Senin, 11 April 2016

Makan Sate Kelinci Nggak Usah Membayangkan Kelinci

Sate kelinci? Apa enaknya? Mungkin kalo nggak ada kata "kelinci", nggak akan ada pertanyaan norak seperti pertanyaan saya tadi. Yaiyalah! Mana ada orang bertanya heran untuk sate ayam, sate kambing, maupun sate sapi.

Sampai saat ini, sate kelinci masih dianggap "kontroversi". Setidaknya di keluarga saya. Harap maklum, di keluarga saya memang masih menganggap, kelinci tidak layak untuk dijadikan sate. Kelinci adalah binatang peliharaan yang lucu dan nggak boleh disate.


"Mau nggak?" tanya saya pada anak saya dan keponakan.

Anak saya miringis. Tanda ia menolak untuk makan. Nggak beda dengan keponakan saya yang juga ikut-ikutan memperlihatkan raut wajah menolak.

"Tega banget," ujar keponakan saya.

Saya dibilang tega? Waduh! Masa saya dibilang tega? Padahal saya cuma ingin mencoba makan sate. Ya, kebetulan aja sate yang akan saya makan sate kelinci. Ah, boleh jadi keponakan saya mengatakan saya tega, karena ia termasuk "penyayang binatang". Di rumahnya ia memelihara kucing dan juga musang. Dengan saya makan sate, saya dianggap memakan binatang peliharaan, yakni kelinci.

Meski dari raut wajah anak saya dan keponakan saya nggak ingin saya makan sate kelinci, namun saya dan istri akhirnya pesan sate kelinci juga. Oh iya, tukang sate kelinci ini ada di Lembang, Bandung, Jawa Barat. Sebenarnya sudah lama saya ingin makan daging kelinci di Lembang. Kenapa? Kabarnya, Lembang terkenal dengan kuliner sate kelinci ini, dan gule kelinci. Hingga kini dua kuliner itu menjadi menu khas yang bisa Anda temui di Lembang.

Sate kelinci pun tiba di meja kami. 

"Mau coba?" tawar saya pada anak saya dan keponakan.

Lagi-lagi mereka memperlihatkan raut menolak. 

Saya mengambil satu tusuk sate dan menyantap sepotong dagingnya. Wah, ternyata lezat. Bener-benar lezat. Selain lezat, juga empuk. Daging kelinci sebenarnya punya tekstur yang mirip dengan daging ayam. Hanya saja daging kelinci lebih kenyal dibanding daging ayam. 

"Enak kak, kayak makan sate ayam," goda saya.

Anak saya tetap memperlihatkan raut wajah tidak terima. Tidak terima saya menyantap sate kelinci. Saya yakin, ia membayangkan kelinci yang lucu dan cantik meloncat-loncat, tetapi kemudian disate, dan satenya saya makan. 

"Papa membayangkan gimana kelinci dipotongnya," ujar saya sambil mengunyah sate kelinci itu.

"Ih, pake ngebayangin kelinci dipotong segala, nih, Om," protes keponakan saya sambil memperlihatkan wajah nggak suka.

Jadi, memakan sate kelinci itu memang nggak perlu membayangkan kelinci cantik melompat-lompat atau berkeliaran di halaman rumah. Makan sate kelinci juga nggak perlu membayangkan bagaimana kelinci ditangkap, lalu disembelih, daging dipotong-potong sebesar dadu, ditusukan ke tusuk sate, dan kemudian disate. Makan sate cukup menikmati saja. Anggap saja sate kelinci kayak sate ayam. Dengan begitu, Anda menikmati kuliner khas Lembang ini. Tapi, sebelum menikmati, jangan lupa baca doa sebelum makan, lho.

0 komentar: