"SMA 70 Sama SMA 6 Itu Lebay Baru Mati Satu Saja Hebohnya Minta Ampun...", itulah Twit yang di-retwit
Ketua Umum Gema Damai Indonesia Fahira Idris ke akun Twitter redaksi
Kompas (Kamis, 27/9/2012). Sejak tewasnya Alawy Yusuanto Putra, pelajar
SMA Negeri 6, yang ditusuk dalam tawuran di Bulungan, Fahira beberapa
hari ini terus memantau percakapan para pelajar via sosial media
(sosmed), salah satunya via Twitter.
Kalimat yang di-twit itu sungguh menyesakkan.
Betapa tidak, bukan ucapan duka untuk korban yang diberikan, malah sikap
tanpa perasaan. Ironisnya, sebagian dari mereka tetap memiliki rasa
dendam dan akan kembali melakukan aksi tawuran.
“Mereka masih merencanakan pembalasan. Saya pantau percakapan mereka,” ujar Fahira, yang saat ini melakukan kampanye dengan hastag #StopTawuran dan #MaluTawuran.
Tawuran pelajar ternyata lebih radikal daripada
teroris yang selama ini digembar-gemborkan. Namun, benar kata teman
saya, tawuran pelajar tidak ada uangnya. Berbeda dengan pendzoliman
Pesantren dan organisasi Islam di Indonesia yang banyak uangnya,
sehingga segenap instansi maupun organisasi mata duitan mau bersusah
payah bekerja untuk mengobok-obok Pesantren, termasuk membuat
rekayasa-rekayasa dengan dalih teroris.
“Sudah pasti yang tawuran tidak
pernah ikut ke Rohis! Tapi tawuran itu tidak pernah dikatakan radikal
apalagi teroris, hal itu berbeda kalau yang melakukan itu aktivis Rohis,” ujar Ustadz Fauzan Al-Anshari seperti yang penulis kutip dari voa-islam.com, Rabu (26/9/2012).
Bloggers, perhatikan! Ketika aksi
tawuran dan anarkis yang dilakukan tidak mengatas namakan agama, kaum
SEPILIS bungkam. Mereka tidak mengatakan tawuran atau aksi anarkis yang
dilakukan pelajar, mahasiswa, atau masyarakat adalah redikal. Begitu
pula tawuran warga atau organisasi pemuda non-Islam yang seringkali
terjadi. Tapi jika ada murid Pesantren yang disinyalir sebagai teroris,
kaum SEPILIS ini langsung berkicau.
Begitu pula ketika, Rohis dituduh sebagai
sarang perekrutan teroris, kaum SEPILIS begitu nafsu untuk
mendeskriditkan salah satu ekstra kulikuler di sekolah ini. Padahal,
anggota Rohis tidak pernah ikut tawuran, melakukan tindakan anarkis, pun
bukan sebagai pembunuh. Namun, logika-logika tersebut selalu
dibolah-balik oleh kaum SEPILIS. Jadi Bloggers, hati-hati dengan logika kaum SEPILIS!
Coba simak Twit-Twit para pelajar berikut ini. Mereka –yang nge-Twit-
selama ini tidak dianggap Teroris, padahal kelakukan mereka lebih
radikal dari Teroris. Mereka tidak peduli dengan tewasnya Alawy dan Rabu
kemarin (26/9) seorang pelajar lagi tewas, yakni Deni Januar (17).
Siswa kelas XII SMA Yayasan Karya 66 (YK), Kampung Melayu, Jakarta Timur
ini tewas terkena sabetan senjata tajam pelajar SMK Kartika Zeni (KZ).
@tubirmania pada ngerasa ga kalo
dari sekolah lain ada yg meninggal reaksi media ga terlalu wow giliran
dari SMA favorit langsung heboh
SMA 70 sama SMA 6 tuh terlalu lebay, baru mati satu saja hebohnya minta ampun. Wajarlah tubir ada yang mati, ada yang menang