Ketika membaca buku Misteri Tol Cipularang (2012), pembaca seperti diajak untuk menjelajah ke alam ghaib atau dunia mistik. Harap maklum, banyak peristiwa yang sudah terjadi di tol Cipularang yang menewaskan banyak orang, termasuk tewasnyaVirginia Anggraeni, Istri Sapilul Jamil, di tol Cipularang pada 3 September 2011 di KM 96,5.
Bloggers, cerita yang dikaitkan dengan dunia mistik diawali dengan peristiwa longsornya kilometer 91,6. Bahwa sejak dibuka pada April 2005, sudah dua kali terjadi peristiwa amblasnya jalan tol Cipularang. Selang 7 bulan sejak diresmikannya tol Cipularang, sudah ada jalan yang amblas di kilometer 91,6 yang area amblasnya sampai ke wilayah Pasir Honje, Kampung Batu Datar, Purwakarta. Oleh karena berbahaya, tol sempat ditutup selama beberapa hari.
Dalam buku yang disunting oleh Mayang Sari, ditulis, kecelakaan itu terjadi, karena tidak menuruti permintaan makhluk gaib. Bahwa mahkluk ghaib merasa didzolimi oleh manusia, karena barangkali ‘habis manis sepah dibuang’. Tak ada sesaji yang biasa diberikan di wilayah-“nya”, padahal sudah menghancurkan daerah kekuasan-“nya”, karena proyek jalan tol Cipularang ini. Sebelumnya, saat jalan belum difungsikan, konon pihak Jasa Marga pernah menyembelih seekor kerbau untuk tumbal.
Di halaman lain, pembaca kemballi diajak mempercayai sebuah kondisi yang dikaitkan dengan dunia mistik. Kali ini tentang sebuah gunung misterius yang ada di kilometer 96. Gunung tersebut dikenal dengan nama Gunung Hijau atau orang Sunda menyebutnya Gunung Hejo.
Gunung Hejo terdapat di Kabupaten Purwakarta, tepatnya di sisi kilometer 96 tol Cipularang. Konon, Gunung Hejo ini menyimpan penuh misteri. Sebab, di gunung ini ada tempat yang dikeramatkan oleh warga. Bahkan kabarnya, Gunung Hejo hampir setiap hari didatangi oleh peziarah dari berbagai daerah. Menurut Kuncen Gunung Hejo, gunung yang berada di Desa Gunung Hejo, Kecamatan Darangdan ini adalah tempat keramat.
“Saat proyek pembangunan tol Cipularang dimulai, pihak kontraktor berencana membabat habis pepohonan yang tumbuh di tempat itu dan membuat jalan tembusan untuk mempersingkat jalan dan memperkecil biaya. Tapi anehnya, di Gunung Hejo ada pohon yang tidak dapat ditebang. Akhirnya jalur tol yang rencananya dibuat lurus itu terpaksa dibuat melengkung dan mengelilingi Gunung Hejo.”
“Dulunya di atas Gunung Hejo ada sebuah tongkat peninggalan Prabu Siliwangi. Hingga saat ini belum ada yang mengetahui dimana tongkat itu berada. Sebagai penanda, tongkat itu diganti dengan sebuah batu berdiri yang dibalut dengan kain putih dan dikelilingi dengan pagar besi, sehingga bangunan itu berbantuk mirip seperti makam. Bangunan itulah yang selalu dikunjungi peziarah. Menurut kuncen, bangunan itu bukan makam, melainkan tempat petilasan. Bangunan itu didirikan oleh seorang warga Sumedang yang berhasil setelah berziarah ke tempat itu. Tempat petilasan Prabu Siliwangi itu merupakan “puser dayeuh” berupa seonggok batu yang menutup lubang yang sangat dalam. Menandakan tempat itu sebagai tempat yang dimuliakan untuk berdoa”.
Menurut Mak Acih, warga sekitar Gunung hejo, banyak yang ke Gunung Hejo untuk mencari berkah, misalnya masalah usaha dagang, kenaikan pangkat, dan mencari jodoh. Untuk sesajen biasanya diminta uang sekitar 2-3 juta untuk membeli tujuh macam buah, tujuh rupa bunga, dan biasanya diikuti puasa 3 hari 3 malam. Konon usaha tersebut banyak yang berhasil.
Bloggers, buku ini sepertinya memang dikhususkan untuk para penikmat dunia mistik. Yakni mereka yang percaya pada klenik dan mistik atau bahkan mereka dianggap sebagai para budak setan dan jin, sehingga sangat percaya dengan peristiwa yang terjadi di tol Cipularang erat kaitannya dengan dunia mistik.
Tentang dunia mistik ini, majalah Sabili pernah menulis di edisi tahun 2002 M/ 1423 H tentang empat macam kelompok manusia dalam dunia mistik dan klenik. Kelompok pertama adalah mereka yang tidak percaya sama sekali kepada dunia mistik, hal-hal yang berbau klenik, dan termasuk juga tidak percaya akan adanya jin. Kelompok ini menyebut dirinya sebagai orang yang berpikiran rasional. Atau, mungkin lebih tepat jika dikatakan rasio minded.
Kelompok kedua adalah mereka yang sangat percaya pada dunia mistik seperti ini. Harap maklum, sejak dahulu kala negara ini sudah dikuasai oleh para pemimpin atau orang-orang yang percaya akan dunia perklenikan, mistik, dan kemusyrikan, maka banyak ‘orang pandai’ dan tokoh publik sampai saat ini percaya pada klenik dan mistik. Mereka tak jarang melakukan sesuatu atau mengambil satu keputusan penting pun dengan berpatokan pada wangsit atau mimpi terlebih dulu.
Di buku Misteri Tol Cipularang, kelompok kedua ini sangat jelas digambarkan eksistensinya oleh penulis. Mereka adalah sudah melakukan tindakan syirik atau menyekutukan Allah swt, yakni dengan meminta segala hal pada sebuah gunung.
“Menurut Mak Acih, warga sekitar Gunung Hejo, banyak yang ke Gunung Hejo untuk mencari berkah, misalnya masalah usaha dagang, kenaikan pangkat, dan mencari jodoh. Untuk sesajen biasanya diminta uang sekitar 2-3 juta untuk membeli tujuh macam buah, tujuh rupa bunga, dan biasanya diikuti puasa 3 hari 3 malam. Konon usaha tersebut banyak yang berhasil”.
Kelompok ketiga adalah kelompok yang lebih parah dari kelompok kedua. Kelompok ini adalah mereka yang sudah diperbudak oleh klenik. Mereka adalah para dukun, tukang sihir, tukang santet, ‘orang pintar’, maupun paranormal. Mereka dianggap sebagai para budak setan dan jin, yang telah mengadakan perjanjian tertentu dengan jin untuk melaksanakan tugas sesuai yang diingkan oleh jin. Imbalannya, mereka mendapatkan ilmu di atas rata-rata manusia.
Kelompok terakhir adalah mereka yang tidak termasuk dari kelompok satu maupun ketiga. Kalau dalam Islam, kelompok ini percaya pada hal-hal ghaib cuma sebatas yang diberitahukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kitab-Nya dan RasulullahShallallahu Alaihi wa Sallam dalam sunnahnya. Namun kelompok ini menolak berhubungan dengan dunia mistik.
Dalam buku Misteri Tol Cipularang ini mencoba menyakinkan pembaca, bahwa fenomena di tol Cipularang sangat berhubungan dunia mistik. Jika sebelumnya disajikan kisah mistik Gunung Hejo, pembaca kembali disajikan tentang misteri patung Buto yang ada di tugu Jasa Marga di KM 98 dan patung kepala singa di kilometer 99-100.
“Menurut banyak saksi, di sepanjang tol Cipularang terutama kilometer 66-127 arah masuk gerbang tol Pasteur Bandung, terdapat satu area yang begitu kental nuansa mistisnya. Bahkan secara kasat mata dan dengan mata telanjang pun dapat terlihat simbol-simbol itu. Jika diperhatikan pada kilometer 98 dari arah Jakarta, tepatnya sebelum jembatan Ciomas, terdapat tugu PT. Jasa Marga-Nindya Karya. Anehnya, tugu itu tidak berdiri sendiri, namun diapit oleh dua patung kecil berbentuk menyerupai buto (raksasa dalam dongeng rakyat) yang membawa garda atau pentungan”.
“Menurut salah satu warga yang pernah mendengar kisahnya di daerah tersebut terdapat istana jin. Konon, lokasi tersebut merupakan perbatasan wilayah Kerajaan Prabu Siliwangi, sehingga diberi simbol patung kepala harimau. Namun, versi cerita lainnya juga berkembang di masyarakat. Dahulu, saat tol baru akan dibangun, si kontraktor bermimpi. Sebuah pesan masuk ke dalam mimpinya. Kata pesan tersebut, jika ingin membuat tol, maka pada kilometer 95-100 ke arah Bandung harus didirikan patung harimau. Sedangkan pada kilometer 100-95 ke arah Jakarta harus didirikan patung monyet. Maka atas pesan itulah terdapat patung-patung yang dapat dilihat saat ini”.
Bagi Anda yang tidak menyukai dunia mistik atau kelompok keempat, biasanya langsung menolak dengan penjelasan yang ada di buku Misteri Tol Cipularang ini. Apalagi makin tidak percaya dengan tentang analisa yang tertulis di buku itu:
“Banyak kecelakaan terjadi di area tersebut (area Gunung Hejo), karena makhluk gaib penghuni Gunung Hejo. Sosok itu tidak senang wilayahnya dijadikan jalur cepat Cipularang”.
Analisa tersebut jelas menyimpulkan, bahwa tewasnya Virginia Anggraeni, Istri Sapilul Jamil, di tol Cipularang pada 3 September 2011 di KM 96,5 adalah akibat sosok penghuni Gunung Hejo tak suka wilayahnya dilewati. Jika itu kita percayai, maka saat menyusuri tol Cipularang menuju ke Bandung, kita telah membuat tidak senang penghuni Gunung Hejo itu. Nah, sekarang hitung berapa kali Anda telah membuat marah penghuni Gunung Hejo itu jika setiap weekend Anda pergi ke Bandung via tol Cipularang.
0 komentar:
Posting Komentar