Kesimpulan yang menjadi judul tulisan saya di
atas, saya ambil berdasarkan gagasan Menteri Kesehatan (Menkes) baru,
Nafsiah Mboi, dalam jumpa pers yang digelar di Ruang Leimena kantor
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 14 Juni 2012 lalu. Untuk menekan
angka aborsi dan kehamilan yang tak diinginkan, Menkes mengusulkan
mempermudah akses remaja untuk mendapatkan kondom. Astagfirullah!
Buat Menkes, pemberian kondom kepada remaja
akan mengurangi aktivitas seks bebas yang berresiko. Jika pemahaman
remaja mengenai kesehatan reproduksi sudah cukup baik, kata wanita yang
sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif Komite Penanggulangan
AIDS (KPA) Nasional ini, kita tidak perlu khawatir ide pemberian kondom
akan memicu seks bebas.
Bloggers,
belakangan seks bebas memang semakin marak. Data terakhir menyebutkan
yang dikeluarkan BKKBN menunjukkan, sebanyak 2,3 juta remaja melakukan
aborsi setiap tahun. Selain kasus aborsi, yang tak kalah ‘hebat’ adalah
peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS. Di DKI Jakarta, hingga akhir
2011, total penderita HIV/ AIDS mencapai 5.650 kasus, meningkat dari
4.318 kasus pada 2010.
Tak beda di Provinsi Papua. Data Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA) pada 2011, sebanyak lebih dari 4.000 kasus
HIV/ AIDS di Provinsi ini, dimana penderita rata-rata berusia 14-39
tahun. Menurut Manager Yayasan Pengembangan Kesehatan Masyarakat (YPKM)
Jayapura, Dr. Raflus Dorangi, sebab penderita adalah karena seks bebas,
di antaranya hetero seks, homo seksual, dan biseksual.
“Untuk mempercepat pencapaian goal MDGs, maka kampanye kondom merupakan suatu kewajiban,” tegas Menkes.
Bloggers, reformasi
dari rezim otoriter ternyata tidak menjadikan Republik Indonesia ini
membaik. Negara ini justru dikuasai oleh Tokoh-Tokoh yang gigih
memperjuangkan Sekuler, Pluralisme, dan Liberalisme (SEPILIS). Mereka
dengan berbagai cara mengajak seluruh warga negara ini memiliki faham
yang merupakan bagian dari Westernisasi.
Lho, apa hubungannya kondom dengan Westernisasi? Apa hubungannya seks bebes dengan SEPILIS?
Sangat jelas berhubungan. Westernisasi
memiliki tiga agenda: Sekularisasi, Pluralisme, dan Liberalisasi. Negara
tidak boleh mencampuri urusan agama. Agama urusan masing-masing
individu. Pemahaman ini merupakan pahamanan dari Barat. Dalam buku Misykat
(INSIST, 2012) karya Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, Westernisasi bukan
sekadar isu atau program Barat di bidang politik dan ekonomi, tetapi
juga kebudayaan dan konsep dalam bentuk wacana yang hidup (living discourse) yang mendominasi kelangan terpelajar di dunia Islam saat ini (hal xiv).
“Saat ini para cendekiawan Muslim seperti
berbondong-bondong merespon isu kebebasan, persamaan, hak asasi,
demokratisasi segala bidang dengan dalil-dalil Qur’an dan hadist. Tentu
dengan konsekuensi merubah framework, metologi dan mindset sesuai dengan
ilmu-ilmu humaniora Barat. Akhirnya, tanpa terasa para cendekiawan
Muslim itu berpikir dengan pendekatan humanistis, liberalistis,
dekonstruksionis dan bahkan relativistis. Meskipun mereka itu
penampilannya religius dan mengutip ayat-ayat al-Qur’an dan hadist
dengan fasih,” tulis Dr. Hamid yang akrab disapa Gus Hamid, Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) ini.
Seks bebas adalah kultur Barat yang liberal.
Oleh karena itu, jika ada pria dewasa yang membawa kondom di dalam saku
atau dompet, sudah bukan merupakan hal aneh lagi di sana. Selama
pasangan tersebut suka sama suka, mereka bisa having sex, meski one night stand alias
bercinta dalam satu malam. Jadi sungguh aneh, ingin menekan angka
aborsi, kehamilan, dan HIV/ AIDS pada remaja dengan mempermudah akses
remaja untuk mendapatkan kondom. Analoginya, silahkan making love jika suka sama suka, tetapi jangan lupa pakai kondom. Jika sudah dapat kondom, silahkan kalian making love.
Begitulah mind set jika sudah
terkontaminasi faham liberal. Solusi yang diambil bukan akar
permasalahan, tetapi justru menimbulkan masalah baru. Seperti ingin
menanggulangi kemacetan, yang dilakukan adalah memperlebar jalan atau
membuat jalan layang dengan menebangi jutaan pohon, bukan mengatasi akar
permasalahan dengan membatasi jumlah kendaraan.
Akar permasalahan seks bebas ini sebetulnya
sangat jelas, prilaku remaja yang menyimpang. Kenapa prilaku remaja
sampai menyimpang? Mereka tidak lagi hormat pada orangtua dan tentu saja
agama. Jika orangtua sudah acuh tak acuh, negara apalagi tidak mengatur
tentang seks bebas, maka masalah pun terjadi. Negara justru
memfasilitasi kondom.
Anehnya, ketika ada sebuah daerah seperti
Tasikmalaya ingin menerapkan aturan (baca: Perda Syariah) agar kehidupan
sosial dan budaya tidak terkontaminasi faham westernisasi, justru malah
diolok-olok, dikatakan telah menghianati Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Penggagas Perda Syariah dicap tidak sejalan dengan
semangat Pluralisme.
Bloggers, itulah
agenda kaum SEPILIS, yang justru ingin mengacak-acak NKRI ini dengan
memasukkan faham westernisasi. Saat ini kita sedang diacak-acak oleh
kaum ini, sehingga sesuatu yang sebetulnya benar jadi disalahkan,
dilecehkan, dikambinghitamkan, dan sikap-sikap yang memecah belah.
Pluralisme tidak ada hubungannya dengan
toleransi. Pluralisme adalah faham atau doktrin. Dalam beberapa tulisan
saya sudah mencontohkan ada banyak toleransi yang sudah dilakukan, tanpa
harus mengikuti faham atau doktrin Pluralisme yang dibawa oleh
peradabaan Barat post-modern. Pluralisme mencoba membangun persamaan
dari perbedaan dan bahkan cenderung menghilangkannya. Sumber utamanya
adalah filsafat relativisme Nietzche, tokoh filosof Barat postmo.
Pluralisme mengharamkan truth claim (mengklaim kebenaran agamanya sendiri). Pokoknya semua harus mengakui (kebenaran) semua agama. “Tidak ada agama yang lebih benar dari agama lain. Sebab, kebenaran itu adalah relatif, yang absolut adalah Tuhan,” tulis Gus Hamid (Misykat, hal 183).
Dalam tulisan ini, saya tidak akan berpanjang
lebar membahas tentang Pluralisme ini. Namun, sekali lagi, Pluralisme
adalah salah satu bagian dari Westernisasi, yakni sebuah proyek ideologi
yang telah memprovokasi anak-anak muda di Indonesia yang kita cintai
untuk melawan institusi keagamaan. Proyek ini didukung oleh banyak
pejabat maupun pemerintahan yang kini memang bukan lagi membawa
nilai-nilai Pancasila, tetapi liberal. Dan pemberian kondom yang digagas
oleh Menkes merupakan salah satu proyek liberalisasi.
“Innalillahi wa innalillaho roji’un
Bergetar luar biasa jiwa keibuan saya mengetahui gebrakan pertama menkes baru :
Bergetar luar biasa jiwa keibuan saya mengetahui gebrakan pertama menkes baru :
‘Bagikan kondom gratis ke remaja‘
Tolonglah
sediakan waktu bicarakan isyu ini dgn anak remaja anda. Bila ia tdk
faham jelaskan, salah mengerti luruskan. Mereka harus punya kekuatan
pengertian tentang kebenaran agamanya, mana yg halal mana yg haram dan
bertahan menjaga kesucian dirinya hanya untuk pasangan halalnya setelah
pernikahan. Peluklah anak anda dan lindungilah dia karena Allah.
Bayangkan jalan keluar dari masalah yg dipilih pemerintah ternyata
seperti ini!!!!
Tolong bantu informasikan pd saudara/ sahabat/ rekan anda.
Terima kasih atas bantuan anda.semoga Allah membalas kebaikan anda…aamiin”
0 komentar:
Posting Komentar