Jumat, 18 Mei 2012

PECUN BUKAN SEKADAR ISTILAH PEREK


Selama ini istilah Pecun selalu dihubungkan dengan Perek. Istilah Perek sendiri sudah muncul sekitar 1980-an, dimana saat itu sedang tren bahasa Preman di kota-kota besar. Perek sendiri kepanjangan dari Perempuan Eksperimen, yakni perempuan yang bisa diajak kencan oleh lelaki mana pun. Awalnya, Perek bukanlah Pelacur profesional alias dibayar, tetapi perempuan ‘biasa’ tetapi ‘murahan’, dimana bisa melakukan apa dengan pasangan kencannya asal suka sama suka.  

Sumber lain menuturkan, cikal bakal istilah Perek sudah muncul awal 1970-an. Pada tahun itu ada band yang ngetop bernama Grandfunk Railroad. Yang mendengarkan band aliran rock ini biasanya cuma anak-anak nakal, tukang mabok, suka bolos sekolah, dll. Di dalam geng anak-anak nakal ini ada perempuan-perempuan. Mereka menganut seks bebas. Aktivitas seksual lelaki dan perempuan yang bebas ini dihubungkan dengan Grandfunk. Kata ‘Grandfunk’ diplesetkan menjadi di-grenpang atau digerpang alias dipegang-pegang, baik dipegang payudara maupun kemaluan perempuan tersebut. Istilah itu akhirnya berubah menjadi di-grepe.

Awal 1980-an, terjadi pembalikan kata grepe menjadi pegre. Pembalikan kata itu kemudian berubah jadi Perek. Sejak itu, istilah untuk perempuan-perempuan nakal yang ‘bisa dipakai’ dalam satu komunitas disebut Perek. Namun Perek bukanlah Wanita Tuna Susila (WTS).

Bloggers, istilah Perek kemudian berkembang ke dalam beberapa jenis-jenis, yang menjadi cikal bakal istilah Pecun. Ada yang mengatakan Pecun adalah Perek Cuma-Cuma. Tentu Anda bisa menebak, kenapa disebut Perek Cuma-Cuma, karena Perek jenis ini tidak meminta bayaran atau berkencan dengan lelaki sekadar suka sama suka itu tadi. Paling-paling lelaki yang mengajak Pecun jenis ini hanya mengajak makan atau nonton film.

Pecun juga berarti Perek Culun. Istilah ini mengacu pada Perek yang payah, yang dianggap ‘tidak mengerti’ pasangan kencannya. Misal, pasangan kencan sudah membayarkan makanan atau mengajak nonton, bahkan membelikan barang-barang kesukaan si Perek, tetapi Perek ini tidak mau ‘diapa-apakan’ oleh pasangan kencan itu. Boro-boro diajak making love (ML), dipeluk dan dicium pun ogah.

Lalu Pecun juga untuk sebutan bagi Perek Pecundang atau Perek Beracun. Istilah Perek Beracun ini ditujukan pada Perek yang menyebarkan penyakit pada teman kencan. Biasanya Pecun jenis ini adalah Perek profesional yang bergonta-ganti teman kencan dengan meminta bayaran, tetapi tidak pandai ‘menjaga kesehatan’.

Belakangan, Pecun ini ngetop di kalangan pengila kuliner. Di Surabaya ada mie goreng yang dikenal dengan nama Mie Pecun. Istilah Pecun di sini adalah Pedas Beracun. Mie ini memang pedas dan bikin ketagihan, makanya diistilahkan ‘beracun’. Untuk ‘merangsang’ pembeli, penjual Mie Pecun  ini pun membuat judul di daftar menu dengan sangat ‘mengiurkan’, yakni Menu Horny dan Cemilan Perangsang.

Tentu masih banyak hal yang menggunakan kata Perek. Di kalangan mahasiswa di Makassar, misalnya. Perek pun diplesetkan menjadi Pengemar Rokok Keretek. Namun Bloggers, Perek atau Pecun bukan sekadar istilah untuk Perek atau kuliner berbasis mie. Pecun juga merupakan tradisi warga Tionghoa di Tangerang. Tradisi Pecun ini dikemas dalam Festival Sungai Cisadane yang sudah berlangsung ke-8 kali sejak 2003.

Pecun dalam tradisi ini berarti upacaya pencarian dengan menggunakan perahu. Perayaan ini dikaitkan dengan penghormatan terhadap jasad seorang tokoh Tionghoa yang berpengaruh, yakni Khut Gwan. Dalam sejarah, pria ini menjatuhkan diri ke dalam sungai, begitu setelah mendengar berita hancurnya ibu kota Cho, tempat Klenteng Bio diserbu orang Chien.

Menurut sejarawan Tionghoa asal Tangerang, Oey Tjin Eng, perayaan Pecun di Tangerang diperkirakan mulai dilaksanakan sejak 1910. Saat itu, sungai-sungai di Jakarta sudah mendangkal, sehingga perayaan ini dipindahkan ke Tangerang. Selain sungai di Jakarta sudah dangkal, Sungai Cisadane memenuhi kriteria pelaksanaan tradisi Pecun ini, yakni sungainya cukup luas.

Selain menampilkan kesenian tradisional Tionghoa, seperti barongsai dan liong, dalam perayaan Pecun terdapat pula penampilan tradisi Betawi, yakni menari atau ngibing diiringi musik gambang kromong. Para penari ini menari di atas dua perahu yang dirapatkan dengan papan, sehingga membentuk permukaan lebar dan datar sebagai layaknya panggung.

Dalam buku Hari Raya Twan Yang atau Duan Yang (Hari Kehidupan) yang diterbitkan oleh Perkumpulan Keagamaan dan Sosial Boen Tek Bio, diceritakan, pada perayaan Pecun tahun 1911 terjadi tragedi kecelakaan perahu papak hijau yang menabrak sebuah rakit. Ketika peristiwa itu, rakit kebetulan melintang di tengah sungai saat digelar perlombaan perahu papak hijau dan merah. Gara-gara menabrak rakit, perahu papak hijau terlempar dan jatuh persis di atas getek. Kabarnya, patahan perahu tersebut hingga kini disimpan di tempat Lim Tiang Tiang di Karawaci sebagai benda yang dikeramatkan.

Tercatat pula dalam sejarah, pada 1938 perayaan Pecun dilakukan bertepatan dengan tanggal 7-8 Imlek. Saat itu, Lim Tiang Hoat membuat sepasang perahu naga di Kadaung Barat. Namun, perahu itu dibakar Jepang pada 1942.

Catatan lain, pada 1964, perayaan Pecun yang semula diselenggarakan oleh Perkumpulan Boen Tek Bio tidak diizinkan lagi digelar. Pemerintah Orde Baru (Orba) pimpinan Presiden Soeharto melarang tradisi Pecun itu.

Setelah Orba tumbang, pada 2003 tradisi Pecun digelar lagi. Tujuan perayaan ini adalah upaya melestarikan keragamaan budaya sebuah kota di Tangerang, yang dihuni oleh pendatang dari China, Betawi, Jawa, serta kelompok etnis lain. Sejumlah acara digelar dalam perayaan yang diberinama Festival Cisadane ini berlangsung di jalan Kali Pasir dan jalan Benteng, Tangerang.

Ada sejumlah perahu yang dilombakan di Sungai Cisadane ini. Selain perahu papak, terdapat perahu naga yang konon usianya sudah mencapai ratusan tahun. Pada perayaan puncak, dilakukan persembahyangan Twan Yang Usai. Di sini, warga keturunan Tionghoa akan melakukan ritual buang sial, yaitu dengan melepas bebek ke Sungai Cisadane. Pelepasan bebek-bebek dari sangkar ini bertujuan membuat hidup orang terbebas dari kesialan, serta dapat melanjutkan kehidupan dengan damai dan tenteram. 

0 komentar: