Senin, 23 Maret 2009

APAPUN YANG TERJADI, I'M STILL LOVING YOU...

Belum pernah terjadi dalam sejarah, Gigan nangis meraung-raung kayak motor Yamaha RX King kalo lagi mau tarik-tarikan. Even meneteskan air mata karena sedih, nggak pernah ada dalam kamus per-gigan-an nasional. Gigan is always tough, whatever it takes.

Namun kali ini Gigan benar-benar nangis. Doi menangis bukan karena ditinggal kekasih atau Emak-Babe-nya meninggal atau kakinya kejepit pintu. Bukan itu. Gigan nangis gara-gara nggak rela Emak-Babe-nya mengultimatum dirinya.





“Kalo dalam waktu 2X24 jam motor butut loe nggak dibuang, Babe akan buang sendiri tuh barang,” begitu kata Babe-nya Gigan yang agak galak tapi baik hati dan tidak sombong.

Ultimatum Babe-nya itu membuat hatinya runtuh. Seakan hidupnya nggak punya arti lagi. Nggak punya nilai lagi buat dunia yang fana ini. Sebab, kesempatannya hidup bersama barang kesayangannya cuma tinggal 2X24 jam lagi. It mean tinggal dua hari lagi. Sebuah waktu yang relatif sedikit dibanding hidupnya bersama barang kesayangannya yang udah hidup bersama selama bertahun-tahun.

Benda apaan sih? UFO atau pesawat ulang alik Colombia?

Bukan! Benda yang dimaksud Babe-nya Gigan nggak lain nggak bukan adalah motor Vespa. Lho, memangnya kenapa dengan Vespa-nya Gigan? What’s wrong with that thing? Emang Vespa-nya masuk kategori Penjahat gitu? Koruptor yang suka ngambil duit rakyat gitu? Ah, bukan. Babe-nya Gigan nggak setuju anak semata wayangnya merawat Vespa. Mending Vespa-nya umurnya masih muda, misalnya tahun 2009. Kalo umur segitu, mungkin Babe-nya masih mempertimbangkan masak-masak buat meluncurkan ultimatum. Tapi Vespa yang dimiliki Gigan ini Vespa butut.



“Masa anak konglomerat pelihara Vespa butut? Yang boten-boten aja sih loe, Gan?” temannya sok mendukung gerakan ultimatum yang dilancarkan Babe-nya Gigan.

“Emang anak Konglomerat harus pelihara apa? Pelihara Tuyul? Atau mbak Yul? Pelihara apa Cong?!” Gigan sewot.

“Babe loe itu Konglomerat. Doi pasti mampu beli Harley Davidson. Gw yakin nggak cuma satu, Babe loe bisa belikan Harley lebih dari lima. Tinggal elo yang pilih warna dan tipenya. Gw tahu, elo pasti suka yang warna pink kan?”

Gigan diam nggak berkutik. Bukan masalah tebak-tebakan sohibnya soal warna favoritnya yang pink itu. Gigan cuma kesal, sohibnya nggak mengerti banget soal Vespa butut yang hidupnya tinggal dua hari itu. Sohibnya nggak ngerti, sepanjang hidup bersama Vespa bututnya, suka cita selalu datang silih berganti.

Masih terbayang dalam ingatan Gigan, Vespa-nya berhasil menghadiahkan seorang Wanita cantik yang kemudian menjadi pacar gelapnya. Saat itu, hujan gerimis. Angin sepoi-sepoi. Nggak ada angkutan umum yang melaju di depan jalan Pondok Indah. Baik Metromini, Mikrolet, maupun Kowanbisata nggak muncul batang hidung mereka. Kata sumber yang layak dipercaya, angkutan-angkutan umum itu dipakai kampanye.

Nggak sengaja, Gigan menyusuri jalan Pondok Indah. Eh, pada saat menyusuri, ada Wanita cantik yang berdiri sendiri. Kulitnya putih, bajunya putih, rambutnya putih, sepatunya putih, dan giginya juga putih. Wanita ini cantik sekali. Saking cantiknya, Gigan sampe ngiler. Dasar rezeki, wanita itu memanggil Gigan. Singkat kata, Wanita itu akhirnya diantarkan pulang ke rumahnya.

“Emang pulangnya ke mana sayang?” tanya Gigan dengan nada lembut selembut sutra.

“Ke kuburan, Bang!”

Begitu menyebutkan kuburan, Gigan langsung ngebut. Bukan ngebut menuju kuburan kale. Ngebut karena takut. Gara-gara tancap gas, Wanita yang tadi membonceng di belakang jok terpelanting. Namana juga Kuntilanak, bukannya kesakitan karena jatuh ke aspal, doi malah ketawa-ketiwi. Harusnya doi dimasukkan ke RSJ Grogol ya?

Gigan juga punya pengalaman menyebalkan dengan Vespa bututnya. Suatu hari doi dengan Vespa-nya mejeng di salah satu Mal di Jakarta. Tiba-tiba seorang Security meminta Gigan untuk pindah. Karena Mal tersebut nggak cocok buat dipejengin Vespa butut. Kalo Harley Davidson nggak apa-apa. Bukan masalah nggak boleh mejengnya yang bikin Gigan sakit hati. Tapi cara Security itu meminta get out from Mal.

“Kalo kamu merasa diri laki-laki, silahkan angkat kaki dari sini,” kata Security yang wajahnya berewekon itu. Kok wajah berewokan ya? Terserah lah!

Gigan nggak suka dibilang banci. Nggak suka kelaki-lakiannya dipertanyakan oleh seorang Security. Mentang-mentang motornya Vespa lantas dibilang banci. Emang banci nggak ada yang naik Harley? Atau emang laki-laki macho nggak ada yang naik Vespa? Gara-gara cara pengusiran itu, Gigan nggak mau lagi menginjakkan kaki ke Mal itu. Doi bersumpah nggak mau belanja di Mal itu. Nggak mau makan di food court itu.

“Kecuali kepepet!”

Begitu cintanya Gigan pada Vespa bututnya. Doi rela kehilangan kepejakaannya demi mempertahankan Vespa pujaan hatinya. Doi juga rela kehilangan Pacar ke duapuluh limanya demi Vespa bututnya. Padahal kata Gigan, Pacar-nya itu wajahnya mirip Luna Maya. Eh, bukan mirip Luna Maya ding, tapi mirip Omas. Jauh banget ya?

“Waktumu tinggal 1X24 jam!” Babe-nya Gigan mengingatkan.

Sebagai anak yang baik, Gigan terpaksa menuruti perintah orangtuanya tercinta. Doi dengan berat hati harus melepas kepergian Vespa bututnya. Menjelang kepergian sang Vespa butut, Gigan membuat selamatan kecil-kecilan. Doi mengundang beberapa teman-temannya buat tumpengan. Seorang Ustadz juga dihadirkan buat membacakan doa.

“Terus terang saya nggak ngerti kenapa saya harus membacakan doa buat Vespa,” kata Ustadz mengantarkan wejangan sebelum membacakan doa. “Saya juga nggak tahu pasti apakah doa yang akan kita panjatkan ini tergolong musyrik apa nggak. Soalnya segalanya ritual di Indonesia ini serba abu-abu. Adat yang memasukkan unsur-unsur keagamaan dianggap sah-sah aja. Jadi, kalo ada yang bilang doa buat Vespa ini dianggap musyrik, ya harusnya berkaca diri.”

Wejangan Ustadz menyadarkan beberapa orang yang diundang Gigan malam itu. Mereka setuju kalo adat yang ada di Indonesia ini jadi mengajarkan ummat Islam mensahkan kemusryikan. Masa ada upacara mendewakan air bekas memandikan kereta kencana? Masa ada upacara melepaskan kepala sapi yang diletakkan di nampan ke tengah pantai berikut sesaji-sesajinya? Masa ada pula berdoa di makan sambil minta rezeki atau jodoh? Keterlaluan!

“Moga-moga Vespa ini akan berguna bagi nusa dan bangsa,” papar Ustadz.

“Amin!”

“Kalo ada sumur di ladang, kita menumpang mandi...”

“Amin!”

“Kalo ada umur panjang, Vespa ini pasti akan kita jumpai lagi...”

“Amin!”

Doa udah selesai. Saatnya memotong tumpeng. Kebiasaan orang Indonesia juga, tiap ada hajatan, selalu ada tumpeng. Yakni nasi kuning berbentuk kerucut yang di tempatkan di sebuah nampan bambu, dimana di sekitar nasi kuning itu ada berbagai macam lauk pauk. Ada ayam goreng, perkedel, tahu serta tempe bacem, dan lalapan. Biasanya pucuk kerucut akan diberikan oleh orang yang punya hajat ke orang yang dicintai, dihormati, atau paling berjasa bagi hidupnya. Dalam upacara selamatan Vespa butut ini, Gigan memberikan kepada Vespa-nya sendiri. Pucuk kerucutnya itu diletakkan di atas jok Vespa.

“Biar arwah Vespa ini akan memakan nasi tumpeng ini,” jelas Gigan menanggapi beberapa pertanyaan seputar kenapa pucuk tumpeng diberikan ke Vespa. “Dengan makan nasi tumpeng, arwah akan kenyang, dan pergi meninggalkan gw tanpa perut kosong.”

Tiba-tiba.

“Assalamu’alaikum!”

Seorang Pria berwajah Yahudi tiba-tiba muncul di depan pintu rumah Gigan. Babe-nya Gigan langsung menyambut dengan riang gembira. Wajahnya semringah. Mereka berpelukan dan cipika-cipiki. Gigan bingung, sejak kapan Babe-nya bersahabat dengan orang Yahudi. Bukankah selama ini Babe-nya rajin sholat? Bukankah Bebe-nya juga tergabung sebagai Pengurus Masjid? Bahkan Babe-nya sempat menjadi anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) cabang Rawasari. Kok doi berteman dengan Yahudi? Ada apakah gerangan?

“Anakku, kenalkan ini Om Barak,” kata Babe.

Om Barak langsung menjulurkan tangannya. Tangannya Om Barak disambut oleh Gigan. Kalo Om Barak tersenyum, sebaliknya Gigan masih bingung. Wajahnya masih menggambarkan tanda tanya besar soal hubungan diplomatik Om Barak dengan Babe-nya ini.

“Nama orang Yahudi ini mengingatkan kayak nama Presiden Amrik ya?” tanya Gigan dalam hati. Yap, nama Om Barak memang kayak nama Presiden Amrik ke-40, Barrack Obama. Namun wajahnya nggak mirip-mirip acan atau nggak sama sekali. Wajah Om Barak malah lebih mirip orang yang mau berak atau bahasa halusnya orang mau pup. “Pantesan namanya Barak. Kata Barak dengan kata Berak beda tipis....”

“Om Barak ini yang akan membeli Vespa butut kamu.”

Kata-kata Babe-nya Gigan langsung membuat kepala Gigan pening dan mau pecah. Betapa nggak mau pecah, Vespa yang selama ini dirawat dengan baik dan benar, tiba-tiba mau dibeli oleh orang lain. Orang Yahudi pula. Memang sih, meski dirawat jadinya butut-butut juga, toh Vespa butut itu tetap number one di mata Gigan. Nothing compares to you. Kok kayak lagunya Sinead O’Connor sih?

“Why Babe? Why?” Gigan nggak ngerti kenapa Babe-nya tega melepas Vespa demi orang Yahudi.

“Because your Vespa is butut! Selain itu, Vespa ini akan dimusnahkan di Perbatasan Gaza sebagai tanda kekalahan Yahudi atas Palestina.”

Itulah mengapa Gigan menangis. Nangisnya dengan gaya meraung-raung dengan nada dasar D mayor. Doi nggak nyangka Vespa butut-nya cuma dijadikan tumbal. Babe-nya nggak berprike-vespa-an. Masa Yahudi yang kalah, Vespa butut-nya yang dikorbankan? Harusnya dikorbankan para Koruptor-Koruptor yang sekarang hidup nyaman di rumah tahanan itu.

Sebelum Vespa butut-nya diangkut oleh Om Barak and the Gang, Gigan memeluk erat-erat motor kesayangannya itu. Selain memeluk, doi pun mencium berkali-kali. Menciumnya nggak cuma di lampu depan, tapi mencium stang, stater, rem, jok, ban, dan nggak ketinggalan knalpot.

“Apapun yang terjadi, aku tetap menyayangimu my Vespa,” ujar Gigan dengan suara bergetar tanda haru.

Babe-nya Gigan mendekat. Dia memegang pundak Putranya sambil tersenyum.

“Calm down my Son. Babe punya kado istimewa buat kamu,” ujar Babe.

“Pardon..”

Gigan berdiri. Babe mengantar Gigan menuju sebuah ruang yang sengaja di set gelap gulita. Maksud hati, si Babe pengen bikin surprise si Gigan. Kayak di film-film gitu. Lampu dimatikan, begitu orang yang mau dikagetin muncul di ruang, lampu dinyalahkan dan beberapa orang langsung teriak: “Surprise!!!!!”

“Moga-moga kamu senang ya my Son.”

“Hah?! Blackbarry?!”

Gigan langsung jingkrak nggak terkendalikan. Seluruh barang-barang yang ada di sekitar ruangan, ditabrak satu per satu. Nggak heran banyak barang yang ambruk, mulai dari lemari, kursi, meja, piring-piring, dan lain sebagainya. Babe-nya cuma bisa geleng-geleng kepala dan memaklumi.

Gigan kini berbalik persepsi. Kalo sebelumnya si Babe dianggap tega dan nggak berprike-vespa-an, kini Gigan menggap Babe-nya is the best. Babe-nya ngerti banget keinginan Gigan yang udah lama diimpi-impikan. Sebuah Blackbarry warna pink. Blackbarry yang akan menemani kapan pun, dimana pun doi melakukan chatting, browsing, dan main Facebook.

“You are my Hero, Be! I can’t stop loving you...”


all photos and video copyright by Brillianto K. Jaya

0 komentar: