Sabtu, 04 Juli 2009

SAUDARAKU SEBANGSA SETANAH AIR, IZINKAN GW PERGI KE WC...

Seperti pemilihan lalu, pagi ini Pak RT mengantarkan undangan. Sebuah kertas berjudul: SURAT PEMBERITAHUAN WAKTU DAN TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA. Di lembaran itu tertulis lengkap: nama pemilih, no DPT (daftar pemilih tetap), identitas pemilih, no TPS, dan tempat pemilihan.

Apakah gw harus jingkrak-jingkrak setelah mendapatkan surat undangan dari Pak RT gw yang berkumis tebal itu? Ah, kayak-kayaknya nggak perlu lah yau! Gw kan nggak harus mengikuti jejak mbah Jingkrak yang udah Nenek-Nenek masih jingkrak-jingkrak kayak anak muda, toh akhirnya mbak Jingkrak dikutuk jadi patung. Tapi kayak-kayaknya boleh juga jingkrak-jingkrak. Ya, hitung-hitung olahraga, cong!

“Hore! Gw masuk dalam DPT! Hore gw bisa pilih Presiden! Hore!!!”

Begitu bersemangatnya gw mendapat undangan pemilu Pilpres. Sampai-sampai lupa umur gw yang udah 80 tahun ini. Kok kayak anak kecil banget sih gw ajrut-ajrutan di kasur pegas. Nggak heran kalo nafas gw ngos-ngosan. Nggak biasa berlompat-lompatan 100 kali kayak anak kecil main trampolin. Yaiyalah! Terakhir kali gw lompat-lompatan sejak PKI diberantas oleh Presiden Soeharto tahun 1965.

Dalam masa ngos-ngosan, transisi dari nafas yang cepat menuju nafas normal, gw berpikir. Ngapain juga ya gw jingkrak-jingkrak? Ngapain juga ya gw ajrut-ajrutan buat memilih seorang Presiden yang belum tentu mengakomodasi seluruh atau nggak usah seluruh deh tapi 70% keinginan rakyat? Bego amat sih gw!


Inilah undangan DPT yang gw terima pagi ini. Undangan ini diantar langsung oleh Ketua RT kampung gw. Pada saat mengantar, doi menggunakan t-shirt warna merah kinclong kayak warna salah satu partai yang menggusung Capres di Pilpres ini. Moga-moga nggak ada maksud tersembunyi di balik kehadiran Ketua RT gw ini dengan t-shirt-nya itu. Bukankah Ketua RT kudu netral, supaya warganya bebas memilih siapa Capres yang layak jadi Presiden. Kira-kira siapa ya? Gw aja belum menentukan pilihan. Pusying! Pusying!

Sebagai intelektual muda, mantan aktivitas mahasiswa, profesional muda, dan Penjual kelapa muda, gw bertanya-tanya: bener nggak sih dari ketiga Capres ini salah satunya bakal menjadi Presiden yang membawa Indonesia menjadi negara mandiri? Mungkinkah seorang Pengusaha yang kemudian jadi Presiden bisa lepas dari conflict of interest dari kelompok usahannya? Mungkinkah Presiden yang dahulu udah sempat jadi Presiden akan memenuhi janji-janji politiknya, meski udah teken kontrak politik? Mungkinkah Presiden yang digosipkan sebagai pelanggar HAM akan menjadi Presiden pro-HAM? Mungkinkah Presiden yang antineoliberalis akan pro-Pengusaha yang notabene juga turut menggerakkan perekonomian dan membuka lahan pekerjaan? Atau mungkinkah Presiden yang jaim bisa tegas membangkitkan era pemberantasan korupsi di negeri yang udah mendapat cap Negara Terkorup di dunia era Antasari? Mungkinkah yang mengelak dikatakan penganut faham neoliberalis benar-benar akan pro rakyat?

Sebagai manusia beriman yang masih percaya pada agama, gw dibuat pusing tujuh keliling. Masih banyak lubang-lubang yang gw kudu pikirkan sebelum menentukan pilihan. Lubang yang terakhir soal kecurangan dalam DPT. Menurut Tim Kampanye Nasional (Timkamnas) Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden M. Yusuf Kalla-Wiranto dan Timkamnas Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, ada sekitar 11,22 juta pemilih yang terdaftar lebih dari satu kali. Ini gila! Ini crazy! Ini gokil! Ini juga menindikasikan kalo hasil Pilpres nanti bakal dianggap curang.

Pusying! Pusying! Terserah elo mau bilang gw tolol, bodoh, atau sejuta makian lain. Tapi gw punya prinsip, gw ini “subjek”. Yang namanya “subjek” itu kudu berpikir rasional dan tepat sasaran. “Subjek” nggak boleh berpikir emosional. Nah, sekarang-sekarang ini nggak jelas mana yang hitam mana yang putih. Mana yang benar-benar memenuhi syarat, mana yang memenuhi syarat buat membohongi 200 juta lebih penduduk Indonesia yang kita cintai ini.

Memenuhi syarat-syarat berbohong? Yap! Kampanye-kampanye hitam dari calon lawan belum tentu benar, belum tentu salah juga. Artikel-artikel di koran yang memuji habis-habisan atau sebaliknya mencaci maki gila-gilaan pasangan Capres-Cawapres, itu juga belum tentu benar dan perlu diselidiki juga. Jangan-jangan memang benar? Nah, lho! Inilah tugas gw sebagai “subjek” yang kudu berpikir secara rasional.

“Tolol banget sih loe! Hewan liar! Sejuta topan badai! Bahlul!”


Bendera SBY-Boediono yang berwarna-warni ini dimaksudkan agar warga negara tahu kalo no 2 itu nggak pandang latarbelakang partai politiknya. Mau warna kuning kek, merah kek, biru kek, sing penting bersatu padu. Kalo gw mah masih abu-abu. Tapi sayang, nggak ada bendera warna abu-abu yang mewakili gw.

Umpatan alias makian teman-teman gw, musuh-musuh gw, bersemi di kuping gw. Cuma minoritas yang memuji konsistensi gw buat tetap objektif. Objektif memilih Capres-Cawapres di tanggal 8 Juli 2009 besok. Nggak berdasarkan orangtua memilih no X. Nggak berdasarkan Bos gw yang menyarankan memilih pasangan no Y. Nggak juga memilih istri gw yang lebih memilih pasangan dengan nomor urut O. Gw tetap murni pilihan hati. Tanpa beban. Tanpa sogokan dari sebuah “serangan fajar” dari salah satu Timkamnas yang besok lusa bakal muncul di kampung gw. Ya, lumayanlah duaratusribu buat nonton di Blitz Megaplex. Tapi enggak! Enggaklah! Gw nggak butuh duit sogokan. This is about future, cong! Pemilu ini buat mementukan masa depan bangsa kita! Our President!

“Tapi siapa?! Siapa yang pantas jadi Presiden tahun 2009 ini?!”

Sekali lagi, sebagai “subjek”, gw harus bepikir keras. Mengajak otak ini melakukan exercise tentang siapa yang pantas gw pilih. Sebagai tempat berpikir, gw selalu punya tempat favorit, which is WC. Yes! Moga-moga, dari WC ini, pilihanan gw tepat. Presiden yang gw pilih akan menuntaskan 40 kasus korupsi yang merugikan negara senilai Rp 3,67 triliun dan US$ 26,37 juta. Presiden yang gw pilih akan mengurangi angka kemiskinan yang di bulan Maret 2008 ini masih berjumlah 34,96 juta (15,42%) ini. Presiden yang gw pilih nanti kudu bisa mencairkan aset Robert Tantular Cs senilai Rp 10,7 triliun dan 16,5 juta dolar US$ yang berada di Hong Kong dan Jersey (Eropa). Lumayan kan buat membayar hutang negara yang tiap tahun konon meningkat rata-rata Rp 80 triliun.

Dalam perenunggan di WC nanti, gw juga ingin Presiden yang gw pilih nanti kudu bisa menangkap Joko S. Tjandra yang bisa-bisanya kabur. Kalo perlu bung Joko ini dieksekusi hukuman mati (at least penjara seumur hidup lah) atau dipaksa buat bunuh diri kayak Presiden Korea. Last but not least, Presiden yang gw pilih nanti kudu membuat jalur khusus bike to work agar jumlah para Pengendara sepeda semakin banyak. Polusi udara di kota-kota besar udah gokil, cong! Menurut Petugas pengukur kualitas udara BPLHD DKI, tingkat pencemaran akibat CO (karbon monoksida) di weekdays 2-3 ppm, sementara kalo ada car free day (hari bebas berkendaraan) cuma 0,4 ppm. Sedangkan kadar nitrogen oksida turun menjadi 2 ppb. Padahal kalo lalu lintas macet bisa mencapai 20 ppb. Jauh kan bo?!

Nah, saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air. Izinkan gw sekarang pergi ke WC. Selain gara-gara perut udah sakit, gw kudu melakukan kontenplasi, memprakteksan sebagai “subjek” yang sesungguhnya.

0 komentar: