Minggu, 26 September 2010

TIDAK PERNAH BERUBAH: HARI-HARI OMONG KOSONG!

Disaat banyak pemimpin yang ‘tenggelam’ dalam pencitraan. Disaat elit banyak yang tenggelam dalam menyampaikan pernyataan yang bertentangan dengan nurani rakyat. Disaat ada pemimpin yang munafik dengan memberikan pernyataan yang aromanya cenderung pada kobohongan publik. Disaat ada pemimpin tengelam dalam ‘keragu-raguan’. Disaat ada pemimpin yang tengelam dalam mengalihkan isu-isu. Disaat ada pimimpin elit yang tengelam dalam suasana ‘penjilatan’ atau ‘Asal Bapak Senang’....”

Rangkaian kalimat tersebut saya kutip dari kolom Kopi Pagi yang ditulis oleh Harmoko. Tentu sebagian besar Anda tahu siapa itu Harmoko? Ketika Orde Baru (Orba), namanya dijadikan sebuah singkatan yang diplesetkan menjadi "Hari-Hari Omong Kosong".


Suharto dan Harmono. Ibarat guru dan murid. Sayang, di akhir kisah si murid mendzolimi guru, dengan cara melengserkan dari tahta.

Harmoko lahir di Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur, 7 Februari 1939. Pria ini pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan Republik Indonesia pada masa Orba dari 19 Maret 83 sampai 16 Maret 1997 (14 tahun); Ketua DPR RI periode 1997-1998; dan Ketua MPR pada masa pemerintahan BJ Habibie (1997-1998).

Sebelum menjadi pejabat di pemerintahan Orba, pria yang terkenal dengan kata-kata “menurut petunjuk Bapak Presiden” ini sempat menjadi Ketua Persatuan Wartawan Indonesia dan Ketua Umum DPP Golkar (1988-1993). Pada tahun 1970, bersama beberapa temannya, ia menerbitkan harian Pos Kota.

Bagi pelanggan Pos Kota, barangkali sudah tidak asing lagi dengan kolom Kopi Pagi yang ditulis oleh Harmoko itu. Sebuah metode pencitraan atas kesalahan-kesalahan masa lalu, dimana tulisan-tulisan di kolom itu seolah Harmoko sebagai politisi memiliki hati nurani, reformis, dan bukan tipikal ‘penjilat’ atau ‘Asal Bapak Senang’.

Simak lagi tulisan di artikel di kolom yang sama bejudul Tenggelam ini:

Karena banyak para pejabat yang menganut ‘Keuangan Maha Kuasa’, maka tidak sedikit jalur-jalur hijau yang seharusnya menjadi benteng lingkungan berubah menjadi benteng ekonomi liberal....


Harmoko ketika menjadi Ketua Umum Golkar. Ia termasuk pejabat Orba yang "selamat". Kini berkoar-koar sok menjadi pahlawan. Dulu saat menjabat kemana saja Pak?

Para elit pimpinan berlomba membuat citra bahwa kerja-kinerjanya sesuai dengan harapan rakyat, tetapi kenyataan di lapangan kerja-kinerja itu malah membuat kemiskinan berjumlah meningkat. Begitu juga kenaikan harga-harga kebutuhan pokok membuat rakyat mengeluarkan sumpah-serapah. Bahkan ada yang menilai pemerintah baik pusat maupun daerah cenderung gagal melaksanakan janji-janjinya
”.

Mohon maaf, ketika membaca tulisan-tulisan Harmoko di Kopi Pagi saya seringkali mual-mual dan kepala pusing. Mau muntah. Padahal sebelum membaca Kopi Pagi, saya sudah sarapan pagi. Ah, barangkali lantaran saya melihat foto Harmoko di kolom tersebut dengan senyum khasnya sambil menggunakan peci serta jas dan dasi. Persis ketika ia menjabat sebagai Menteri Penerangan dan saat ketika ia melengserkan Presiden Soeharto tahun Mei 1998.

“Ia tidak pernah berubah dari dulu zaman Orde Baru sampai sekarang. Hari-hari penuh omong kosong....”

“PELACUR SEPERTI SAYA ADALAH OBAT PENENANG BAGI SUAMI-SUAMI YANG TIDAK BAHAGIA DI RUMAH”

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh seorang call girl cantik pada dr. Boyke Dian Nugraha SpOG. Tentu saja, pernyataan itu tidak diutaran saat dokter Boyke sedang berada di kamar hotel, tetapi di dalam ruang praktek.

Kisah yang saya kutip dari buku Di Balik Ruang Praktek Dr. Boyke ini berawal ketika seorang call girl (selanjutnya saya sebut pelacur) masuk ke ruang praktek dengan wajah lebam. Ada bekas tamparan di pipinya yang menurutnya berasal dari pelanggannya. Si pelanggan menampar pipi si pelacur, gara-gara ia didiagnosa menderita penyakit kelamin. Prak! Prok!

Tamparan tersebut jelas membuat kaget si pelacur. Semakin kaget, ketika si pelanggan mengungkapkan, bahwa dirinya kencing nanah setelah 4 hari kencan dengan si pelancur itu. Menurut si pelacur, sangat tidak mungkin pelacur kelas tinggi seperti dia bisa menularkan penyakit via (maaf!) vaginanya. Pelacur kelas tinggi seperti dia selalu dijamin kesehatannya. Wong ia selalu memeriksakan kesehatan, disuntik anti-sypilis, dan para pelanggannya pun terpilih, yakni dari kelas atas semua.

“Apakah Anda yakin bahwa sebuah ‘lubang’ yang diisi berbagai cairan dari berbagai sumber dijamin bersih?” tanya dr. Boyke, seperti yang saya kutip dari buku tersebut di halaman 177.

“Jadi saya menderita penyakit kelamin, dok?” tanya pelacur itu.

“Kemungkinan iya,” jawab dr. Boyke.

Dr. Boyke pun meminta si pelacur memeriksa ke laboratorium. Nah, saat menunggu hasil lab, dr. Boyke memberi saran agar si pelacur yang lulusan akademi sekretaris ini untuk kembali ke jalan yang ‘lurus’. Artinya, berhenti jadi pelacur. Namun, si pelacur ini malah marah-marah. Katanya, ia ke dokter untuk berobat, bukan untuk diceramahi.

“Saya mengerti terhadap profesi dokter, tetapi saya pun bangga dengan profesi saya ini,” ujar pelacur itu.

Ketika muncul kata profesi, dr. Boyke sempat protes. Bayangkan, pelacur dianggap profesi sebagaimana profesi dokter. Namun, si pelacur ternyata punya alasan. “Coba dokter pikir, tanpa orang semacam saya mana mungkin dicapai persetujuan proyek-proyek besar. Saya memang umpan, tetapi umpan untuk sesuatu yang berguna dalam pembangunan,” kata dengan senyum penuh kemenangan.

Lanjutnya, “Orang semacam saya adalah obat penenang bagi suami-suami yang tidak bahagia di rumah”.

Dikatakan oleh si pelacur, bahwa banyak suami yang bertemu dengannya mengeluh soal pekerjaan dan juga rumah tangga. Para suami ini mengeluh, kalau di rumah yang mereka dapat hanya rong-rongan materi dan kecemburuan saja, sementara dengan si pelacur masalah-masalah tersebut seolah langsung selesai. Sebab, selain memberikan kenikmatan dalam layanan seks, si pelacur seperti seorang advisor jenius.

Tentang istri-istri yang seringkali membuat suami merasa terus ‘dirong-rong’ materi, saya jadi ingat salah satu khotbah Jum’at yang sempat saya dengar. Bahwa ujian yang paling berat bagi seorang suami ternyata datang dari istri sendiri. Pulang kerja, bukan menyiapkan minum atau makan malam, justru malah menyiapkan segudang pertanyaan yang menyudutkan suami. Istri marah-marah. Suami mana yang tidak BT?

Suami seorang pejabat. Bertahun-tahun menjabat, tetapi tidak menjadikan keluarga kaya raya. Tanpa sadar, istri minta ini-itu, dimana permintaan itu mendesak suami untuk melakukan tindakan yang di luar kemampuan, khususnya dalam materi. Dengan sadar sang suami menjadi koruptor. Istri tak peduli uang yang didapat sang suami, yang penting keinginan ini-itu terpenuhi. Sang suami BT, terlanjur basah, suami pun berselingkuh dan ‘main’ dengan pelacur.

Namun saya tidak membenarkan tindakan suami melakukan tindakan korupsi atau ‘lari’ ke dunia pelacuran sebagaimana contoh di atas. Sebab, tulisan ini tidak bermaksud menyudutkan istri, apalagi saya sebagai pria yang menjadi pembela suami-suami peselingkuh atau tukang ‘main’ dengan pelacur. Oalah! Tulisan ini sekadar mengungkap fenomena yang sudah lama terjadi hingga kini. Tujuannya, biar bisa menjadi pelajaran kita bersama, bukan cuma pelajaran bagi dr. Boyke di ruang prakteknya.

Selasa, 14 September 2010

FAKTA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI NEGARA KITA

Melihat tayangan Metro TV, rasanya melihat kembali fakta yang tidak pernah berubah dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) di negara kita. Apalagi kalo bukan persoalan bolos kerja, mangkir, entah apa lagi namanya. Ternyata persoalan bolos tidak hanya dilakukan oleh para pelajar sekolah, tetapi juga PNS, dan anggota DPR RI kita.

Apakah perlu membolos dijadikan budaya kita? Kita patenkan budaya membolos ini di Kementrian Hukum dan HAM. Tujuannya, agar mendapat Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) supaya tidak ada yang mengklaim. Anyway, inilah liputan Metro TV tentang PNS yang membolos di beberapa kota di Indonesia, di hari pertama masuk sekolah, eh salah, maksudnya hari pertama masuk kerja. Ah, sungguh memalukan PNS ini.


DI BLITAR, JAWA TIMUR


DI SERANG, BANTEN


DI PADANG, SUMATERA BARAT


DI CIMAHI, JAWA BARAT


DI BANYUWANGI, JAWA TIMUR

Sabtu, 04 September 2010

COBA TEBAK HARGANYA

Kelihatannya hanya sebuah boneka. Namun ternyata boneka ini cukup "canggih". Kalo kita memegang leher boneka ini, ia akan terbatuk-batuk. Begitu kita pegang hidungnya, bayi ini akan mengeluarkan suara seperti sedang pilek. Lalu ketika hendak di suntik, bayi ini menangis sekeras-kerasnya.

Boneka itu ada di dalam bungkusan mainan bernama check up: get well babe. Dari namanya saja kita sudah bisa mengira-ngira, bahwa bayi ini adalah bayi yang sakit. Tugas anak yang memainkan boneka ini adalah mengecek jenis penyakit si bayi tersebut, sehingga bayi tersebut bisa sembuh.

Mainan kedua berjudul play mat, yakni sebuah kain yang ajaib, karena di atas kain kita bisa melukis dengan menggunakan air. Tentu saat menulis kita menggunakan alat semacam pulpen. Tagline dari mainan ini adalah water magic. Yap, lukisan dari air yang dilukis di atas mat ini bisa menghilang dalam tempo 5 menit. Bim salabim! Abrakadabra!



Kemudian ada permainan bernama My Family Doctor. Barangkali permainan ini tidak begitu "canggih" dibanding dua permainan sebelumnya. Mainan ini banyak di toko-toko, yakni berisi peralatan dokter. Meski peralatan di My Family Doctor ini lebih banyak, karena termasuk ada termometer yang benar-benar bisa difungsikan, tetapi permainan ini biasalah.

Terakhir adalah Dazzlers Dreams. Ini adalah sebuah alat yang ditujukan kepada anak yang gemar sekali show off, entah itu bernyanyi, berpidato, atau sok menjadi politikus. Sebab, paket dalam Dazzlers Dreams ini terdiri dari mikrofone berikut stand mic-nya. Lalu ada lampu-lampu yang dapat menyala seolah lampu di diskotek. Tak kalah menarik, ada speaker yang mampu menyuarakan bunyi drum dan juga tepuk tangan para penonton.

Keempat mainan ini baru saja dibeli oleh istri saya, dalam rangka ulangtahun putri saya yang kedua. Terus terang saya kaget ketika melihat jumlah permainan yang dibelikan istri saya ini. "Kok banyak amat? Pasti harganya sekitar lmaratus ribu atau bahkan lebih dari sejuta deh?" pikir saya.

Tapi saya kaget begitu istri saya menggelengkan kepala, tanpa tuduhan saya salah. Harga yang saya asumsikan meleset 100%. "Kok murah sekali?" tanya saya rada naif. Coba tebak menurut Anda berapa total harga keempat mainan itu?

HI-TECH ERA 70-AN

Ketika teknologi belum segokil sepuluh tahun belakangan ini, nggak ada teknologi mekanik yang selegend ini. Namanya view master. Dari namanya kita sudah menduga, alat ini fungsinya “diintip”. Si pemakai harus mengintip dalam dua lubang yang tersedia di view master ini. Sepintas alat ini mirip teropong atau bahasa premannya kekeran.

Saya masih ingat banget, alat ini begitu digemari anak-anak SD tahun 70-an dan 80-an. Harap maklum, view master dianggap canggih di masa itu. Produk hi-tech. Padahal alat ini hanya meneropong still photo yang terdapat pada sebuah reel.

Reel berbentuk bulat seperti lempengan berdiameter 5 cm. Di Pada 1 reel terdapat 10-15 still photos. Yang manarik, still photo tersebut bisa dilihat secara 3D, sehingga kita seolah sedang menyaksikan sebuah pertunjukan film, meski gambarnya tidak bergerak. Teknologi yang cukup canggih di zamannya bukan?



Ada berbagai macam cerita-cerita menarik yang ada pada reel tersebut. Sebut saja petualangan Batman, Superman, Micky Mouse, dan jagoan yang ngetop banget saat televisi masih TVRI sendiri, yakni Manix. Masih ingat detektif ganteng itu kan?

Bagi anak yang berasal dari golongan kaya, biasanya punya alat canggih ini. Kalo mereka sudah membeli view master, tinggal mengkomplitkan reel-reel-nya aja. Terus terang saya nggak tahu, cerita-cerita apa lagi. Sebab, masa itu, saya nggak mampu beli, tetapi cukup menikmatinya di sekolah.

Yap! Saat masih di sekolah dulu, view master ini menjadi incaran anak-anak seusia saya dulu. Ada seorang tukang yang menggelar lapak view master di depan sekolah. Saya lupa namanya. Yang pasti, ia membawa beberapa view master, dimana alat tersebut diikat dengan tali supaya nggak bisa dicolong orang. Mereka yang berminat menonton, cukup membayar beberapa perak dan memilih cerita yang diminati. Wah, pokoknya seru banget! Kalo lagi penuh, yang ngantri view master ini cukup banyak juga, lho!