Sabtu, 08 Agustus 2009

AYAH DAN TIGA PUTRINYA

Tersebutlah dahulu kala ada seorang pria yang memiliki tiga orang anak. Pria ini sudah ditinggal pergi oleh istrinya dengan cara yang tidak berkeprimanusiaan. Ketika married, dia tidak menghendaki anak. Sementara sang suami ingin sekali punya anak, karena menurutnya anak adalah karunia dari Tuhan yang tak terhingga.

“Tuh kan aku hamil! Kamu sih melakukan hal-hal yang nggak bener,” kata sang istri, seolah menyesali tindakan suami yang berhasil menghamilinya tanpa bilang-bilang.

“Lho, kita kan sudah married sayang? Masa berdosa kalo aku menghalimi kamu, eh maksudnya menghamili kamu?” tanya sang suami yang berkepala plontos tapi seksi itu.

“Iya sih kita sudah married, sudah sah. Tapi kalo mau menghamiliku kamu seharusnya bilang-bilang. Aku nggak suka ah kalo begini caranya. Tak sudi! Tak sudi!”

Meski merasa terdzolimi oleh sang suami, sang istri tetap membiarkan perutnya membuncit alias hamil. Dia tetap merawat kandungannya dengan segala macam asupan yang bergizi, mulai dari vitamin-vitamin yang merangsang DHA sampai susu protein yang konon bisa membuat jabang bayi memiliki tulang dan gigi kuat. Selain itu, sang istri rajin membaca majalah atau artikel di koran mengenai lowongan kerja, eh maksudnya mengenai kehamilan. Sebenarnya si istri ingin melakukan aborsi. Tapi begitu hendak ke Dokter aborsi, dia langsung ingat Tuhan. Hal itu berkali-kali terjadi, sampai Dokter aborsinya kesal.

“Next time kalo kamu hendak pergi dari rumah ke sini, saya sarankan kamu nyanyi!” begitu perintah Dokter aborsi dengan nada kesal.

“Lho, kok menyanyi? Menyanyi apa, Dok?” tanya sang istri.

“Menyanyi lagu Dina Mariana. Begini lagunya: kalo mau makan, ingat kamu. Kalo mau minum, ingat kamu...”

“Lha, saya kan nggak ingin makan dan minum? Saya ingin aborsi, Dok! ABORSI!”

“Liriknya kan tinggal diganti! Kalo mau aborsi, ingat dokter. Kalo mau aborsi, ingat dokter. Begitu kan bisa?”

“Oh iya-ya. Tapi by the way, memang lagu itu yang nyanyiin Dina Mariana? Bukannya Doel Sumbang?”

“Bukan, kalee!!!”

“Oh, udah ganti ya?”

Tak berhasil melakukan tindakan aborsi, sang istri diam-diam merencanakan untuk kabur dari rumah. Sayang seribu kali sayang, itikad buruk sang istri sudah diketahui oleh suaminya yang bekelakukan jenaka itu. Tidak mengherankan kalo sang suami terpaksa harus memasung istrinya agar tidak kabur membawa anaknya yang ada di kandungan sang istri.


Bukan raksasa dengan ketiga kurcaci. Tapi pria ini manusia biasa dengan tiga wanita yang juga biasa. Jadi yang nggak biasa yang mana ya?

Waktu demi waktu akhirnya berlalu. Sang istri akhirnya brojol juga. Anak pasangan suami-istri itu keluar juga. Di luar dugaan, anak yang keluar tidak cuma satu, tapi kembar tiga. Dua bayi berwajah imut, satu lagi wajahnya cukup tua untuk ukuran bayi yang baru lahir. Namun ketiganya berjenis kelamin wanita.

“Aku nggak bisa terima dengan kenyataan ini?!” kata sang istri beberapa menit setelah membrojolkan ketiga anaknya di salah satu rumah sakit bekelas internasional tapi pelayanan lokal ini.

“Maksud kamu apa sayang? Bukankah kita harusnya bahagia mendapatkan ketiga anak yang lucu-lucu dan menggemaskan ini?” tanya sang suami sambil menimang ketiga anaknya hanya dengan satu tangan ini.

“Tidak! Aku tidak bisa! Aku ingin bebas! Aku tidak kuasa merawat tiga anak ini yang kelak pasti akan jadi anak yang badung-badung...”

“Kenapa kamu berkata begitu sayang? Memangnya kamu bisa meramal masa depan?”

“Kamu ini nggak tahu ya? Jelek-jelek begini aku pernah jadi murid Ki Gendeng!”

“Ki Gendeng Pamungkas?”

“Bukan! Ki Gendeng Handoyo...”

“Kok kayak nama temen aku ya? Robert Handoyo?”

“Pokoknya aku bisa tahu kalo ketiga anak kita ini kelak akan menjadi anak yang badung-badung. Yang dua bakal menjadi anak yang nggak lolos jadi pemain basket, karena tingginya nggak mencapai 165 cm. Yang satu bakal menjadi penjual parfum. Yang satu lagi bingung, mau pindah kerja, tapi lebih suka kerja di tempat yang lama, karena di tempat yang baru bakal susah hidupnya...”

“Lalu anak ketiga kita? Yang mukanya rada tua itu...”

“Dia sering pingsan. Kurang darah. Tapi lebih tepatnya kurang kasih sayang oleh lelaki...”

“Jadi apa maumu sayangku?”

“Aku mau kabur!”

“Kabur? Dalam kondisi berbahagia seperti ini?”

“Iya, kabur! Aku countdown ya...and three! Two! One! Go!

Akhirnya si istri benar-benar kabur. Suaminya tak bisa membendung hasrat istrinya itu yang memang sudah tependam cukup lama. Lagipula, dia tidak bisa mengejar istrinya yang larinya begitu cepat secepat Gundala Putra Petir atau Flash.

“Ah, moga-moga istriku bisa menemukan apa yang diinginkannya,” ujar sang suami sambil meneteskan air mata buaya.

Adik-adikku sekalian, dengan kondisi tanpa ASI, sang suami berusaha dengan susah payah membesarkan ketiga putrinya yang lucu-lucu dan menggemaskan itu. Dia sebetulnya ingin sekali menggunakan Air Susu Ibu (ASI) di masa anak-anaknya tumbuh dan berkembang. Sebab, dia tahu ASI jauh lebih baik dari susu bubuk formula. Menurutnya, wanita yang tidak memberikan ASI pada anak-anaknya kelak akan disiksa di Nereka. Namun sayang, buah dadanya tidak bisa mengeluarkan ASI, even ASU. Ya, terpaksa dia harus membeli susu formula di toko-toko terdekat.

Aneh bin ajaib! Susu formula yang diberikan ke ketiga putrinya itu bukan membuat mereka tumbuh sehat dan besar, malah membuat mereka tetap kecil. Awet pula kecilnya. Sudah begitu, yang besar justri si suami. Badan suami tumbuh besar, sebesar pohon beringin. Badannya megar. Perutnya megar. Hidungnya pun ikut megar. Serba megar.

“Kok Ayah yang besar, bukan kami?” protes ketiga anaknya.

“Ayah juga nggak tahu, Nak! Barangkali memang sudah suratan takdir dari sononya begini...”

“Kok gitu sih?”

“Kayak judul lagu Dewiq aja: Kok Gitu Sih?

“Ya sudah kami ganti: kok gitu dong?”

“Ah, nggak enak! Nggak enak! Sutralah, kalian terima nasib sebagai putri-putri yang kecil mungil. Yang penting sejahtera...”

Kini, ketiga putrinya tumbuh dewasa dan sudah siap dipanen. Meski sang istri meninggalkannya tanpa ada prikemanusiaan, namun dia mampu mendidik anak-anaknya menjadi gadis-gadis yang tidak binal. Gadis-gadis yang tidak mengikuti aliran sesat, meski seringkali mereka mengikuti aliran listrik dan aliran sungai supaya selamat. Kini, ketiga gadisnya siap dipinang. Siapakah kira-kira Pangeran yang cocok mempersunting ketiga putrinya itu atau salah satu dari anaknya? Pangeran Kodok-kah? We'll see after this massages!

photo copyright by Jaya

0 komentar: