Minggu, 09 Agustus 2009

MASA DIBILANG PENGECUT?

Terus terang saya nggak sampai hati mendengar cerita miring soal Jenderal Sudirman. Sebagai sahabat karib, saya mengenal beliau nggak seperti beliau mengenal saya. Maksudnya, saya memang terlalu SKSD alias Sok Kenal Sok Dekat. Tapi buat saya, meski Jenderal Besar itu nggak kenal saya, saya tetap respek dengan beliau. Oleh karena itu, barangsiapa orang yang menghina beliau, saya nggak berani mengajaknya berkelahi.

”Dasar Pengecut!”

”Ah, mending Pengecut daripada Koruptor?”

Tapi benar, kuping saya merah kalo Sudirman dihina. Saya nggak terima kalo Sudirman dikatakan seperti diri saya: PENGECUT. Masa Sudirman dibilang Pengecut? Beliau itu kan Pejuang! Masa Pejuang dibilang Pengecut?


Terus terang saya nggak tahu mengapa patung Jendral Sudirman harus menghormat tepat ke arah salah satu Hotel. Padahal Sudirman lahir lebih dahulu ketimbang Hotel yang dihormati itu. Saya lebih suka patung Sudirman tidak sedang memberi hormat, tapi sedang ditandu dengan beberapa orang di sebuah hutan rimba. Nah, lho! Gimana cara buatnya ya?
”Kalo bukan Pengecut, lantas apa dong namanya? Kalo ada seorang Penjuang, dimana para Prajurit-nya berperang melawan Belanda di medan perang, eh ada orang yang mengaku berjuang tapi malah kabur ke dalam hutan...”

”Itu kan namanya gerilya, cong!”

”Apakah harus pergi ke hutan? Meninggalkan orang-orang yang berjuang?”

”Ah, sutralah! Kalo elo nggak tahu soal Sudirman, jangan sok tahu deh...”

Begitulah saya yang mencoba berdebat dengan mereka yang mengatakan hal-hal kurang baik soal Sudirman. Saya sudah cukup sabar menjelaskan, tapi mereka tetap nggak bisa terima. Hati mereka tertutup rapat. Jadi percuma kalo diteruskan perdebatan itu. Jadi nggak seru. Buang-buang waktu dan energi. So, mending kita hayati lagi bersama-sama siapa Jenderal Sudirman itu, ya nggak?

Sudirman lahir di Bodas Karangjati, Purbalingga, 24 Januari 1916. Beliau memperoleh pendidikan formal dari Sekolah Taman Siswa. Dari Taman Siswa, beliau melanjutkan ke HIK (semacam sekolah guru) Muhammadiyah, Solo. Entah kenapa, di sekolah itu beliau nggak sampai kelar.


Saya di depan tandu Jenderal Sudirman yang asli yang berada di Museum Satria Mandala, Jakarta. Menurut Penjaga di situ, kalo kita punya six sense, ada mahkluk halus yang mengitari diorama yang memajang tandu ini. Tugas mahkluk halus ini menjaga agar jangan sampai ada orang nggak benar menghancurkan tandu ini. Kalo orang yang berprilaku nggak baik, konon kata si Penjaga, nggak bakal betah berlama-lama di sekitar situ.
Sudirman muda sangat giat berorganisasi, salah satunya di Pramuka Hizbul Wathan ini. Sambil terus berorganisasi, beliau menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap. Sementara pendidikan militernya didapat lewat pendidikan tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor.

Kelar mengikuti pendidikan PETA, Sudirman diangkat menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Dalam suatu pertempuran dengan pasukan Jepang, beliau berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Banyumas. Itulah jasa pertamanya sebagai tentara pasca kemerdekaan Indonesia.


Dipan tempat tidur Jenderal Sudirman ketika sakit hingga meninggal.

Sesudah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, Sudirman diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat Kolonel. Selanjutnya, melalui Konferensi TKR tanggal 2 Nopember 1945, beliau terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia. Tepat pada tanggal 18 Desember 1945, pangkat Jenderal diberikan padanya. So, Sudirman menjadi satu-satunya orang yang memperoleh pangkat Jenderal tanpa melalui Akademi Militer atau pendidikan tinggi militer. Luar biasa bukan?

Pada saat pasukan Belanda kembali melakukan agresi, Ibukota Negara RI berada di Yogyakarta. Kenapa? Sebab, Jakarta sudah dikuasai oleh Belanda. Jenderal Sudirman yang saat itu berada di Yogyakarta sedang sakit. Keadaan beliau sangat lemah akibat paru-parunya yang hanya tingggal satu yang berfungsi. Oleh karena itu, Jenderal Sudirman nggak bisa memimpin pasukannya melawan Belanda dalam Agresi Militer II. Nggak heran kalo akhirnya Belanda berhasil menguasai Yogyakarta.


Surat keterangan meninggalnya Jenderal Sudirman dari Kepala Jawatan Kesehatan, Letnal Kolonel Dr. R. Seotarto.
Entah alasan apa, Sudirman kemudian mengumpulkan anak buahnya buat melakukan perang gerilya melalui hutan. Dalam kondisi sakit, beliau berangkat memimpin pasukan dengan cara ditandu. Selama kurang lebih selama tujuh bulan, beliau berpindah-pindah dari hutan yang satu ke hutan yang lain, dari gunung ke gunung. Namun akhirnya, Tuhan berkehendak lain. Di usianya yang relatif muda, 34 tahun, Jendral Sudirman meninggal dunia. Tepatnya pada tanggal 29 Januari 1950, Panglima Besar ini meninggal dunia di Magelang. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.

”Nah, dari kisah heroik itu jelas kan kalo Sudirman itu gagah berani?”

No comment!”

”Masa masih dibilang Pengecut?”

No comment!”

”Pergi dari hutan ke hutan itu bukannya kabur, tapi melakukan perang gerilya, tahu?!”

No comment!”

”Ah, elo! Dari tadi no comment, no comment terus! Kayak Dessy Ratnasari aja!”

No comment!”

“Cape deh!”

No comment!”

“Gw no comment juga deh kalo gitu...”


all photos copyright by Jaya

0 komentar: