berjualan di tengah-tengah mobil yang macet. Memanfaatkan momentum macet buat mengais rezeki, katanya. Padahal udah ada larangan: DILARANG BERJUALAN DI SEPANJANG JALAN TOL. Orang-orang miskin juga nggak tahu diri, mengamen di samping mobil. Apa mereka nggak tahu kalo di setiap mobil pasti ada tape-nya? Kalo nggak ada tape, ya ada radionya? Toh, mereka nggak tahu diri. Tetap bertralala-trilili, meski suara mereka fals.

Sebenarnya masih banyak contoh soal ke-nggaktahu-an diri diri kita. Terutama gw yang juga punya daftar panjang diri gw yang nggak tahu diri. Terus terang, nggak tahu diri kita akan berdampak pada nggak tahu diri mereka, orang-orang. Kita nggak tahu diri, mereka pun ikut-ikutan nggak tahu diri. Lama-lama kita kebal dan sama-sama nggak tahu diri. Ini udah terjadi pada diri saya yang hina ini. Moga-moga Anda nggak kayak saya. Anda jauh lebih baik. Atau malah sebaliknya? Waduh! Kalo kita semua nggak tahu diri, negara ini bisa-bisa berubah nama menjadi NKRNTD alias Negara Kesatuan Republik Nggak Tahu Diri.


photos copyright by Jaya

0 komentar: