Kamis, 01 April 2010

BINGUNG MAU PAKE BAJU APA...

Betapa surprise hatiku ketika mendapatkan sebuah undangan pernikahan. Tentu bukan karena saya belum pernah diundang dalam sebuah pernikahan, sehingga saya sampai surprise begitu. Bukan, bukan itu masalahnya. Namun yang mengundang itu, lho!

Undangan berwarna krem itu datang dari putra konglomerat pribumi bangsa Indonesia ini. Sungguh saya nggak habis pikir, orang seperti saya yang nggak biasa datang di pesta pernikahan seorang konglomerat, tiba-tiba diundang. Norakkah saya? Terserah! Harusnya Anda maklum, karena saya bukan keturunan konglomerat. Saya anak guru olahraga. Saya saja sekarang ini tinggal di sebuah pemukiman padat di Jakarta Pusat.


Undangan dari putra konglomerat yang membuat saya surprise plus bingung. Mau ngasih duit berapa? Pakai baju apa ya?

Dalam beberapa hari ini, setelah undangan sampai ke tangan saya, saya menjadi bingung tujuh keliling. Barangkali Anda tahu apa yang membuat saya bingung? Baiklah kalo Anda nggak tahu. Saya akan ceritakan kebingunan itu. Bingung pertama, berapa rupiah uang yang akan saya berikan pada putra konglomerat ini? Nggak mungkin duaratus, tigaratus, apalagi seratus ribu dong? Buat dia, uang segitu pasti nggak ada artinya, ya nggak? Ah, barangkali kasih 5 juta kali ya...

Kebingungan kedua, saya harus pakai baju apa ya? Pakai batik, itu kayaknya bakal jadi akternatif terakhir dan umum akan dilakukan. Kalo pakai jas, wah ini dia masalahnya. Saya nggak punya jas yang layak buat dipakai. Jas saya sudah layak masuk ke gudang atau diberikan ke fakir miskin. Beli dong! Itu memang jalan satu-satunya, karena pilihan selain beli adalah buat jas atau pinjam jas. Untuk yang terakhir, pinjam jas, kayaknya gengsi, deh. Masa pinjam jas?

Bingung euy! Ternyata modal buat ikut pesta putra konglomerat banyak juga ya? Mau masukan uang di kotak, nggak mungkin seratus ribu. Pakai batik, hmmmm, kayaknya terlalu umum. Mau bikin jas, nggak cukup cuma duaratus ribu. Begitu pula kalo beli jas. Yang nggak bingung cuma sepatu. Alhamdulillah saya punya sepatu baru yang masih mengkilat dan memang khusus buat kondangan.


Kupon pengganti souvenir ini dibuat untuk mengantisipasi jangan sampai ada orang yang nggak diundang masuk ke ruang resepsi. Sekarang ini banyak orang yang cuma pingin makan gratis, modal batik, masuk ke dalam sebuah pesta.




Terlepas dari ketidakpercayaan saya ini, saya tetap bangga bisa diundang oleh putra seorang konglomerat tersohor di tanah air ini, dan sudah pasti saya akan berjabat tangan dengan konglomerat itu sendiri, selain putra dan pasangan married-nya. Saya tentu juga bangga diundang oleh seorang selebritis yang menjadi calon istri putra konglomerat itu. Saya serasa menjadi bagian kalangan jet set.

Bagaimana akhir kisah kebingungan saya ini? Nantikan di cerita saya di episode kedua, setelah saya hadir di pesta pernikahaan putra konglomerat pada Jumat, 2 April 2010 ini, yang berlangsung di hotel Mulia, Jakarta.

0 komentar: