Rabu, 08 Juli 2009

OH, J-CO! PLEASE DON'T LEAVE ME....

Entah kenapa tiba-tiba gw begitu berduka dengan kepergian Michael Jackson. Padahal gw bukanlah Penggemar pria yang akrab disapa Jacko ini. Memang sih, lagu Jacko banyak yang enak. Bahkan beberapa lagunya kerap menyinggung soal tema-tema kemanusiaan, perdamaian, cinta kasih, dan alam. Memang juga sih, Jacko itu udah mendapatkan julukan King of Pop.

“Tapi so what gitu lho?!”

Memang kalo Jacko dijuluki King of Pop, gw harus jadi fans-nya gitu? Kan enggak?! Memangnya kalo lagu-lagunya Jacko enak-enak, gw juga kudu mengkoleksi seluruh kaset, CD, plus poster-posternya gitu? Kan enggak?! Buat gw -sebelum Jacko meninggal- doi adalah mahkluk Tuhan yang paling nggak percaya diri. Lihat aja wajahnya! Kira-kira menurut loe berapa kali wajahnya dipermak? Dua kali? Tiga kali? Empat kali? Ah, lebih kali! Tapi dalam sebuah interview, Jacko mengaku mempermak wajah cuma dua kali. Itu pun yang dipermak hidungnya biar mendekati kemiripan dengan pujaan hatinya: Peter Pan.

“Maksud loe anggota Peter Pan yang bernama Ariel itu?”

“Bukan kali! Ariel mah wajahnya pasaran orang Bandung. Kebetulan aja di ngetop!”

“Ariel ganteng kalee! Kalo nggak ganteng mana mau Luna Maya jatuh cinta sama doi?”

“Ah, Luna Maya aja yang......”

Hush! Kenapa jadi ngomongin Ariel dan Luna Maya sih? Kita kan lagi ngomongin Jacko. Baiklah, kita kembali ke jalan yang benar ya, ngomongin Jacko the King of Pop. Jadi, Jacko itu memang manusia yang nggak punya rasa pede. Makanya gw nggak suka. Dia bukan sosok yang inspiratif.


Gw nggak sedang berusaha menjadi Michael Jackson dengan melakukan aski breakdance. I'm the one and only. Memang sih, gw lagi mempraktekkan kemampuan gw ber-head spin saat memberikan contoh anak-anak SMU di Padang. Maklum, dahulu kala kata teman-teman, gw jago breakdance alias tarian patah-patah. Mengingat usia gw udah nggak muda lagi, head spin nggak gw lakukan. Takut patah beneran leher gw.
Selain soal permak-permak wajah, Jacko juga punya catatan kriminal yang nggak sedap, yakni pedofil. Gokil nggak sih orang sekaliber Jacko kerjaannya melakukan tindakan asusila terhadap anak-anak? Ini kan nggak bener! Sekali lagi doi bukan sosok yang menjadi tauladan. Berbeda banget dengan kata-kata yang selalu mewarnai dalam tiap lirik lagu-lagunya, yakni soal cinta kasih.

“Pedofilia itu bagian dari cinta kasih bukan?”

“Cinta kasih mengerayangi tubuh anak-anak kecil maksud loe?”

“Emang pedofilia sampai menggerayangi tubuh?”

“Nggak tahu juga sih! Nanti deh gw ceritain kalo gw jadi pedofil ya?”

“Najis!”

Aneka keburukan Jacko membuat gw nggak begitu nge-fans. Gw cuma menikmati lagu-lagunya. Itu pun kalo kebetulan lagunya ada yang membuat hati gw terpincut. Kayak lagu Heal the World misalnya. Itu lagu buat gw dahsyat banget. Bukan cuma iramanya, liriknya pun gokil abis. Mengajak kita “menyembuhkan” dunia ini yang udah kadung “rusak” akibat ulah manusia. Dimana kita juga diajak peduli pada sesama manusia yang kebetulan kurang beruntung.

Heal the world
make it better place
For you and for and the entire human race
There are people dying
If you care enough for the living
Make a batter place for you and for me

Namun sungguh aneh tapi nyata. Ketika Jacko meninggal pada 25 Juni lalu, ketidaksukaan gw berubah. Gw mulai simpatik dengan doi. Makin simpatik lagi ketika liputan-liputan mengenai dirinya ditayangkan terus menerus di televisi dalam negeri maupun luar negeri. Yang makin gw merinding, ketika anak kedua Jacko, Paris Michael memberikan statement di atas panggung Staples Canter saat upacara pemakaman King of Pop itu.

I just want to say that ever since I was born, my Daddy was the best Father that you could imagine. I love him so much”.

Kata-kata Paris membuat gw merinding dan hampir nangis. Lebel buruk yang udah terlanjur diumpatkan sebagian orang terhadap Jacko sebagai pedofil, jadi hilang. Gw bahkan berpikir, lebel pedofil cuma buat menginjak-injak popularitas. Makanya ketika Jacko mendapatkan musibah itu -sempat diadili segala- populitasnya turun drastis. Hidupnya hancur lebur dan bahkan sempat dikabarkan bangkrut.

Gw lebih percaya kata-kata anaknya daripada masyarakat. Kata-kata Paris bukan bualan. Bukan omong kosong. Bukan rekayasa. Itu kata-kata jujur yang diungkapkan oleh anak King of Pop. Itu pula yang membuat gw merasa kehilangan Jacko. Gw merasa menyia-nyiakan hidup gw, karena nggak sayang sama Jacko. Terlepas dari kekurangannya sebagai manusia, ternyata dia adalah Ayah yang luar biasa. Gw yakin seyakin-yakinnya, dewasa ini jarang ada anak yang mengatakan “best father that you could image”. Kalo bukan benar-benar Ayah yang mengasihi anak-anaknya, nggak mungkin statement itu diucapkan anak.

“Jacko! Please don’t leave me!”

Itulah yang gw bisa ucapkan ketika harus melepaskan kepergian Jacko. Meski nggak bisa ikutan dengan 11 ribu Penggemar yang mendapatkan tiket gratis menyaksikan upacara pemakaman Jacko di Staples Center, Los Angeles kemarin (7/7), gw tetap merasakan kesedihan ditinggal Jacko. Meski upacara pemakanan yang diliput oleh puluhan televisi dalam dan luar negeri itu sangat entertaining ketimbang suasana duka, gw tetap merasakan apa yang Paris rasakan. Jacko ternyata Ayah yang baik. Dia ternyata menginspirasikan gw akan suatu hal. Bahwa biarlah orang-orang melebelkan buruk soal diri kita, toh mereka nggak tahu siapa diri kita sesungguhnya. Mereka cuma tahu, sepenggal diri kita dari puluhan juta hal yang kita udah lakukan buat keluarga. Yang penting apa yang kita lakukan nggak melenceng dari norma-norma sosial dan agama. Nggak korupsi, manipulasi, dan makan terasi. Yang penting, anak-anak dan seluruh keluarga kita menyayangi kita dengan tulus. Bukankah ada pepatah: anjing menggonggong khafilah berlalu?


Manusia-manusia ini lagi ngantri. Bukan mau minta tanda tangan atau melihat mayat Jacko. Tapi lagi kelaparan dan ngantri J-CO.
“Gw juga merasa kehilangan nafsu kalo nggak ada Jacko...”

“Maksud loe apa sih, gw nggak mudeng?!”

“Kalo gw kebetulan udah lama ngefans sama Jacko. Soalnya Jacko itu enak sih rasanya. Manis dan ada beberapa jenis donat pula...”

“Donat?!”

“Iya, donat. Memangnya elo belum pernah merasakan donat Jacko?”

“Itu mah J-Co kalee!”

“Emang J-Co. Lha, memangnya gw bilang apa?”

“Jacko!”

“Ah, salah sedikit doang aja kok marah...”

“Ya beda lah! Yang satu dibuatnya dari tepung, yang satu lagi dibuatnya dari tanah...”

“Mana enak donat dibuat dari tanah? Yang ada kalo mau buat donat, bahannya dari tepung aja...”

“Susah deh kalo ngomong sama ember plastik! Bocor terus!”

“Oh J-Co, please don’t leave me! Gw laper berat, nih!”

all photos copyright by Jaya

0 komentar: